Namun, juga tidak tepat untuk menyebut salah satu dari mereka sebagai dewa kematian. Anubis berkepala serigala adalah dewa yang sangat penting yang diasosiasikan dengan orang mati.
Dia "adalah dewa mumifikasi," kata Emily Teeter, seorang Egyptologist dan peneliti di University of Warsaw, kepada Live Science melalui email.
Dalam mitologi Mesir, Anubis melakukan mumifikasi pertama, dan itu dilakukan pada Osiris, kata Laura Ranieri Roy, pendiri dan direktur Ancient Egypt Alive.
Ancient Egypt Alive adalah organisasi yang mengabdikan diri untuk menginspirasi semangat Mesir Kuno. Tujuannya adalah untuk mendidik, menghibur, menginspirasi dan menghembuskan kehidupan ke dalam sejarah yang menarik dari tanah para firaun.
"Orang (Mesir) kuno tidak memiliki kultus kematian, dan akibatnya, mereka tidak menyembah dewa kematian," kata Egyptologist Martin Bommas, direktur Museum Sejarah University of Macquarie di Australia.
John Baines, seorang profesor emeritus Egyptology di University of Oxford, mengatakan kepada Live Science dalam sebuah surel, bahwa ada dewa lain yang lebih dekat dengan definisi dewa kematian.
Makhluk supernatural terdekat yang dimiliki orang Mesir kuno dengan "dewa kematian" mungkin adalah dewa Mesir yang jarang tercatat yang disebut "Death, The Great God".
"Ada dewa Mesir kuno yang disebut 'Death, Dewa Agung', tetapi dewa ini sangat jarang dibuktikan dan keberadaannya jahat, bukan yang bermanfaat."
Salah satu dari sedikit contoh di mana dewa yang penuh teka-teki ini tercatat muncul di sebuah papirus yang berasal dari sekitar 3.000 tahun yang lalu, dari dinasti ke-21.
Dalam buku "Gods and Men in Egypt: 3000 BCE to 395 CE" dari Cornell University Press dijelaskan, bahwa papirus ini menunjukkan "ular bersayap dengan dua pasang kaki manusia dan kepala manusia, ekornya berakhir dengan kepala serigala".
Penulis buku itu diantaranya, Françoise Dunand, profesor emeritus sejarah di University of Strasbourg di Prancis, dan Christiane Zivie-Coche, direktur emeritus studi di École Pratique des Hautes Etudes, juga di Prancis.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR