Seperti pemerintahan Tang kekaisaran Tiongkok, pemerintah pusat Jepang juga memiliki dewan negara, dan kementerian yang bertanggung jawab atas berbagai urusan termasuk perang, pengadilan, ritual, dan pekerjaan umum.
Selain dari birokratisasi tersebut, pengaruh Tang juga terlihat pada sistem hukum Jepang yang mengalami transformasi. Di masa lalu, proses hukum asli Jepang masih dilakukan dalam sistem tradisional.
Periode Nara melakukan perubahan, sejarah perubahan ini tidak terjadi dalam semalam, karena kodifikasi hukum Jepang melalui proses yang bertahap, dimulai sejak tahun 662 dan berpuncak pada Kode Taiho pada tahun 701.
Kode Taiho sebenarnya sudah diberlakukan pada akhir periode Asuka. Pembentukan Kode Taiho menjadi peristiwa pertama yang melibatkan Konfusianisme sebagai sebuah unsur penting dalam kode etik dan pemerintahan Jepang.
Kode ini direvisi pada periode Nara untuk mengakomodir kebutuhan pemerintahan. Kode Taiho membentuk dua lembaga pemerintahan yakni Departemen Peribadatan (Jingi-kan) dan Departemen Negara (Daijo-kan).
Kode Taiho dikenal juga sebagai Ritsuryo, bisa dikatakan kode hukum Jepang yang paling terkenal. Kitab undang-undang ini berisi hukum pidana (ritsu) dan hukum administrasi (ryo).
Salah satu fitur penting dari Kode Taiho adalah undang-undang yang menetapkan struktur administratif pemerintah pusat atau provinsi, distrik, dan kotapraja. Kode Taiho digunakan hingga akhir abad ke-8 Masehi.
Meskipun Kode Taiho hampir sama dengan kode asli Tiongkok, tetapi ada dua perbedaan yang signifikan. Pertama, dalam sistem Tiongkok, jabatan pemerintahan diperoleh berdasarkan kebajikan, bakat dan jasa. Namun, orang Jepang lebih memilih hirarki berbasis kelahiran.
Kedua, preferensi menurut garis keturunan maka kaisar Jepang menerima haknya untuk memerintah berdasarkan keturunan kekaisarannya. Sementara konsep Tiongkok "Mandat dari Surga" digunakan untuk membenarkan otoritas jabatan.
Selain sistem pemerintahannya, budaya, gaya artistik, dan teknologi Tiongkok juga diadopsi dan diadaptasi oleh elite Jepang selama periode Nara. Manyogana yang digunakan selama ini adalah sistem penulisan yang menggunakan karakter Tiongkok.
Manyogana berkembang menjadi sistem penulisan hiragana dan katakana yang masih digunakan sampai sekarang. Penciptaan manyogana pada gilirannya mengarah pada penulisan waka atau puisi Jepang. Manyoshu yang berarti Sepuluh Ribu Daun adalah antologi pertama puisi Jepang. Sistem penulisan manyogana mendapatkan namanya dari antologi ini.
Antologi puisi utama lainnya yang disusun selama periode Nara adalah Kaifuso. Berbeda dengan Manyoshu, puisi-puisi dalam Kaifuso ditulis oleh penyair Jepang dalam bahasa Cina. Ini adalah antologi puisi Tiongkok tertua yang diketahui ditulis oleh orang Jepang.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR