Nationalgeographic.co.id—Pada 8 April 1820, para arkeolog menemukan patung Yunani kuno yang nantinya mengubah budaya barat tentang interpretasi kecantikan. Patung itu adalah Venus de Milo, dibuat berdasarkan citra dewi kecantikan Aphrodite dalam mitologi Yunani.
Dewi kecantikan dalam mitologi Yunani adalah Dewi Aphrodite, digambarkan oleh para seniman pada masa itu sebagai wanita dengan kecantikan luar biasa, menurut Greek Reporter.
Patung Venus de Milo merupakan salah satu interpretasi dewi terindah. Venus de Milo diyakini sebagai karya pematung kuno Alexandros dari Antiokhia.
Ketika patung itu ditemukan pada abad kesembilan belas, para seniman dan penulis menolak kesempurnaan dan keabadian seni klasik dan beralih ke modernisme.
Patung Venus de Milo seperti yang dikenal banyak orang, mewujudkan ambivalensi dunia modern terhadap keindahan klasik.
Patung tanpa tangan
Venus de Milo tidak memiliki tangan. Hal itu menjadi teka-teki tentang apa yang terjadi pada tangannya. Patung itu telah menjadi subjek studi ekstensif dan interpretasi yang tak terhitung sejak penemuannya.
Para ahli percaya, Venus de Milo menggambarkan mitologi Yunani tentang Penghakiman Paris dan Dewi Aphrodite. Di tangannya, Venus de Milo yang asli mungkin sedang memegang apel di satu tangan.
Menurut mitologi Yunani, Eris, dewi perselisihan, marah karena tidak diundang ke pesta. Eris merusak pesta dengan apel emas dari Taman Hesperides yang bertuliskan "Untuk yang tercantik".
Dewi Aphrodite, Hera, dan Athena semuanya mempertaruhkan klaim atas apel tersebut. Zeus menolak untuk bertindak sebagai hakim, sebaliknya menyatakan bahwa Paris dari Troy akan melakukan pekerjaan itu.
Ketiga dewi mencoba menyuap hakim, tetapi suap Dewi Aphrodite dan Helen -wanita tercantik di Bumi- menang. Patung itu dianggap menggambarkan Dewi Aphrodite yang mengagumi hadiahnya.
Karenanya, pada intinya, patung Dewi Aphrodite of Milos menunjukkan hasil kontes kecantikan yang pertama dalam Peradaban Barat.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR