Nationalgeographic.co.id—Lahan gambut tropis di Indonesia seluas 13,4 juta hektare menyimpan 57 giga ton karbon—atau 55 persen dari total karbon gambut tropis dunia.
Berdasarkan hasil kajian solusi iklim alami atau Natural Climate Solutions, ekosistem gambut pun memiliki potensi terbesar dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia dibandingkan ekosistem mangrove dan lahan kering, yakni sebesar 74 persen (YKAN, 2022).
Oleh karena itu, perlindungan dan restorasi gambut tidak hanya berperan dalam mencapai target iklim nasional, tetapi juga untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara global.
Tersedianya hasil riset dan kajian ilmiah amat diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam upaya penanganan perubahan iklim. Untuk itu, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menjalin kerja sama dengan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Jalinan kerja sama ini dikukuhkan dengan penandatangan perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Anang Setiawan Achmadi dan Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto, pada Jumat, 4 Agustus 2023.
Melalui kesepakatan kerja sama selama tiga tahun ini, YKAN dan BRIN akan melakukan kegiatan riset bersama untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia mencapai target penurunan emisi, sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat melalui program restorasi ekosistem gambut di Kalimantan Barat.
“BRIN sebagai lembaga riset pemerintah memiliki peran penting dalam menyediakan data dan informasi yang akurat, komprehensif, dan terkini mengenai potensi mitigasi dari restorasi gambut berdasarkan hasil kajian ilmiah. Tidak hanya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan, riset-riset yang ada di BRIN juga diarahkan untuk bermanfaat bagi masyarakat," kata Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi.
Dia melanjutkan, "Kolaborasi riset antara PREE BRIN dan YKAN untuk restorasi gambut di Kalimantan Barat merupakan salah satu bentuk riset aksi untuk menjawab berbagai persoalan yang sering terjadi dalam restorasi gambut secara komprehensif, dengan mempertimbangkan aspek ilmiah, teknis, biofisik hingga sosial ekonomi masyarakat.”
“Dengan tutupan lahan gambut seluas 1,6 juta hektare dan potensi mitigasi yang dimiliki, Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi prioritas untuk penerapan solusi iklim alami YKAN. Di provinsi ini, kami mengkaji dampak dari restorasi gambut terhadap penurunan emisi, serta mendukung upaya berkelanjutan untuk melindungi gambut dari degradasi dan deforestasi yang melibatkan seluruh pihak,” tambah Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto.
Terdapat Serangkaian kajian yang akan dilakukan. Pertama, kajian teknis dan sosioekonomi terkait optimalisasi pembangunan sekat kanal dalam upaya mengelola muka air gambut sebagai bagian dari proses pembasahan kembali lahan gambut. Kedua, evaluasi dampak pembasahan kembali lahan gambut yang terdegradasi terhadap emisi gas rumah kaca dan ekspor karbon akuatik. Ketiga, penerapan praktik pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan peluang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan model bisnis berkelanjutan di lahan gambut yang terdegradasi.
Menurut Manajer Senior Karbon Hutan dan Iklim YKAN Nisa Novita, pembasahan kembali area gambut merupakan salah satu upaya yang efektif secara biaya dalam mencapai target penurunan emisi karbon nasional.
“Upaya pembasahan kembali lahan gambut, melalui pembuatan sekat kanal di perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian di Kalimantan Barat, dapat mengurangi sepertiga dari emisi karbon dioksida dan tidak berpengaruh pada emisi metana dibandingkan areal yang tidak dibasahi kembali. Pada skala nasional, pembasahan gambut berpotensi menyumbang 34 persen terhadap target pengurangan emisi nasional dari sektor forest and other land uses (FOLU),” terang Nisa.
Diharapkan, hasil-hasil riset ini mampu mendukung lahirnya kebijakan, pelaksanaan praktik terbaik, perencanaan berbasis bukti, dan pengembangan berbagai instrumen pelaksanaan pembangunan. Tentu saja, kajian ilmiah ini juga diintegrasikan dengan proses penyadartahuan publik dan penguatan kapasitas masyarakat.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR