Wanita dalam sejarah Romawi kuno memainkan banyak peran. Mereka bisa menjadi permaisuri, pendeta, dewi, pemilik toko, bidan, pelacur, anak perempuan, istri dan ibu. Meski memiliki banyak peran, wanita di Romawi kuno tidak memiliki "suaranya" sendiri.
Seperti di banyak budaya, nilai wanita di Romawi kuno dikaitkan dengan ayah atau suami mereka. Dalam sejarah Romawi kuno, wanita mayoritas dinikahkan pada usia pertengahan remaja.
Tidak ada wanita Romawi yang dapat memilih untuk berperan dalam politik, militer, atau kekaisaran. Namun dalam beberapa kasus, mereka memiliki cara untuk mengeklaim kekuatan dan hak baru. Kadang-kadang mereka melakukannya dengan memengaruhi laki-laki dalam kehidupan mereka. Selain itu, wanita Romawi juga dapat mengeklaim peran agama dalam masyarakat.
Wanita menjadi pendeta penting dalam sejarah Romawi kuno
Sementara masyarakat Romawi kuno didominasi oleh laki-laki, dewa-dewa Romawi tidak. Dari tiga dewa tertinggi, hanya satu—Jupiter, raja para dewa—yang berjenis kelamin laki-laki. Lainnya adalah Juno, kepala dewi dan pelindung kekaisaran. Dan juga Minerva, putri Jupiter dan dewi kebijaksanaan dan perang.
Perawan Vestal—atau pendeta wanita Vesta—merupakan warga Roma yang penting. Diangkat sebelum pubertas dan diharuskan untuk tetap suci selama 30 tahun, keenam wanita muda itu memegang tugas suci. "Tugasnya antara lain menjaga api perapian di kuil Vesta (keyakinan adalah bahwa jika api padam, begitu pula Roma)," tulis Suzanne McGee di laman History.
Perawan Vestal juga menjaga surat wasiat orang Romawi terkaya dan terkemuka, seperti Julius Caesar.
Signifikansi religius para pendeta memberi mereka kekuatan dan pengaruh yang tidak biasa dalam sejarah Romawi. Tidak jarang mereka memanfaatkan kekuatan dan pengaruhnya itu. Misalnya ketika mereka campur tangan untuk menyelamatkan kaisar muda dari diktator Sulla.
Wanita Romawi mendompleng kekuatan pria
Kehidupan publik yang sangat terbatas tidak menghentikan beberapa wanita Romawi kuno yang cerdas untuk mendapatkan pengaruh.
Salah satu panutan wanita berpengaruh paling awal di republik Romawi adalah Cornelia. Ia adalah putri jenderal Romawi terkenal Publius Cornelius Scipio Africanus. Cornelia dididik dengan baik dan dibesarkan di rumah seorang pemimpin militer dan politik.
Ia kemudian muncul sebagai sosok yang cerdas dalam masyarakat Romawi selama pernikahannya. Setelah menjanda, Cornelia menolak tawaran pernikahan (termasuk dari firaun Mesir Ptolemeus VIII). Ia malah mengabdikan dirinya untuk membesarkan ketiga anaknya yang masih hidup.
Ketika kedua putranya memulai reformasi populis, dia mendukungnya. Sang ibu membimbing dan terkadang menegur putranya dalam surat-suratnya.
"Semoga Jupiter tidak sesaat pun membiarkan Anda melanjutkan tindakan ini. Atau membiarkan kegilaan seperti itu muncul di benak Anda," tulisnya kepada putra bungsunya, Gayus Sempronius Gracchus.
Kedua putranya dibunuh oleh faksi Romawi yang konservatif. Namun Cornelia dikagumi karena kecerdasan dan pengabdiannya. Hal itu membuat sosoknya terus diingat dalam sejarah Romawi.
Peran wanita Romawi sebagai ibu rumah tangga
Menurut aturan hukum dan sosial Romawi, wanita Romawi yang ideal adalah ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga Romawi menenun pakaiannya sendiri, mengawasi urusan keluarganya, dan menyediakan makanan. Seorang wanita harus mengelola rumah tangga dengan baik serta menunjukkan kesopanan yang sesuai. "Wanita yang menentang stereotipe ini sering kali dikucilkan," tambah McGee.
Dalam sejarah Romawi kuno, wanita bahkan tidak berhak atas nama mereka sendiri. Mereka biasanya mengambil versi feminin dari nama keluarga ayahnya. Jadi, Gayus Julius atau Marcus Terentius akan memiliki anak perempuan yang diberi nama masing-masing Julia dan Terentia.
Dalam kasus banyak anak perempuan, mereka akan dibedakan dengan sufiks. Misalnya Julia Major untuk anak tertua, Julia Minor untuk anak berikutnya—dan Julia Tertia untuk anak ketiga.
Ada wanita Romawi yang bertahan menghadapi serangan pria
Semakin kuat wanita Romawi, semakin besar kemungkinan dia menghadapi serangan balik dari pria.
Livia, istri kaisar pertama Romawi, Augustus, memiliki pengaruh yang luar biasa pada suaminya. Suetonius menceritakan bahwa Augustus lebih mendengarkan pendapat istrinya alih-alih penasihatnya.
Terlepas dari pengabdiannya pada menenun dan aktivitas feminin lainnya, Livia menuai kritik keras. Sejarawan Romawi Tacitus mengutuknya sebagai "malapetaka nyata bagi Romawi".
Menurut Tacitus, Livia melakukan begitu banyak kendali atas Augustus yang menua. Livia dipercaya telah mengasingkan satu-satunya cucu lelakinya yang masih hidup. Tak lama kemudian, dia mendapatkan reputasi tidak hanya meracuni cucu Augustus tetapi juga kaisar sendiri.
Para wanita kuat yang mengelilingi kaisar Nero bernasib lebih buruk. Agrippina, ibu dan penasihatnya yang gigih, dengan cerdik bermanuver menuju kekuasaan. Semua itu diperoleh lewat pernikahan dan pembunuhan.
Agrippina menerima gelar Augusta yang dihormati. Setelah berhasil membawa Nero ke tampuk kekuasaan, putranya justru bersekongkol untuk membunuhnya.
Meski wanita Romawi tidak memiliki suara, sebagian wanita dikenal hingga kini. Berabad-abad telah berlalu, cerita mereka muncul dari potongan-potongan surat dan prasasti yang ditinggalkan oleh mereka dan keluarganya.
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR