"Yang paling mematikan mungkin laba-laba jaring corong dan kerabatnya. Laba-laba jaring corong Sydney (Atrax robustus) dapat membunuh balita dalam waktu sekitar 5 menit dan anak berusia 5 tahun dalam waktu sekitar 2 jam," kata Vetter kepada Live Science.
"Meskipun tidak ada yang meninggal karena laba-laba ini sejak munculnya antivenom pada 1980-an."
Laba-laba phoneutria, yang paling umum sering disebut sebagai laba-laba pisang atau laba-laba pengembara, berasal dari Brasil dan memiliki racun yang paling aktif secara neurologis dari laba-laba mana pun.
Akan tetapi peringkat mereka sedikit lebih rendah dalam daftar laba-laba paling mematikan di dunia karena racun mereka bekerja relatif lambat, menyisakan banyak waktu untuk perawatan.
Dan laba-laba Loxosceles, yang paling dikenal adalah pertapa coklat (L. reclusa) yang ditemukan di AS Laba-laba ini mungkin merupakan salah satu penyebab paling umum cedera terkait laba-laba, dengan gigitan menyakitkan yang dapat menyebabkan nyeri tubuh dan demam.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk sepenuhnya pulih. Akan tetapi mereka sangat jarang mematikan.
Satu-satunya genus araknida di dunia hewan yang sebanding dengan laba-laba jaring corong adalah Latrodectus, yang mencakup redback Australia (Latrodectus hasselti) dan laba-laba janda hitam yang lebih dikenal di AS.
Laba-laba beracun ini memiliki sedikit keunggulan karena mereka menggigit manusia lebih sering daripada laba-laba jaring corong, dengan racun yang sebanding.
"Spesies paling berbisa [laba-laba jaring corong Sydney, laba-laba pengembara Brasil] tidak membunuh atau berdampak pada banyak orang," kata Linda Rayor, ahli ekologi perilaku di University of Cornell yang berfokus pada laba-laba.
"Janda hitam yang lebih tersebar luaslah yang akan menjadi bintang ceritamu."
Penting untuk dicatat bahwa, tidak mudah untuk mendapatkan data pasti tentang kematian atau morbiditas gigitan laba-laba. Meski memang laporan tahunan AAPCC menunjukkan statistik gigitan laba-laba yang diketahui.
"Sejumlah kematian manusia setiap tahun dikaitkan dengan laba-laba," Rod Crawford, kurator arakhnida di Museum Burke di Washington University di Seattle, mengatakan kepada Live Science melalui surel.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR