Nationalgeographic.co.id - Rambut merupakan kanvas yang sangat baik untuk ekspresi diri bagi seseorang. Di masa kini, orang bebas memilih model rambut yang disukainya. Namun hal ini tidak berlaku jika Anda hidup di zaman Mesir kuno. “Pasalnya, rambut mencerminkan status sosial dan identitas seseorang di Mesir Kuno,” tulis Calry Silver di laman JSTOR Daily.
Hal itu diungkap oleh sejarawan seni Gay Robins. Menurutnya, makam Mesir kuno yang dibangun antara sekitar 1480 dan 1350 Sebelum Masehi menggambarkan stratifikasi jenis kelamin, status, dan usia. Uniknya, stratifikasi itu dilihat dari bentuk rambut.
Makam itu dibangun oleh pejabat pria berpangkat tinggi untuk menunjukkan versi ideal keluarga mereka. Dalam ikonografi, baik pria maupun wanita mengenakan wig. Di bawah wig, wanita memiliki rambut panjang. Sedangkan pria hampir selalu memiliki rambut pendek atau dicukur.
Sebaliknya, kaum non-elite yang bekerja di luar rumah sering ditampilkan dengan rambut alami mereka.
Lukisan makam juga menggambarkan anak-anak praremaja. Anak itu digambar dalam kondisi tidak mengenakan busana, mengisap jari telunjuk, dan dengan kepala dicukur. “Namun ada seikat rambut yang jatuh dari sisi kanan,” tambah Robins.
Tidak banyak penanda jenis kelamin sampai anak laki-laki dan perempuan mencapai usia pubertas. Ketika mencapai pubertas, anak-anak dilukiskan mengenakan pakaian. Mereka juga memiliki model rambut yang membedakan antara jenis kelamin satu dengan yang lain.
Jenis kelamin, pada kenyataannya, sangat penting, seperti status sosial. Pria elite dewasa mengenakan wig di atas bahu. Wig pria Mesir kuno diatur secara rumit dalam untaian, ikal, atau kepang.
Ternyata, mengenakan wig bukan hanya sekadar mode balaka di masa itu. Dengan mengambil rambut orang lain untuk dipakai sendiri, pria elite menggambarkan kekuatan untuk memerintah orang lain.
Anak laki-laki elite lebih rendah pangkatnya dari ayah mereka, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang lebih luas. Status yang lebih rendah itu terlihat di makam tersebut. Dalam lukisan, anak laki-laki ditampilkan mengenakan wig berambut pendek bulat atau kepala yang dicukur.
Rambut yang lebih sedikit bisa menandakan status tunduk, baik kepada dewa atau tuan di dunia fana. Maka, para pendeta dan pelayan rumah tangga di Mesir kuno selalu digambarkan dengan kepala yang dicukur.
Ketika pendeta mengambil peran metaforis seorang anak laki-laki dalam sebuah ritus, dia mengenakan rambut palsu dengan kunci samping.
Berbeda dengan rambut pria yang lebih pendek, rambut wanita elite dan pembantu rumah tangga wanita juga dibedakan. Wanita elite memiliki rambut panjang yang jatuh di bawah bahu, sering kali setinggi dada.
Source | : | JSTOR |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR