Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah dunia, pada awalnya kopi merupakan tanaman lokal di wilayah Afrika Timur di Ethiopia dan Yaman. Penganut Sufi menggunakan kopi dengan tujuan yang sama seperti orang di masa ini: mendapatkan dorongan agar tetap terjaga. Mengapa mereka harus terjaga? Untuk mencapai kesadaran ilahi dalam doa tengah malam.
Seiring dengan berjalannya waktu, kopi menjadi komoditas dunia dan minuman global. Kopi bahkan turut mengubah dunia dengan berbagai cara, mulai dari perbudakan hingga perang. Kopi jadi alat untuk membangun kerajaan dan memicu revolusi industri.
Tidak hanya membuat orang terjaga, kopi juga menjadi pendorong di balik eksploitasi manusia, perbudakan, dan perang saudara yang kejam.
Seiring waktu, kopi mengubah cara orang hidup, bekerja, dan berinteraksi. Berikut enam cara kopi mengubah sejarah dunia.
Globalisasi kopi membantu memicu perbudakan dalam sejarah dunia
Setelah menyebar ke Timur Dekat, Afrika Utara, dan Mediterania, perdagangan kopi mencapai Eropa pada abad ke-17. Ketika semakin populer, penguasa Eropa menyadari bahwa mereka dapat menanam kopi sendiri. “Tentu saja, mereka memanfaatkan petani dan buruh budak di koloninya yang jauh,” tulis Ivan Roman di laman History.
Pada abad ke-18, Inggris, Spanyol, Prancis, Portugis, dan Belanda menjadikan kopi sebagai salah satu tanaman komersial utama kolonialnya.
Dari Indonesia hingga Amerika Latin dan Karibia, pekerja yang diperbudak dipaksa menanam kopi di perkebunan kolonial. Koloni Karibia Prancis di St. Dominique menanam dua pertiga kopi dunia pada akhir 1700-an. Perkebunan di pulau itu kemudian dibakar dan pemiliknya dibantai selama Revolusi Haiti pada 1791.
Rumah kopi turut memicu perdebatan publik
Dalam sejarah dunia, kedai kopi pertama kali muncul di Kekaisaran Ottoman. Mereka yang tidak minum alkohol bisa berkumpul dan bercengkerama. Selama berabad-abad dan di seluruh dunia, kedai kopi menjadi kunci untuk membangun “ranah publik”.
Sejak abad ke-16, Ottoman—yang menyebarkan kopi ke seluruh dunia Muslim dan Eropa—mencoba menutup kedai kopi. Namun Kekaisaran Ottoman menghadapi protes massa pro-kopi yang memaksa mereka buka kembali.
Kedai kopi adalah satu-satunya tempat komunal di mana laki-laki dapat berkumpul dan mendiskusikan berita, agama, politik, dan gosip. “Semua itu bisa dilakukan dengan bebas tanpa pengawasan otoritas agama atau negara,” Roman menambahkan lagi.
Di Eropa, pelanggan kedai kopi berdiskusi mengenai cara menangani ekonomi dan membentuk politik. Bursa Efek London, Lloyd's of London, dan East India Company dimulai di kedai kopi. Bahkan di London, kedai kopi dikenal sebagai “universitas penny”. Dengan membayar secangkir, pelanggan mendapat akses ke debat intelektual yang sedang berlangsung.
Boston’s Green Dragon Tavern and coffeehouse dikenal sebagai tempat di mana para pemimpin Sons of Liberty bertemu. Di sana mereka menghasilkan menetaskan Boston’s Tea Party 1773 dan menggerakkan ide-ide revolusioner. Semua itu akhirnya menyebabkan perang Amerika untuk kemerdekaan.
Di Amerika Latin, kopi memicu perang saudara yang berdarah
Di Amerika Latin setelah Perang Dunia II, pengentasan kemiskinan dan eksploitasi buruh memicu kantong-kantong regional aktivisme komunis.
Takut akan pengaruh Soviet, Amerika melakukan intervensi di beberapa negara Amerika Tengah. Amerika pun mendukung kudeta dan memicu terjadinya perang saudara berdarah.
Yang pertama adalah Kudeta Guatemala yang didukung Amerika Serikat pada tahun 1954. Saat itulah Badan Intelijen Pusat AS bergerak untuk menggulingkan presiden Jacobo Arbenz Guzman. Ia terpilih setelah memberikan lebih dari 100 perkebunan kopi yang belum digarap kepada petani dengan dukungan komunis Guatemala.
Komplotan kudeta mengangkat presiden sayap kanan Jenderal Carlos Castillo Armas. Presiden baru itu membatalkan reformasi agraria, memulihkan polisi rahasia, dan mengusir petani dari tanah yang telah diberikan kepada mereka. Pembunuhannya 3 tahun kemudian menyebabkan 3 dekade penindasan dan kekerasan berdarah oleh regu pembunuh pemerintah dan kelompok gerilya. Para elite mempertahankan tanah dan statusnya. Di saat yang sama, buruh terus menderita akibat perselisihan yang panjang.
Pada 1970-an dan 1980-an, konflik serupa berkembang di negara tetangga Nikaragua dan El Salvador. Di El Salvador, junta militer yang didukung Amerika menghadapi pemberontak sayap kiri yang berusaha menggulingkan pemerintah. Saat itu, pemerintah memiliki hubungan dekat dengan oligarki kopi dan elite.
Pasukan kematian sayap kanan El Salvador yang dilatih Amerika Serikat bergabung dalam perang saudara dan bentrokan di pedesaan. 50.000 orang tewas selama perang saudara. Ekspor kopi, yang merupakan sebagian besar pendapatan negara, turun drastis. Hampir satu juta orang meninggalkan negara itu.
Kopi mendorong industrialisasi dalam sejarah dunia
Ketika Revolusi Industri semakin meningkat pada abad ke-18 di Inggris, buruh bekerja siang dan malam berkat kopi. Atau lebih tepatnya, kafein di dalamnya.
Di Kekaisaran Ottoman, orang-orang menyadari bahwa stimulan dalam kopi meningkatkan energi dan meningkatkan fokus. Untuk industri manufaktur yang terus beroperasi, kopi memungkinkan mereka mengubah waktu tidur dan bangun yang digerakkan oleh sinar matahari alami.
“Minuman aristokrasi telah menjadi obat yang diperlukan massa. Kopi pagi pun disajikan bersama dengan sarapan,” tulis Mark Pendergrast dalam Uncommon Grounds: The History of Coffee and How It Transformed Our World.
Kopi instan membantu memicu Perang Dunia
Kopi instan diluncurkan selama Perang Dunia I. Saat itulah penemu Amerika George C.L. Washington menemukan cara untuk meningkatkan skala produksi dan menjualnya ke militer.
Bagi para tentara, kopi instan sangat praktis. Di tengah raungan meriam dan peluru, mereka hanya membutuhkan waktu 1 menit untuk menyiapkan kopi. Mereka menyebutnya kopi George Washington.
Dalam Perang Dunia II, para tentara Amerika menyebutnya cuppa Joe. Begitu Amerika ikut berperang pada tahun 1941, angkatan darat memesan 140.000 kantong biji kopi sebulan, 10 kali lipat pesanan tahun sebelumnya. Mereka membuat minuman instan. Pejabat menjatah kopi untuk warga sipil selama 9 bulan supaya bisa memenuhi kebutuhan di medan perang.
Setelah perang, beberapa perusahaan kopi mengiklankan kopi instan secara besar-besaran. Mereka berusaha menampilkan kecintaan seorang prajurit terhadap kopi instan itu. Begitu konsumen merasakan kemudahannya, popularitas kopi instan pun tumbuh.
Itulah beberapa cara kopi mengubah sejarah dunia.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR