Nationalgeographic.co.id—Selama Perang Salib ketujuh, Pasukan Salib membuat kemajuan yang sangat lambat menghadapi kekaisaran Ayyubiyah di Mesir. Sebagian besar pasukan berbaris di sepanjang Sungai Nil, berbaris di sepanjang tepi sungai.
Kapal-kapal yang dapat membawa perbekalan dan peralatan dalam jumlah besar, ikut berperang melawan angin yang berlawanan.
Pada titik ini, akhir November 1249 M, As-Salih Ayyub meninggal karena penyakitnya. Para perwira Bahris, yang dipimpin oleh komandan mereka Fakhr al-Din, kemudian turun tangan untuk melanjutkan perang melawan Pasukan Salib dengan lancar.
Setelah 32 hari, Pasukan Salib berkemah di seberang kamp Muslim dekat Mansourah, yang dilindungi oleh cabang sungai dan benteng.
Kedua kubu kini menggunakan mesin ketapel besar untuk saling membombardir dengan tembakan artileri. Serangan mendadak dan pemboman tanpa henti terjadi selama enam minggu.
Sejarah Perang Salib ketujuh akhirnya menemui kebuntuan. Raja Louis yang memimpin Pasukan Salib kemudian ditawari harapan hidup oleh beberapa pengkhiatan dari Pasukan Muslim.
Pengkhianat dari Pasukan Muslim memberitahukan, bahwa kamp musuh dapat didekati dari belakang dengan menyeberangi sungai lebih jauh ke hilir.
Pada tanggal 8 Februari 1250 M, Raja Louis mulai bergerak dan sejumlah besar ksatria berkumpul di tempat di sungai yang ditunjukkan oleh pengkhianat Pasukan Muslim.
Meski harus turun dan menyuruh kudanya berenang menyeberang, pasukan ksatria yang maju berhasil mencapai sisi lain.
Kemudian, pemimpin mereka, Robert dari Artois, membuat keputusan bodoh dengan segera menyerang kamp musuh sebelum para ksatria lainnya menyeberangi sungai di belakangnya.
Meskipun Fakhr al-Din terbunuh dalam serangan pertama, keputusan terburu-buru Robert untuk mengejar Pasukan Muslim yang melarikan diri ke kota Mansourah membuktikan kesalahannya yang kedua dan terakhir.
Begitu berada di dalam kota, para ksatria Robert dikepung dan, dipisahkan oleh jalan-jalan sempit, dibantai.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR