Nationalgeographic.co.id—Kisah tentang cincin yang dikenal sebagai “Cincin Raja Minos” terdengar seperti dongeng yang dibuat di Hollywood. Cincin Raja Minos adalah campuran mitologi Yunani, sejarah Yunani, dan plot yang penuh intrik dan penipuan.
Legenda cincin Raja Minos melibatkan seorang anak laki-laki miskin, seorang pendeta yang licik, seorang arkeolog Inggris, dan harta karun.
Ceritanya dimulai pada tahun 1928, ketika seorang anak laki-laki, Michalis Papadakis (1918-1974), secara tidak sengaja menemukan sebuah cincin di situs arkeologi Knossos.
Lokasi penemuannya saja telah menunjukkan bahwa cincin itu pasti memiliki sejarah yang sangat panjang, bahkan mungkin sejak peradaban Minoa. Cincin Raja Minos tidak hanya memiliki sejarah dalam mitologi Yunani.
Memang benar, beberapa dekade kemudian, cincin segel emas yang berkilau itu terbukti berusia 3.500 tahun (1.500 hingga 1.400 SM). Itu seperti yang diyakini oleh para arkeolog, dan ini adalah penemuan paling signifikan dari Peradaban Minoa.
Ayah anak laki-laki tersebut adalah seorang petani miskin bernama Emmanouil. Karena alasan yang tidak diketahui, ia menyembunyikan cincin itu dari istrinya.
Kemudian karena alasan lain yang tidak diketahui, dua tahun kemudian, dia menyerahkannya kepada pendeta desa, Pastor Nikolaos Polakis. Namun, sebelum memberikannya, dia mengukir garis pada cincin itu dengan pisaunya untuk menandai keasliannya.
Pastor Polakis awalnya menyerahkannya kepada arkeolog Inggris Sir Arthur Evans dengan tujuan untuk menjualnya. Namun, tidak ada kesepakatan di antara keduanya karena sang pendeta meminta sejumlah uang yang tidak disetujui.
Pada tahun 1933 atau 1934, Pastor Polakis memutuskan untuk membawa cincin tersebut ke Museum Heraklion. Pada saat itu, para arkeolog terkemuka, Nikolaos Platon dan Spyridon Marinatos, menjadi staf lembaga tersebut.
Platon memutuskan bahwa cincin itu asli sementara Marinatos yakin cincin itu palsu. Karena kedua arkeolog tidak dapat mencapai kesepakatan, mereka memutuskan bahwa yang terbaik adalah mengembalikan cincin itu kepada pendeta.
Namun, Platon menyimpan salinan cincin itu dengan cara menuangnya ke dalam plastisin. Beberapa tahun kemudian, dia menunjukkan ketertarikan baru pada cincin itu dan kembali menemui pendeta untuk memintanya.
Pastor Polakis memberitahunya bahwa dia telah memberikannya kepada istrinya untuk diamankan, namun istrinya telah kehilangannya.
Cincin Minos menggambarkan tiga tema
Platon menulis sebuah risalah tenta v cincin yang mengatakan bahwa cincin itu menggambarkan tiga tema. Tiga tema itu adalah kekuasaan bangsa Minoa atas lautan (thalassocracy), pemujaan pohon (dendrolatry), dan dewi yang turun dari surga ke bumi dan naik ke perahu dayung.
Ada interpretasi lain yang lebih baru mengenai penggambaran cincin termasuk pemujaan terhadap dewi, seperti Bunda Dimitra, dan persembahan kepada Bunda Agung Rhea dan Bunda Agung Artemis.
Untuk beberapa waktu, cincin itu tetap hilang. Satu-satunya informasi tentang cincin itu berasal dari salinan yang telah dibuat.
Bertahun-tahun kemudian, ketika Pastor Polakis berada di hari-hari terakhirnya, dia merasa sangat menyesal atas “hilangnya” cincin berharga itu. Dia menelepon Evangelia Papadakis, istri petani Emmanouil, dan meminta maaf karena berbohong kepada keluarganya.
Ia mengaku sebenarnya pernah menjual cincin itu kepada Evans, arkeolog Inggris, seharga 100.000 drachma pada tahun 1938. Namun, itu adalah kebohongan terakhir yang dilakukan pendeta licik itu. Apa yang sebenarnya dia jual kepada Evans adalah replika cincin yang sangat bagus.
Evans kembali ke Inggris dengan keyakinan bahwa dia telah membeli cincin yang sebenarnya, beserta salinannya. Ia kemudian menyumbangkan keduanya, bersama dengan artefak berharga lainnya, ke Museum Ashmolean.
Saat ini, dua replika cincin legendaris tersebut terus dipamerkan di museum Ashmolean. Museum Ashmolean terletak di jalan Beaumont Street, Oxford, Inggris.
Kisah tentang cincin itu terlupakan selama beberapa dekade. Namun pada awal tahun 2000-an, Giorgos Kazantzis, seorang pensiunan polisi, mewarisi rumah pendeta yang merupakan orang terakhir di Yunani yang memiliki artefak yang tak ternilai harganya.
Selama pekerjaan renovasi, Kazantzis menemukan sebuah toples tersembunyi di dalam dinding di samping perapian. Di dalam toples itu terdapat sebuah cincin, yang ternyata merupakan Cincin Raja Minos yang asli. Bahkan ada goresan yang dibuat oleh Papadakis lebih dari tujuh puluh tahun yang lalu.
Kazantzis mengirimkan artefak berharga tersebut ke negara, dan pada tahun 2002, Dewan Arkeologi Pusat dan panel arkeolog ahli mengkonfirmasi keaslian cincin yang legendaris dalam mitologi Yunani.
Nilai uang sebenarnya dari cincin itu diperkirakan 400.000 Euro meskipun nilai budayanya tidak dapat dihitung. Cincin Raja Minos memang jelas sangat bernilai, tidak hanya bersejarah namun juga dalam mitologi Yunani.
Namun, untuk menemukan cincin itu dan segera mengirimkannya ke pihak yang berwenang, Kazantzis hanya diberi biaya sebesar 440 Euro untuk menemukan cincin tersebut.
Saat ini, cincin emas Minoa yang tak ternilai harganya dipamerkan dengan segala kemegahannya di Museum Arkeologi Heraklion. Museum Heraklion merupakan museum terbesar di Yunani dan salah satu museum arkeologi terbesar di dunia.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR