Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian yang dipimpin ilmuwan IPB University mengungkapkan tinjauan kebijakan restorasi terumbu karang di Indonesia. Upaya membangun kembali terumbu karang diperlukan, karena saat ini terumbu karang di wilayah pesisir Indonesia makin terdegradasi.
Studi tersebut merupakan kolaborasi ilmuwan IPB University, Lancaster University, Universitas Padjadjaran dan University of Exeter. Hasil penelitian telah dijelaskan dalam makalag di jurnal Marine Policy dengan judul "Coral reef restoration in Indonesia: A review of policies and projects."
Dijelaskan, bahwa terumbu karang Indonesia telah rusak akibat faktor tekanan global dan lokal. Serangkaian teknik restorasi aktif kini digunakan dalam upaya mengembalikan terumbu karang di wilayah pesisir Indonesia.
"Namun, sulit untuk merangkum upaya restorasi di Indonesia secara keseluruhan karena kurangnya pelaporan yang konsisten," tulis tim peneliti. "Di sini, pertama-tama kami membahas kerangka kebijakan hukum Indonesia mengenai restorasi terumbu karang."
Tim peneliti menjelaskan, hal itu termasuk dalam agenda dua kementerian pemerintah (Kelautan dan Perikanan, serta Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dan terdiri dari undang-undang nasional dan peraturan pemerintah, presiden, dan menteri.
Mereka kemudian memberikan tinjauan ekstensif mengenai upaya restorasi terumbu karang di wilayah pesisir Indonesia. Mereka juga mendokumentasikan 533 catatan di seluruh negeri antara tahun 1990 dan 2020.
"Sebagian besar (73%) dari catatan ini berasal dari sepuluh tahun terakhir, dan banyak (42%) dilaporkan dalam berita daring, artikel, daripada laporan atau makalah ilmiah," jelas tim peneliti.
Tinjauan ini juga mengidentifikasi 120.483 unit terumbu karang buatan yang dipasang di seluruh Indonesia, serta 53.640 unit transplantasi karang di wilayah pesisir Indonesia.
Itu termasuk pembibitan karang dan penanaman langsung ke terumbu karang. Secara total, 965.992 fragmen karang keras telah ditanam di seluruh wilayah pesisir Indonesia.
Diketahui pula, material restorasi yang paling disukai adalah beton (46%) dan struktur baja (24%). Proyek diselenggarakan oleh beragam organisasi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta dan yang dipimpin oleh masyarakat.
Tinjauan ini menunjukkan bahwa kebijakan Indonesia telah mendorong beragam praktisi untuk melaksanakan restorasi terumbu karang.
Namun demikian, proyek sering kali tidak dikoordinasikan dengan jaringan praktisi atau ilmuwan restorasi yang lebih luas. Dan hanya 16% dari proyek yang teridentifikasi menyertakan kerangka pemantauan pascainstalasi.
Source | : | Marine Policy |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR