Dia menyatakan bahwa tugasnya adalah membalas kematian ayahnya, karena seorang anak laki-laki tidak diperbolehkan hidup di bawah langit yang sama dengan pembunuh ayahnya.
Yoshitsune menjadi marah dan dia pun mulai ingin membalas dendam. Pemuda yang mengunjunginya dan menceritakan hal itu merasa senang dan dia juga membawakannya senjata.
Menurut legenda, Yoshitsune menerima keterampilan menggunakan pedang di kuil Kurama dari seorang ksatria bertopeng Tengu yang kemungkinan adalah bagian dari pengikut ayahnya yang tersisa.
Pada malam hari dia akan pergi ke sana untuk berlatih. Sebelum meraih pedang di tangannya, dia berdoa kepada para dewa agar memberinya kekuatan untuk membalas dendam pada klan Heike dan mendapatkan kedamaian bagi roh ayahnya. Dia segera menjadi sangat ahli dalam menggunakan pedang.
Kepala kuil terkejut saat melihat Yoshitsune belajar cara menggunakan pedang dari Tengu. Ini adalah kabar buruk bagi kepala kuil, dia telah berjanji pada musuh ayahnya bahwa Yoshitsune tidak akan pernah mengetahui masa lalunya yang sebenarnya.
Jika ada berita seperti itu yang bocor, kepala kuil harus membayar dengan kepalanya. Karena itu, kepala kuil memberi tahu Yoshitsune bahwa dia harus mencukur rambutnya dan mengabdikan hidupnya kepada Buddha. Yoshitsune menolak dan akibatnya dia dikirim ke kuil lain.
Beruntung, disana ia bertemu dengan seseorang yang mendukungnya. Untuk terakhir kalinya ia memandang pegunungan Kurama yang dicintainya, tempat ia menghabiskan waktu kanak-kanaknya. Ia berangkat ke provinsi Oshu. Disaat beranjak dewasa inilah Ushiwakamaru mengambil nama Yoshitsune.
Fujiwara Hidehira mendukung rencana Yoshitsune bahwa dia akan menawarkan bantuan ketika dia harus bertarung. Namun, pemuda itu menjadi tidak sabar dengan segera dia berangkat ke Kyoto untuk melihat keadaan.
Yoshitsune menjalani banyak petualangan karena dia menyukai seni dan musik. Dia berkeliling dengan mengenakan pakaian sutra halus dan memainkan seruling. Dengan cara ini, tidak ada yang menduga bahaya niat balas dendamnya di balik sutra dan serulingnya.
Suatu malam, Yoshitsune sedang menyeberangi Jembatan Gojo untuk pergi ke kuil dan berdoa. Di sana, ia bertemu dengan raksasa Benkei yang ingin menantangnya berduel. Jika dia berhasil melucuti senjata Yoshitsune, raksasa itu akan mengambil pedangnya sebagai pialanya yang keseribu.
Akan tetapi, Yoshitsune yang telah dilatih oleh Tengu dengan mudah berhasil lolos dari raksasa itu dan malah melucuti senjatanya. Karena Benkei telah dikalahkan dengan cara pelucutan senjata, dia menawarkan untuk menjadi pelayan Yoshitsune dan membantunya melawan klan Taira atau Heike. Kedua pria itu menjadi kawan dan teman setia.
Yoritomo, kakak laki-laki Yoshitsune juga telah melarikan diri dari kuil dan telah memulai perjuangan membalas kematian ayah mereka. Karena itu, Yoshitsune dan Benkei datang membantunya.
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR