Nationalgeographic.co.id—Selat Bering merupakan perairan selebar 85 km dan kedalaman 55 meter yang memisahkan benua Asia dan Amerika Utara, dianggap sebagai pintu masuk prasejarah bagi penduduk awal Amerika.
Pada periode pertengahan, akhir, hingga pasca-glasial dari beberapa zaman es besar yang terakhir inilah manusia diperkirakan menyeberang perairan Bering yang dingin dan luas, dan menetap di benua Amerika.
Diperkirakan sekitar 60.000 tahun silam, Selat Bering yang luas tidak serta merta terpisah begitu saja. Para sejarawan mencatat bahwa manusia bermigrasi dari Asia ke Amerika Utara melintasi jembatan darat yang dikenal sebagai Beringia.
Beringia adalah rumah bagi mamalia besar seperti mamut berbulu dan bagi sekelompok kecil manusia yang melakukan perjalanan dari Siberia menuju Alaska.
Perpindahan ini terjadi ketika permukaan laut lebih rendah akibat gletser yang mengunci sejumlah besar volume air dari Selat Bering, sehingga yang terlihat hanya hamparan dasar laut yang luas.
"Ini adalah tanah yang keras, jarang ditumbuhi semak dan tumbuhan; di selatan, terdapat hutan boreal, dan tempat bertemunya daratan dengan laut, hutan rumput laut, dan anjing laut," tulis Adam Rutherford.
Ia menulisnya kepada The Atlantic dalam artikel berjudul "A New History of the First Peoples in the Americas" yang diterbitkan pada 3 Oktober 2017.
Periode pertengahan Wisconsin pra-60.000 tahun silam, merupakan periode penting dalam sejarah diaspora manusia. Saat itulah Homo neanderthalensis digantikan oleh Homo sapiens atau manusia modern.
"Di masa itu pula ketika flora dan fauna raksasa yang berlimpah seperti mamut, mastodon, musk ox, kuda, bison, rusa, rusa besar, dan unta seperti menyebrang dari Siberia ke Amerika bagian Utara," tulis James R Christianson.
James menulisnya kepada Brigham Young University dalam artikel ilmiahnya berjudul "The Bering Strait and American Indian Origins", yang diterbitkan pada tahun 2022. Selat Bering telah menjadi objek penelitian ilmiah bahwa orang Paleo-Indian memasuki Amerika dalam banyak kajian.
Mereka telah menjadi pandangan dominan para peneliti selama beberapa dekade dan terus menjadi teori yang paling diterima untuk membuktikan penduduk asli Amerika. Banyak penyeberangan yang berhasil tanpa menggunakan perahu juga telah tercatat setidaknya sejak awal abad ke-20.
Teori ini didasari berkat adanya penelitian tentang fosil dan artefak asing di kawasan Amerika. Pada tahun 1930-an, para ilmuwan memeriksa tumpukan tulang mamut di Clovis, tempat mereka menemukan ujung tombak yang khas.
Sejak itu, puluhan ribu “titik Clovis” telah ditemukan di seluruh Amerika Utara dan hingga Venezuela bagian selatan. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa orang-orang Clovis pastilah orang-orang pertama di Amerika, yang tiba 13.000 tahun yang lalu.
Budaya Clovis adalah budaya arkeologi Paleoamerika prasejarah, dinamai berdasarkan perkakas batu dan tulang berbeda yang ditemukan terkait erat dengan fauna Pleistosen.
Namun, ahli geologi memperumit masalah dengan menyatakan bahwa Selat Bering baru bisa dilewati 10.000 atau 12.000 tahun yang lalu. Hal ini memunculkan teori bahwa manusia purba mungkin telah berlayar menyusuri pantai Pasifik menuju Dunia Baru.
Sementara itu, pada tahun 2015, ahli genetika Universitas Harvard Pontus Skoglund menemukan hubungan DNA antara suku Indian Amazon dan masyarakat adat di Australia dan Nugini.
Warisan dari sejarah diaspora Amerika ini—yang masih ada dalam genom beberapa orang Siberia saat ini—menambah bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa orang Amerika Utara telah melakukan kontak dengan tetangga mereka di Asia utara selama ribuan tahun sebelum orang Eropa tiba.
Fakta bahwa orang-orang dari Asia utara dan Amerika Utara pernah melakukan kontak tidaklah mengejutkan jika kita mempertimbangkan seberapa dekat kedua daratan tersebut satu sama lain.
Meski demikian, kapan dan bagaimana tepatnya sejarah diaspora manusia pertama kali tiba di benua Amerika merupakan salah satu perdebatan lama dalam arkeologi.
Namun, yang jelas bahwa Siberia pernah menjadi sarang migrasi yang menghubungkan orang-orang Siberia kuno dengan populasi yang jauh seperti Jepang dan Greenland, demikian temuan para peneliti.
Mengenai Selat Bering, meskipun penduduk awal wilayah tersebut mungkin terisolasi satu sama lain setelah hilangnya Jembatan Darat di Selat Bering, generasi selanjutnya tidak akan begitu terbatas. Mereka telah menemukan teknologi pelayaran.
Seiring berjalannya waktu, ada dugaan bahwa terdapat banyak gelombang, atau bahwa orang-orang tertentu dengan teknologi tertentu menyebar dari utara ke selatan.
Sampai pada era kedatangan pasukan Columbus, benua Amerika telah dihuni oleh kelompok-kelompok suku yang tersebar di benua utara dan selatan dalam jumlah yang besar, yang membuktikan adanya sejarah diaspora penduduk awal Amerika.
Source | : | The Atlantic,Brigham Young University |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR