Nationalgeographic.co.id—Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai bahwa ekosistem pesisir Indonesia adalah bagian penting dari restorasi dunia. Upaya meregenerasi mangrove secara alami di Indonesia dianggap memenuhi syarat untuk mendapat penghargaan.
PBB dalam rilis resminya menyebutkan bahwa upaya tersebut kini memenuhi syarat untuk menerima dukungan, pendanaan, atau keahlian teknis dari PBB.
PBB telah mengakui inisiatif untuk melindungi pesisir Indonesia. Terutama dari banjir sebagai salah satu dari 10 upaya perintis untuk menghidupkan kembali alam.
PBB menetapkan upaya tersebut sebagai salah satu Proyek Utama Restorasi Dunia yang pertama. Upaya tersebut menggunakan mangrove untuk membentuk penghalang alami terhadap laut.
Inisiatif-inisiatif ini memenuhi syarat untuk menerima dukungan, pendanaan, atau keahlian teknis PBB.
Seperti diketahui, aktivitas manusia telah secara signifikan mengubah tiga perempat daratan bumi dan dua pertiga lingkungan laut, mendorong 1 juta spesies menuju kepunahan. Pengumuman ini disampaikan ketika para pemimpin berkumpul di Montreal, Kanada untuk menghadiri Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB.
Pada konferensi tersebut, pemerintah dari seluruh dunia akan menyetujui serangkaian tujuan baru untuk alam selama dekade mendatang. Pembicaraan diharapkan mencakup target global potensial untuk restorasi ekosistem.
Indonesia, negara kepulauan dengan 17.000 pulau, kaya akan mangrove yang merupakan surga bagi satwa liar. Mangrove juga membantu melindungi masyarakat pesisir Indonesia dari naiknya air laut dan gelombang badai, masalah yang diperkirakan akan menjadi lebih parah seiring dengan terjadinya krisis karena perubahan iklim.
Namun di banyak tempat, mangrove telah ditebang untuk dijadikan ruang bagi pembangunan dan kolam untuk budi daya ikan. Inisiatif ‘Membangun dengan Alam’ berupaya memulihkan hutan-hutan tersebut.
Berkonsentrasi di Demak, Wetlands International bersama dengan pemerintah Indonesia dan mitra lainnya menginisiasi upaya tersebut. Mereka membantu masyarakat lokal menanam kembali mangrove di wilayah pesisir Indonesia sepanjang garis pantai sepanjang 20 km.
Alih-alih hanya menanam mangrove, inisiatif ini menerapkan pendekatan inovatif dengan menggunakan tembok laut semi-permeabel yang terbuat dari bahan alami untuk memerangkap lumpur dan sedimen.
Mangrove kemudian tumbuh kembali secara alami, dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70 persen–jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 15-20 persen mangrove yang ditanam.
Seiring berjalannya waktu, tanah menumpuk di akar mangrove, sehingga dapat mencegah naiknya permukaan air laut sehingga tidak dapat menggenangi masyarakat. Pekerjaan ini akan meningkatkan ketahanan 70.000 orang terhadap aspek perubahan iklim.
Para ahli juga telah membantu 277 petambak udang membangun tambak udang yang dapat hidup berdampingan dengan mangrove dan meningkatkan keberlanjutan operasi mereka.
Para petani ini telah melihat hasil panen udang mereka meningkat tiga kali lipat. Upaya ini dan inisiatif unggulan lainnya dipilih di bawah bendera Dekade Restorasi Ekosistem Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Itu adalah sebuah gerakan global yang dikoordinasikan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Hal ini dirancang untuk mencegah dan membalikkan degradasi ruang alami di seluruh planet ini.
Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen mengatakan, bahwa inisiatif ‘Membangun untuk Alam’ di Indonesia adalah contoh luar biasa dari upaya adaptasi yang cerdas dan berwawasan ke depan.
Inisiatif tersebut merupakan bagian dari kelompok unggulan Restorasi Dunia yang pertama. "Itu adalah model yang patut ditiru dalam hal bagaimana negara-negara dapat memanfaatkan alam untuk menangkal dampak buruk perubahan iklim sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat," katanya.
Qu Dongyu, Direktur Jenderal FAO, mengatakan, bahwa FAO, bersama dengan UNEP, sebagai salah satu pemimpin Dekade Restorasi Ekosistem PBB, dengan bangga memberikan penghargaan kepada 10 inisiatif restorasi ekosistem yang paling ambisius, visioner, dan menjanjikan sebagai Unggulan Restorasi Dunia 2022.
"Terinspirasi oleh produk-produk unggulan ini, kita dapat belajar memulihkan ekosistem demi produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik bagi semua orang, tanpa meninggalkan siapa pun,” katanya.
Muhammad Yusuf, Direktur Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikana RI, mengatakan bahwa wilayah Demak sangat rentan terkena dampak perubahan iklim.
"Ratusan dan ribuan hektare lahan hilang. Metode ini meniru sistem perakaran pohon bakau. Jadi, sedimen masuk. Air laut berangsur-angsur surut ke laut. Ketika pohon bakau berakar secara kolektif di sana, hal ini akan menjadi penghalang alami untuk mengurangi efek erosi," katanya.
Sementara itu, Pieter van Eijk, kepala program delta dan pantai Wetlands International, mengatakan: “Pengalaman kami dari proyek Building with Nature di Demak telah membantu menciptakan formula yang dapat digunakan di lokasi lain."
"Kami sekarang akan menggunakan pembelajaran ini untuk membawa proyek Building with Nature ke wilayah lain di Asia.”
Negara-negara telah berjanji untuk merestorasi 1 miliar hektar–lebih luas dari Tiongkok–sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap perjanjian iklim Paris.
Kemudian target Aichi untuk keanekaragaman hayati, target Netralitas Degradasi Lahan, dan Bonn Challenge.
Namun, sedikit yang diketahui mengenai kemajuan atau kualitas restorasi ini. Kemajuan dari 10 Proyek Utama Restorasi Dunia akan dipantau secara transparan melalui Kerangka Pemantauan Restorasi Ekosistem.
Source | : | United Nations |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR