Nationalgeographic.co.id - Sebagai Raja Norwegia, Harald Hardada memimpin pasukan dalam sebuah invaasi ke Inggris untuk merebut mahkota pada tahun 1066 M. Namun nahas, ia harus gugur dalam pertempuran tersebut dan menandai akhir dari Zaman Viking.
Hardrada, yang namanya diterjemahkan menjadi "penguasa yang keras" atau "tegas", telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang dapat dipercaya.
Integritas dan keberanian Hardada dalam pertempuran, membawanya dalam perjalanan panjang dari Norwegia ke Rusia, Irak, Yerusalem, dan Sisilia. Pada September 1066, ia tiba di pantai Inggris dengan klaim takhta yang dapat diperdebatkan dan hampir 10.000 orang bersedia bertempur untuk itu.
Namun pada 25 September, Viking tertangkap basah oleh Raja Inggris Harold Godwinson dalam Pertempuran Stamford Bridge.
“Orang-orang Norwegia dibantai. Inggris tidak pernah mengalami ancaman Viking lagi–dan Raja Harald Hardrada dikenal sebagai ‘Viking terakhir’,” tulis Marco Margaritoff, pada laman allthatsinteresting.
Meskipun demikian, serangannya memiliki konsekuensi yang signifikan, sekalipun dalam kegagalan.
Hanya tiga minggu kemudian, Godwinson sendiri dikalahkan oleh William sang Penakluk Normandia. Hal ini mengantarkan ratusan tahun kekuasaan Normandia di Inggris dan mengubah arah sejarah.
Kehidupan Awal dan Pengasingan Harald Hardrada
Terlahir dengan nama Harald Sigurdsson pada tahun 1015 di Ringerike, Norwegia. Ia dibesarkan oleh ibunya, Asta Gudbrandsdatter, dan suami keduanya, Sigur Syr.
Ia memiliki tiga saudara tiri, salah satunya adalah Raja Olaf II dari Norwegia, yang dimahkotai dalam beberapa bulan setelah kelahiran Hardrada.
Hardrada baru berusia 15 tahun ketika ia bergabung dengan saudara tirinya dalam sebuah pengejaran yang mematikan. Raja Olaf II tidak hanya digulingkan oleh Cnut yang Agung dari Denmark, tetapi juga diasingkan dari Norwegia.
Hardrada mencoba membantunya dalam perjuangan berdarah untuk mendapatkan kembali kekuasaan. Namun, akhirnya raja yang dibuang itu jatuh dalam Pertempuran Stiklestad pada tahun 1030 M.
Meskipun ia telah menunjukkan kehebatannya dalam pertempuran, Hardrada terluka parah. Lolos dari serangan Denmark, ia kemudian melarikan diri.
"Dari satu kuburan ke kuburan lain, saya merangkak dan merayap sekarang, tidak berharga," tulis Hardrada. "Siapa yang tahu seberapa tinggi saya akan digembar-gemborkan suatu hari nanti."
Hardrada mencari perlindungan di Staraya Ladoga, Rusia, di sana Pangeran Agung Yaroslav yang Bijaksana menyambutnya dengan tangan terbuka pada tahun 1031.
Istri Yaroslav masih memiliki hubungan keluarga dengan Hardrada. Hardrada mengabdi pada pasukan Yaroslav selama dua tahun, dan kemudian pergi ke selatan–ke Bizantium.
Bagaimana Seorang Prajurit Viking Bergabung dengan Pengawal Kekaisaran Bizantium
“Berlayar di sepanjang Sungai Dnieper, Hardrada menyeberangi Laut Hitam dan tiba di Konstantinopel pada Agustus 1034,” terang Marco.
Ibu kota Bizantium saat itu dikenal oleh orang-orang Skandinavia sebagai Miklagard, "Kota Besar", dan telah menjadi jantung agama Kristen.
Hardrada telah tumbuh menjadi seorang pejuang yang terombang-ambing. Namun kemudian menemukan tujuan dalam Garda Varangian, yang terdiri dari pasukan elite Nordik yang melindungi kota dan kaisar.
Dengan kekaisaran yang membentang dari Italia hingga Yerusalem, kehadiran bangsa Skandinavia ini bukanlah hal yang mengejutkan atau anomali. Hardrada bergabung dengan pasukan ini dalam sebuah petualangan berdarah.
Mencukil sebuah sumber kontemporer, Marco mengatakan, “Mereka menyerang dengan kemarahan yang sembrono dan tidak peduli dengan kehilangan darah atau luka-luka mereka.” Hardrada sendiri digambarkan sebagai "petir dari utara, wabah penyakit bagi semua orang."
Hardrada menghabiskan hampir satu dekade sebagai penjaga, berperang melawan bajak laut di Laut Tengah dan pasukan Arab di Kekaisaran Parthia.
Ia bertempur hingga ke timur sungai Tigris dan Eufrat di Mesopotamia dan ke barat sampai ke Sisilia, yang saat itu diperintah oleh kerajaan Islam.
Selama bertugas di Garda Varangian, Hardrada telah mengumpulkan banyak harta. Meskipun demikian, ia merasa kurang puas lantaran tak mendapat kenaikan pangkat setelah tahunan mengabdi.
Ketika Kaisar Bizantium Michael IV wafat pada Desember 1041 M, Hardrada tidak lagi disukai di istana–dan harus melarikan diri setelah dipenjara.
Untungnya, ia telah mengamankan kekayaannya dengan mengirimkan harta rampasannya kembali ke Yaroslav. Hardrada kembali ke kerajaannya pada tahun 1042 M dan menikahi putrinya, Elizabeth.
Kembalinya Raja Harald Hardrada dan Runtuhnya Bangsa Viking
Pada tahun 1045 M, Harald Hardrada mengetahui bahwa putra saudara tirinya, Olaf II, Magnus, telah dinobatkan sebagai Raja Norwegia dan Denmark.
“Dengan kekayaan baru yang dimiliki Hardrada, ia bersekutu dengan Sweyn II, yang berpura-pura menjadi raja Denmark, untuk memimpin serangan terhadap Magnus,” kata Marco. “Namun Magnus, yang sangat membutuhkan uang untuk kas kerajaan, menawarkan sebuah kompromi.”
Magnus dan Harald akan menjadi penguasa Norwegia bersama. Di sisi lain, Sweyn, yang pernah dikalahkan Magnus dalam pertempuran, akan mewarisi Kerajaan Denmark setelah kematian Magnus.
Dan kurang dari dua tahun kemudian, Raja Magnus meninggal–menjadikan Hardrada sebagai raja Norwegia yang sesungguhnya.
Hardrada, menyadari bahwa ia memiliki klaim yang sah atas takhta Inggris. Hal ini dilatarbelakangi oleh sumpah Raja Nordik dari Denmark dan Inggris, Harthacnut, untuk memberikan kerajaannya kepada Magnus.
Namun, Magnus tidak tertarik dengan Inggris, dan lebih memilih untuk memfokuskan upayanya untuk menguasai Skandinavia.
Untuk gantinya, Edward sang Pengaku, saudara tiri Harthacnut, menjadi Raja Inggris. Sebagai penerus Magnus, Hardrada merasa ditipu.
Hardrada memiliki tujuan untuk mengembalikan "Kekaisaran Laut Utara" yang didirikan oleh ayah Harthacnut, Cnut yang Agung. Ia mencoba untuk menyatukan Kerajaan Inggris, Norwegia, dan Denmark sekali lagi.
Namun, ketika Edward meninggal pada tahun 1066 M, seorang bangsawan Inggris bernama Harold Godwinson naik takhta.
“Karena ia hanya akan menyerahkan takhta tersebut setelah kematiannya, Hardrada melancarkan invasi ke Inggris bersama saudara Edward yang terasing, Tostig, dan ribuan pasukan dengan ratusan kapal Viking,” kata Marco.
Bertekad untuk merebut takhta, Hardrada merencanakan sebuah serangan mendadak pada 25 September 1066 M. Meskipun legenda mengatakan bahwa ia berperang seperti seorang pengamuk sejati untuk mendapatkan mahkota, ia tewas dalam pertempuran ini.
Hutan Mikro Ala Jepang, Solusi Atasi Deforestasi yang Masih Saja Sulit Dibendung?
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR