Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Yunani, Ixion adalah raja Lapith yang jahat dan bapak ras Centaur yang diikat pada roda api abadi. Ia terus berputar selamanya di Hades, dunia bawah dalam mitologi Yunani yang kelam dan suram.
Dikisahkan, Ixion yang merupakan raja Lapith telah mencoba merayu Hera, istri dari dewa tertinggi Zeus dalam mitologi Yunani. Ixion memaksa untuk berhubungan intim dengan Hera namun ketahuan oleh Zeus.
Mengetahui hal tersebut, dewa Zeus marah dan ia kemudian menipu Ixion. Dewa Zeus mengubah awan untuk menyerupai Hera dan Ixion bercinta dengan Hera yang sebenarnya adalah awan yang diubah Zeus.
Dari hasil hubungan tersebut lahirlah Centaurus, pendiri ras Centaur. Dengan demikian Ixion menjadi bapak dari ras Centaur yang menjadi legenda dalam mitologi Yunani.
Ixion mendapatkan hukuman abadi atas kelakuan dan rasa tidak hormatnya terhadap umat manusia dan para dewa. Ixion harus menjalani hukuman terikat pada roda api yang terus berputar di Hades.
Hades dalam mitologi Yunani adalah tempat dunia bawah yang kelam dan suram. Istilah Hades juga untuk menyebut dewa yang menguasainya, yaitu Dewa Hades.
Ixion & Eioneus
Ixion adalah putra Phlegyas dan raja Lapith, sebuah suku kuno di Thessaly. Dia berjanji untuk menikahi putri Eioneus yang bernama Dia. Eioneus adalah prajurit dalam perang Troya yang terkenal.
Akan tetapi, Ixion tidak ingin membayar hadiah pengantin. Untuk menghindari pembayaran hadiah pengantin yang dia janjikan kepada ayah Dia, Ixion malah memutuskan untuk membunuh Eioneus.
Saat mengundang Eioneus ke perjamuan di istana Lapith, Ixion telah menyiapkan jebakan dengan menggali lubang tersembunyi, yang di dasarnya terdapat api membara.
Semuanya berjalan sesuai rencananya. Eioneus ayah Dia yang tidak menaruh curiga jatuh ke dalam lubang dan terbakar sampai mati.
Para dewa marah atas tindakan mengerikan ini, tetapi Zeus, karena alasan yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri, merasa kasihan pada Ixion.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR