Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 1880, penemu dari Amerika, James Albert Bonsack, mengembangkan mesin linting modern. Mesin yang ia ciptakan dapat menghasilkan sekitar 200 rokok per menit. Hal ini membuat rokok menjadi lebih terjangkau dan dapat diakses populasi yang luas.
Namun, orang telah merokok tembakau selama ribuan tahun. Perkembangan rokok, seperti yang kita kenal sekarang, melibatkan kontribusi dari banyak orang selain James Albert Bonsack.
“Sebelum penemuan mesin Bonsack, rokok umumnya dilinting dengan tangan, yang membatasi kapasitas produksinya dan membuatnya relatif mahal,” tulis James Hardy pada laman History Cooperative.
Sejarah Awal Tembakau dan Rokok
Penggunaan tembakau sebagai basis perkembangan rokok dimulai dari penduduk asli di Amerika. Mereka tidak hanya mengonsumsi tembakau untuk kesenangan, melainkan juga menganggapnya memiliki nilai sakral yang tak terpisahkan dari upacara keagamaan dan pengobatan.
Pelayaran Christopher Columbus dan ekspedisinya ke Dunia Baru menjadi awal penemuan tembakau dan penyebarannya ke Eropa.
Seiring diperkenalkannya tembakau ke wilayah-wilayah baru, penggunaannya meresap dalam berbagai budaya dan praktik, melampaui batas-batas asalnya yang bersifat sakral. Orang Inggris, misalnya, sangat menyukai rokok dengan pipa.
Pergeseran dari adopsi tembakau secara umum ke lahirnya rokok memiliki perjalanan evolusi yang tidak sebatas pada satu momen "Eureka", melainkan evolusi bertahap.
Kemiripan awal rokok terjadi saat Perang Krimea (1853-1856). Prajurit Kekaisaran Ottoman, dikepung, mulai melinting tembakau dengan kertas sebagai solusi merokok darurat.
Di wilayah terpencil di Prancis dan Spanyol, penduduk miskin mulai merokok cerutu yang mereka gulung sendiri dengan tangan, menciptakan pengalaman merokok yang terjangkau.
Popularitas merokok cerutu mulai merata pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Mekanisasi, terutama dengan penemuan mesin pembuat rokok oleh Bonsack, mempercepat produksi massal, menurunkan biaya, dan memperluas akses rokok ke masyarakat luas.
“Gabungan dengan strategi pemasaran cerdik yang merasuk dalam masyarakat membawa rokok ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari, membentuk norma sosial, dan menjadikannya komoditas global,” kata Hardy.
Rokok juga termasuk dalam ransum militer selama Perang Dunia, tak sengaja menjadi sarana distribusi dan globalisasi yang masif.
Industri tembakau, hasil dari kecerdasan komersial, mengarahkan promosi mereka ke beragam lapisan masyarakat.
Berbagai industri raksasa, menggunakan pengaruhnya untuk menganggap merokok sebagai kebiasaan yang lazim bagi semua jenis kelamin, kelas sosial, dan usia.
Sejarah Rokok di Asia dan Indonesia
Tembakau mulai masuk ke Asia pada abad ke-16, berkat para pelaut Spanyol yang singgah di Filipina. Mereka membawa tembakau dari Meksiko, dan menanamnya di Filipina.
Tembakau kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, melalui perdagangan dan kolonialisme. Tembakau juga masuk ke Asia Timur, seperti Cina, Jepang, dan Korea, melalui jalur sutra atau kapal dagang.
Tembakau di Asia biasanya dihisap dengan pipa, digulung dengan kertas, atau menggulungnya dengan daun jagung (rokok klobot).
Rokok di Indonesia memiliki sejarah dan budaya yang kaya. Rokok pertama kali diperkenalkan oleh pedagang Belanda pada abad ke-17, yang membawa tembakau dari Eropa.
Rokok pada awalnya dianggap sebagai barang mewah dan hanya dikonsumsi oleh kaum bangsawan dan pejabat kolonial.
Namun, seiring berjalannya waktu, rokok mulai menyebar ke berbagai lapisan masyarakat. Hal ini terjadi, terutama setelah Belanda memaksakan tanam paksa tembakau di Indonesia pada abad ke-19.
Rokok di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri, yaitu kretek, yang merupakan rokok yang dicampur dengan cengkeh. Kretek pertama kali diciptakan oleh seorang pria bernama Haji Jamhari, yang tinggal di Kudus, Jawa Tengah, pada tahun 1880.
Jamhari mencampur tembakau dengan cengkeh untuk mengobati asmanya, dan menemukan bahwa campuran tersebut memiliki rasa dan aroma yang enak. Ia kemudian mulai menjual rokok kretek buatannya, dan mendapat sambutan baik dari masyarakat.
Kretek kemudian berkembang menjadi industri rokok yang besar di Indonesia, dengan berbagai merek dan variasi.
Masyarakat di wilayah Asia atau Indonesia mungkin telah menggunakan bahan-bahan lokal atau tanaman lain dalam praktik merokok, sebelum datangnya orang-orang Eropa.
Mungkin mereka menggunakan daun-daunan atau tanaman lain yang memiliki atau memberikan sensasi merokok namun bukan tembakau. Tapi secara spesifik, informasi tentang apa yang digunakan sebelum tembakau sulit untuk dipastikan karena catatan sejarahnya tidak terlalu terdokumentasi dengan baik.
Rokok Modern dan Alternatifnya
Maju cepat ke masa kini, rokok telah berevolusi, menggabungkan kemajuan teknologi dan beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen dan lanskap regulasi.
Abad ke-21 menyaksikan munculnya rokok elektrik, dan perangkat vaping. Beberapa orang menganggapnya sebagai alternatif rokok tembakau konvensional.
Dibuat oleh apoteker Cina Hon Lik pada tahun 2003, rokok elektrik menguapkan cairan (biasanya mengandung nikotin, perasa, dan bahan kimia lainnya). Ia mampu memberikan sensasi nikotin tanpa asap tembakau.
Pengenalan perangkat semacam ini telah memicu perdebatan di kalangan profesional kesehatan dan badan pengatur mengenai keamanan.
Hard menjelaskan, perubahan kebiasaan merokok, terutama di kalangan anak muda, menunjukkan adanya perubahan dalam pengaruh dan budaya.
“Rokok elektrik dan produk vaping, sering dianggap sebagai simbol gaya hidup modern, telah menyatu dalam budaya anak muda, meningkatkan kekhawatiran akan kecanduan nikotin pada generasi mendatang,” kata Hardy.
Sedimen Dasar Laut, 'Area Mati' yang Justru Penting dalam Ekosistem 'Blue Carbon'
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR