Rokok di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri, yaitu kretek, yang merupakan rokok yang dicampur dengan cengkeh. Kretek pertama kali diciptakan oleh seorang pria bernama Haji Jamhari, yang tinggal di Kudus, Jawa Tengah, pada tahun 1880.
Jamhari mencampur tembakau dengan cengkeh untuk mengobati asmanya, dan menemukan bahwa campuran tersebut memiliki rasa dan aroma yang enak. Ia kemudian mulai menjual rokok kretek buatannya, dan mendapat sambutan baik dari masyarakat.
Kretek kemudian berkembang menjadi industri rokok yang besar di Indonesia, dengan berbagai merek dan variasi.
Masyarakat di wilayah Asia atau Indonesia mungkin telah menggunakan bahan-bahan lokal atau tanaman lain dalam praktik merokok, sebelum datangnya orang-orang Eropa.
Mungkin mereka menggunakan daun-daunan atau tanaman lain yang memiliki atau memberikan sensasi merokok namun bukan tembakau. Tapi secara spesifik, informasi tentang apa yang digunakan sebelum tembakau sulit untuk dipastikan karena catatan sejarahnya tidak terlalu terdokumentasi dengan baik.
Rokok Modern dan Alternatifnya
Maju cepat ke masa kini, rokok telah berevolusi, menggabungkan kemajuan teknologi dan beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen dan lanskap regulasi.
Abad ke-21 menyaksikan munculnya rokok elektrik, dan perangkat vaping. Beberapa orang menganggapnya sebagai alternatif rokok tembakau konvensional.
Dibuat oleh apoteker Cina Hon Lik pada tahun 2003, rokok elektrik menguapkan cairan (biasanya mengandung nikotin, perasa, dan bahan kimia lainnya). Ia mampu memberikan sensasi nikotin tanpa asap tembakau.
Pengenalan perangkat semacam ini telah memicu perdebatan di kalangan profesional kesehatan dan badan pengatur mengenai keamanan.
Hard menjelaskan, perubahan kebiasaan merokok, terutama di kalangan anak muda, menunjukkan adanya perubahan dalam pengaruh dan budaya.
“Rokok elektrik dan produk vaping, sering dianggap sebagai simbol gaya hidup modern, telah menyatu dalam budaya anak muda, meningkatkan kekhawatiran akan kecanduan nikotin pada generasi mendatang,” kata Hardy.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR