Nationalgeographic.co.id—Arogansi kekuasaan kembali mencoreng citra publik figur.
Belum lama ini, jagat maya dihebohkan oleh video viral yang memperlihatkan seorang wanita, yang diduga kuat merupakan anggota DPRD Sumatera Utara berinisial MZ, melakukan tindakan kekerasan yang tak terpuji: mencekik seorang pramugari di dalam kabin pesawat.
Insiden bermula dari persoalan penempatan bagasi, namun eskalasinya dengan cepat memperlihatkan betapa seorang individu yang memiliki kedudukan dapat merasa berhak untuk melampaui batas, mengabaikan prosedur standar, bahkan melakukan penyerangan fisik terhadap petugas yang menjalankan tugasnya.
Peristiwa memilukan ini memicu pertanyaan mendasar tentang akar dari perilaku semacam itu.
Lebih dari sekadar temperamen buruk atau respons emosional sesaat, kejadian ini membuka jendela lebar untuk mengamati sebuah fenomena psikologis yang lebih dalam, sebuah kondisi di mana kekuasaan dan kesuksesan yang diraih perlahan-lahan mengikis rasa hormat terhadap orang lain dan menumbuhkan keyakinan yang keliru akan superioritas diri.
Inilah ranah gelap yang dikenal sebagai sindrom hubris, sebuah kondisi psikologis yang dapat menjangkiti siapa saja yang menduduki posisi puncak, membutakan mereka terhadap realitas dan mendorong pada tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Lantas, bagaimana sindrom hubris ini bekerja? Apa saja ciri-ciri yang membedakannya dari sekadar keangkuhan biasa? Dan yang terpenting, bagaimana kita dapat mengenali dan mencegah bahayanya, terutama ketika menjangkiti para pemimpin yang memiliki kendali atas banyak aspek kehidupan?
Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena sindrom hubris, menelusuri jejaknya dalam berbagai konteks, dan merenungkan implikasinya bagi tatanan sosial dan kepemimpinan yang sehat.
Melampaui Batas Kegelapan: Mengenal Sindrom Hubris
Menurut Susan Krauss Whitbourne di laman Psychology Today, individu dengan kepribadian Dark Triad yang manipulatif sering dianggap sebagai representasi puncak dari ketoksikan, dan anggapan ini semakin kuat dengan penambahan sifat sadisme yang membentuk Dark Tetrad.
Baca Juga: Post-Vacation Blues, Sindrom yang Sering Muncul usai Liburan Idulfitri
KOMENTAR