Nationalgeographic.co.id – Danau Tondano menjadi pusat perhatian pada gelaran Minahasa Wakefest 2023 yang berlangsung pada Jumat (24/11/2023) hingga Minggu (26/11/2023).
Kompetisi olahraga air wakeboarding dan wakesurfing tersebut diikuti oleh atlet dari tujuh negara, termasuk Indonesia.
Tak hanya kompetisi, Minahasa Wakefest 2023 yang mengangkat tema "Lake Tondano, Home for Everyone" tersebut juga menghadirkan pesona budaya masyarakat Minahasa yang beragam dan keunikan Danau Tondano.
Sebagai informasi, Danau Tondano merupakan danau alami yang paling luas dan dalam di Sulawesi Utara.
Bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya, Danau Tondano diyakini sebagai "pemberian ilahi". Ini karena hampir seluruh aspek kehidupan mereka didukung oleh Danau Tondano.
Ilmuwan yang telah lama mendalami Danau Tondano, Meidy Tinangon, menggambarkan keistimewaan Danau Tondano.
Saat ditemui dalam kesempatan wawancara, Meidy mengatakan bahwa Danau Tondano punya peran besar terhadap pelestarian flora dan fauna.
Ikan nike, contohnya, hewan endemik Tondano ini hidup berdampingan dengan ikan mujair yang dipercaya sebagai penunggu asli Danau Tondano.
Ketika hujan datang, air dari sungai di sekitar akan bermuara ke Danau Tondano. Air bersih dari danau dimanfaatkan masyarakat Minahasa untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian.
“Ada 30 sungai yang mengalir ke danau. Namun, tidak semua sungai itu aktif. Beberapa baru akan mengalir setelah musim hujan. Khususnya, dari dataran tinggi,” ujar Meidy.
Aliran danau juga dimanfaatkan pemerintah Minahasa sebagai sumber pembangkit listrik dengan nama pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Tonsea Lama.
Selama Danau Tondano masih menyediakan air, PLTA Tonsea Lama akan dioptimalkan untuk memasok listrik ke wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo (Sulutgo). Selama 2020, PLTA ini memproduksi daya sebesar 36,7 juta kilowatt jam (kWh).
“Danau ini membawa banyak manfaat bagi masyarakat Sulut dan Gorontalo,” ujarnya.
Hingga 2023, Danau Tondano juga masih diandalkan masyarakat sekitar sebagai lokasi budidaya ikan. Khususnya, ikan nike dan ikan payangka.
Ikan nike memiliki ukuran sebesar udang rebon, sementara ikan payangka memiliki ukuran yang lebih besar, seperti ikan pada umumnya.
Namun, komoditas ikan nike lebih banyak diminati masyarakat dan wisatawan lantaran bentuk dan cita rasanya yang unik. Peluang ini akhirnya dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian.
“Ikan nike ini banyak dicari oleh restoran-restoran. Bahkan, restoran di Manado juga banyak yang mencari. Makanya, setiap hari pasti ada yang menjaring ikan ini,” ucap Meidy.
Untuk menangkap ikan nike, penduduk asli umumnya menggunakan jaring dan daun nipah yang dibuat menjadi pagar di tengah danau.
“Di malam hari, beberapa nelayan juga kerap menggunakan lampu kecil untuk menarik ikan ini,” ujarnya
Sejalan dengan naiknya permintaan ikan yang hidup di Danau Tondano dari Manado, masyarakat sekitar pun berinisiatif untuk membuat rumah makan milik sendiri.
Baca Juga: Minahasa Wakefest 2023 Berhasil Bangkitkan Olahraga Air di Danau Tondano
Di sini, wisatawan bisa menikmati kreasi olahan ikan nike seperti perkedel, tumis, hingga bakwan yang digoreng kering sembari melihat Gunung Kaweng dan pulau yang terletak di tengah danau.
“Restoran milik penduduk biasanya ada di pinggir danau. Makannya pun dengan suasana lesehan,” tambahnya.
Meski menyimpan banyak potensi, Meidy mengaku, pelestarian danau masih memerlukan banyak perhatian dari berbagai kalangan. Pasalnya, kedalaman danau terus mendangkal dari tahun ke tahun.
“Pada 1934, kedalaman Danau Tondano mencapai 40 meter. Namun pada 2010, kedalamannya menjadi hanya 14 meter,” ungkapnya.
Luas danau juga diakui Meidy terus menyempit, yakni dari 4.700 hektare hingga tersisa 3.925 hektare.
Penyempitan danau juga dipercepat oleh banyaknya warga yang mendirikan rumah dan tempat usaha di tepian danau, baik restoran maupun keramba jaring apung.
“Limbah pertanian, peternakan, dan keramba pun menyuburkan eceng gondok, sementara sampah rumah tangga menumpuk,” ungkapnya.
Untuk melestarikan danau ini, Meidy mengimbau wisatawan maupun masyarakat sekitar ikut berperan aktif dalam memerangi eceng gondok.
Sebab, eceng gondok dapat mengurangi kadar oksigen dalam air, sehingga mengancam keberlangsungan ikan dan tanaman di dalamnya.
“Makanya kalau mau angkat eceng gondok, jangan pas berbunga. Karena nanti serbuk dari bunga itu jatuh, benih spora akan menyebar, dan membuat tanaman ini cepat berkembang,” pungkasnya.
Penulis | : | Sheila Respati |
Editor | : | Sheila Respati |