Meski singkat, Monroe akhirnya diakui sebagai aktris sejati berkat penampilannya di The Asphalt Jungle. Johnny Hyde mendapatkan kontrak 7 tahun dengan 20th Century Fox untuk Monroe pada bulan Desember 1950. Hanya beberapa hari setelah mengatur terobosan penting ini untuk Monroe, Hyde meninggal karena serangan jantung. Kematiannya meninggalkan Monroe patah hati dan sendirian.
Monroe memainkan peran kecil dalam tiga film komedi Fox yang sebagian sukses pada tahun 1951. Meskipun demikian, ia dipuji oleh media ternama seperti Los Angeles Daily News dan The New York Times. Media menyebutnya sebagai salah satu aktris pendatang baru yang paling menjanjikan.
Penggemarnya kian bertambah. Setiap minggunya, dia mendapat puluhan ribu surat dari penggemarnya. Marilyn juga diakui oleh Hollywood Foreign Press Association sebagai ikon box office muda terbaik tahun 1952.
Skandal yang membuahkan peluang
Monroe mengumumkan kepada publik bahwa dia berpose telanjang untuk kalender pada tahun 1949. Untuk melindungi kariernya yang sedang berkembang, pihak studia mengakui bahwa Monroe berada dalam kehancuran finansial pada saat itu.
Taktik tersebut membantunya mendapatkan popularitas, ia pun mendapatkan peran utama. Menyusul kontroversi tersebut, Monroe muncul di sampul beberapa majalah dan surat kabar terkenal. Dekat dengan pengungkapan skandal tersebut, filmnya Clash by Night, Don't Bother to Knock, dan We're Not Married pun dirilis.
Monroe ingin lebih memamerkan bakat aktingnya meskipun reputasi barunya adalah sebagai ikon seks. Penampilannya baru-baru ini mendapat ulasan yang baik.
Sepanjang tahun 1952, Monroe menggunakan aksi media untuk mengamankan posisinya sebagai bom seks. Dia diduga mengatakan kepada seorang jurnalis gosip bahwa dia biasanya tidak mengenakan celana saat mengenakan pakaian minim.
Monroe mengembangkan rekam jejak sebagai tantangan yang harus dihadapi selama ini. “Reputasinya menjadi lebih buruk seiring berjalannya kehidupan profesionalnya,” tambah Oliveira. Dia sering datang terlambat dari jadwal atau tidak datang sama sekali dan lupa dialognya. Ia bahkan memerlukan banyak pengambilan gambar sebelum puas dengan penampilannya.
Meskipun Monroe mengasah keterampilannya, kru film menggambarkan ini sebagai perilaku yang memalukan.
Para sutradara juga kecewa dengan ketergantungan Monroe pada guru aktingnya, terutama Letyss. Permasalahannya dianggap berasal dari kecemasan terhadap kinerja, harga diri yang tidak memadai, dan perfeksionisme.
Monroe membenci kurangnya otoritas yang dimilikinya di lokasi syuting. Ia merasa tidak mengalami masalah yang sama dengan proyek fotografi. Di proyek fotografi, Monroe memiliki otonomi yang lebih besar dan mampu menjadi lebih ekspresif.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR