Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 75 SM, nama Julius Caesar belum banyak dikenal. Kisah ini bermula saat pelayarannya harus tertunda akibat penawanan dari sejumlah perompak barbar.
Saat itu, ia tengah berlayar melintasi Laut Aegea ke pulau Rhodes demi belajar pidato. Pidato menjadi sebuah praktik umum bagi anak muda Romawi yang ambisius untuk dapat memasuki dunia politik.
Sayangnya, dalam perjalanannya itu, sekelompok bajak laut dari Kilikia—wilayah selatan Asia Kecil yang terkenal karena pembajakannya—menangkap kapalnya dan menahannya untuk mendapatkan uang tebusan.
Pada akhirnya, hal ini sangat disayangkan bagi Julius Caesar, yang perjalanan untuk studi pidatonya menjadi tertunda.
Tapi, "yang lebih disayangkan lagi bagi nasib para perompaknya," tulis Khalid Elhassan kepada History Collection dalam artikelnya Unusual Historic Events That Will Make You Cringe For Days, terbitan 4 Januari 2024.
Caesar muda memang berbeda sejak dulu jika dibandingkan dengan tawanan lain yang sebelumnya ditemui oleh para bajak laut.
Alih-alih gemetar ketakutan karena penawanan itu, Julius malah menjadi akrab seketika dengan para perompak.
Namun, tujuan penawanan terhadap Julius adalah untuk mendapatkan uang tebusan. Mereka tak pernah tahu sedang berhadapan dengan siapa. Para perompak itu meminta uang tebusan sebesar 20 tálanton—koin perak mata uang Yunani dan Romawi.
Ketika perompak itu mengajukan maksud penawanannya untuk mendapatkan 20 tálanton, Julius Caesar dengan tegas menyeloroh. Ia malah menawarkan untuk menambahkan permintaan perompak menjadi 50 tálanton.
Sontak, para perompak tertawa terbahak-bahak mendengar seloroh Julius. Mereka menganggap Julius melemparkan lelucon yang membuat seisi kapal pecah.
Bagaimana mungkin seorang tawanan ini ingin penebusnya memberi uang lebih besar dari yang diminta?
Meski menganggapnya sebagai lelucon, perompak menyetujuinya. Mereka menunggui penebus Julius untuk menyelamatkannya. Perompak tampak semakin yakin bahwa mereka akan mendapatkan uang tebusan yang lebih besar.
Seminggu sudah berlalu para perompak Kilikia bersama dengan tawanannya yang mereka anggap aneh itu. Tingkahnya tidak biasa, terkesan lucu bagi mereka. Julius terlalu berani dan tak takut mati kalau-kalau para perompak bisa saja membunuhnya.
Misalnya, ketika para perompak itu bergurau hingga menyebabkan kegaduhan di kapal, menjelang malam tiba di saat Julius akan tidur, Julius menegur mereka. Tak jarang juga hingga membentaknya.
Perompak Kilikia sampai terheran-heran. Sekalipun jika ditantang berkelahi, Julius tak pernah gentar sekalipun. Para bajak laut itu menjadi keheranan dengan tawanan mereka yang satu ini. Mereka juga memandang tawanan ini tidak hanya aneh, tapi juga lucu.
Saat hening, pecah kondisi kapal seketika, dikagetkan dengan suara pidato atau puisi. Tak jarang membuat lelucon yang aneh di atas laut. Atau, sering juga Julius membuat jengkel para penawannya itu.
Ketika selesai berpuisi dan berpidato, jika para perompak kebingungan atau malah menertawainya, Julius mencacinya. "Julius mencaci-maki mereka dengan sebutan orang barbar yang tidak berbudaya, jika mereka tidak mengapresiasinya," imbuh Khalid.
Kondisi serba aneh selalu meliputi kapal perompak itu. Sudah hampir dua minggu mereka terapung menunggu uang tebusan, semakin hari, semakin aneh saja gelagat dari Julius. Perompak merasa bahwa mereka menawan seseorang yang tak biasa.
Bahkan, sebelum datang penebusnya, Julius berjanji akan kembali kepada perompak itu untuk menyalib mereka semua. Omongannya itu membuat perompak semakin memandang Julius orang yang aneh, dan beberapa perompak menertawakan itu sebagai lelucon.
Akhirnya, setelah 38 hari ditawan di atas kapal bersama perompak itu, penebus Julius akhirnya datang juga dengan membawa uang tebusan sebesar yang mereka sepakati, 50 tálanton. Uang yang membuat perompak puas.
Segera setelah dibebaskan, dia bergegas menuju Miletus, di pantai barat Asia Kecil. Meskipun dia tidak memiliki otoritas resmi apa pun kala itu, tapi dia sudah memikirkan lama untuk membentuk pasukan angkatan laut ad hoc.
Tak berselang lama, para perompak dikejutkan dengan kedatangan pasukan dalam jumlah besar yang menghampiri kapal para perompak yang akan mencari mangsa selanjutnya. Ia melihat Julius sebagai pempimpin dari armada militer itu.
Kini, Julius sudah tak terlihat sebagai orang aneh dan lucu lagi. Ia lebih terlihat mengerikan dari hari-hari sebelumnya. Perompak itu segera terkepung dan ditawan oleh armada militer yang dibawa Julius.
Julius Caesar membawa mereka ke Pergamus, tempat yang lebih jauh dari pesisir Asia Kecil, lalu mengurung mereka. Kini, gantian Julius menawan mereka. Setelahnya, Julius berupaya mencari penguasa yang bisa mengadili mereka secara hukum.
Julius bergegas menuju ke Efesus, ibu kota provinsi tersebut, dan meminta gubernur Romawi melakukan tugasnya dan mengadili mereka atas dasar hukum yang jelas dan kuat. Namun, tak digubrisnya.
Julius Caesar mengetahui kebobrokan dan sikap korup yang ditunjukkan oleh pemimpin Romawi di Efesus kala itu. Gubernur Romawi itu malah menunggu tebusan (suap) dari para permopak untuk kemudian membebaskannya.
Julius Caesar lantas merasa muak dengan sikapnya. Ia bergegas meninggalkan tempat itu karena kecewa, dan berniat untuk mengadili atas otoritasnya sendiri. Ia meminta pasukan militer ad hoc-nya untuk menyalib semua perompak itu.
Kini, yang terngiang dalam kepala perompak itu "jadi kenyataan!" Mereka yang dulu menertawakan Julius karena berjanji akan menyalib mereka, kini ia akan menepati janjinya. Perompak itu menjadi yakin bahwa mereka salah menangkap mangsa.
Namun, Julius masih mengingat tentang beberapa kebaikan yang dibayangkannya semasa ditawan. Ia ingin memperingan hukuman para perompak itu. Julius mengerti, jika penyaliban hanya akan menyiksa mereka, membuat mereka menderita.
Julius lebih memilih untuk menggorok leher mereka satu per satu hingga mereka benar-benar mati, tanpa tersiksa karena hukum salib.
Sebuah kisah tragis dari peristiwa salah tangkap perompak Kilikia yang menganggap Julius adalah lelucon. Mereka tidak pernah tahu, bahwa di kemudian hari, Julius menjadi kaisar terbesar dalam sejarah Romawi Kuno karena ketangguhan dan kekejamannya.
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR