“Pengelolaan danau dapat dilakukan dengan mengendalikan pertumbuhan eceng gondok melalui pemanfaatan eceng gondok secara sistematis dan terstruktur sehingga secara langsung mengendalikan laju peningkatan luas areal eceng gondok. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomis, seperti pupuk organik dan biogas,” saran para peneliti dari Universitas Sam Ratulangi dalam makalah itu.
Eceng gondok sering dianggap gulma karena punya kecepatan tumbuh yang tinggi. Daunnya yang lebar dan pertumbuhannya yang tinggi menyebabkan penguapan air yang tinggi sehingga debit air menjadi berkurang dan danau menjadi semakin dangkal. Daunnya yang lebar juga menutup cahaya untuk masuk ke danau dan menurunkan kadar oksigen terlarut di danau. Hal ini mengganggu ikan dan biota lain dalam danau.
Selain menyoroti ancaman yang bisa ditimbulkan oleh spesies eceng gondok, feature ini juga mengangkat nilai budaya mapalus dan ritual ruma’mus ung gio masyarakat Minahasa yangg mungkin bisa menyelamatkan masa depan danau tumpuan banyak orang ini. Kisah lengkap feature "Air Massa Minahasa" ini dapat dibaca di Majalah National Geographic Indonesia edisi terbaru, Januari 2024.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR