Nationalgeographic.co.id—Waktu terus berputar dan bergulir, mengganti hari menjadi tahun, mengganti tahun menjadi abad, dan seterusnya. Namun, waktu tidak akan pernah bisa kembali ataupun diputar balik. Karena hal itulah, waktu menjadi suatu hal yang penting bagi sejarah dunia dan manusia.
Sejak dulu kala, manusia berusaha membuat alat sebagai penunjuk waktu, agar dapat membantu mereka saat melakukan kegiatan sehari-hari.
Dimulai dari temuan konsep jam matahari yang mengukur waktu dengan menggunakan arah jatuhnya bayangan di tanah, jam ini pun memiliki keakuratan menengah. Namun, bangsa Mesir dan Babilonia menggunakan jam matahari ini sebagai penentu waktu mereka.
Contohnya bangsa Mesir, membangun menara granit merah yang disebut Obelisk sebagai jam saat kekuasaan Ramses II sekitar tahun 3500 SM. Sedangkan bangsa Babilonia 2000 SM, menggunakan tongkat kayu yang ditancapkan ke tanah secara tegak lurus sebagai jam matahari. Bayangan yang tercipta dari tongkat kayu tersebut menjadi patokannya.
Inovasi terus berkembang. Setelah ditemukannya jam air dan jam pasir tahun 1380 SM pada masa Raja Amenhotep, penggunaan jam matahari pun mulai ditinggalkan. Kedua jenis jam ini mulai diperkenalkan dan dibawa oleh filsuf Yunani hingga mulai digunakan di Romawi dan Eropa.
Suatu waktu, Raja Charles V dari Prancis meminta kepada seorang tukang kunci yang bernama Henry de Vic untuk membuatkannya alat pedoman waktu. Saat itulah De Vic berhasil membuat jam mekanik dari besi pada tahun 1360. Ketepatan waktunya lebih akurat dibandingkan jam air dan jam pasir.
Kemudian, pada tahun 1364, Giovanni Dondi berhasil membuat jam dinding mekanik pertama untuk menara kota. Sejak temuan Gondi inilah, banyak para penemu yang mencoba membuat jam sejenis.
Meskipun jam telah ada sejak lama, baru pada abad ke-16 jam tersebut dibuat mini dan menjadi jam tangan pertama.
Berdasarkan catatan penting dan kesaksian dari sejarah jam tangan, pria Jerman bernama Peter Henlein dianggap sebagai penemu jam tangan atau arloji dan menjadikannya sebagai aksesori mewah pada masanya.
Peter Henlein dibesarkan di Nuremberg. Orang tuanya, Peter, adalah seorang pandai besi kuningan. Ia tinggal bersama istrinya Barbara Henlein di Nuremberg sejak 1461.
Peter Henlein memiliki kakak laki-laki, Herman Henlein, yang menjadi tukang daging pada tahun 1496.
Source | : | Berbagai sumber,Westland London |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR