Nationalgeographic.co.id—Khutulun adalah seorang wanita bangsawan yang hidup pada abad ke-13 di era Kekaisaran Mongol. Dia dikenal sebagai seorang jawara perempuan terhebat di zamannya. Setiap mengikuti pertandingan gulat, ia nyaris tak terkalahkan.
Namanya yang begitu bersinar, membuatnya tak luput dalam catatan Rashid al-Din, seorang penulis Persia yang tinggal di Ilkhaniyyah, dan pelancong terkenal dari Venesia, Marco Polo.
Kehidupan Awal Khutulun
Lahir sekitar tahun 1260, Khutulun merupakan anak dari Kaidu– cucu dari Ogedei Khan dan sepupu Kubilai Khan. Khutulun juga dikenal sebagai Aigiarne (yang berarti 'bulan yang bersinar'). Ia juga terkadang dipanggil dengan Aiyurug dan Khotol Tsagaan.
Tidak seperti Kubilai Khan, yang mendirikan Dinasti Yuan dan mengadopsi gaya hidup masyarakat Tiongkok, Kaidu memilih untuk mempertahankan gaya hidup nomaden seperti nenek moyangnya.
“Pada tahun 1280, Kaidu adalah salah satu penguasa paling kuat di Kekaisaran Mongol dan dia mempertahankan cengkeramannya yang kuat pada Kekhanan Chagatai, yang berpusat di Asia Tengah,” tulis Wu Mingren, pada laman Ancient Origins.
Pada saat itu, Kekaisaran Mongol telah terpecah-pecah. Gelar 'Khan Agung', yang dipegang oleh Kubilai Khan, hanyalah sebuah formalitas belaka. Hal ini membuka jalan bagi kebangkitan kekuatan lokal dan kelompok-kelompok baru di dalam wilayah-wilayah yang dulunya dikuasai oleh Kekaisaran Mongol.
Alih-alih memperluas perbatasan kekaisaran, berbagai Khan Mongol kini terlibat dalam peperangan yang sia-sia antara satu sama lain. Kaidu adalah salah satu penguasa Mongol yang menentang Kubilai Khan dan sekutunya. Dalam situasi seperti inilah Khutulun lahir.
Khutulun dibesarkan oleh ayahnya dengan gaya hidup nomaden, sama seperti 14 saudara laki-lakinya yang lain.
Seperti kebanyakan bangsawan Mongolia pada saat itu, sejak kecil kecil Khutulun kenyang dengan berbagai latihan seperti gulat, menunggang kuda, dan memanah.
Bagi bangsa Mongol, latihan sejak dini ini tidak hanya bertujuan untuk mempersiapkan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk mempersiapkan mereka menjadi prajurit yang tangguh di masa depan.
Keterampilan bela diri dan kebiasaan berburu sangat penting dalam kehidupan mereka, baik untuk tujuan bertahan hidup maupun untuk berpartisipasi dalam pertempuran.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR