"Kalau misalkan presiden aja di sana (IKN), kan harusnya mereka tahu ada orangutan dan beruang, bisa ditangani. Ibaratnya, ya presiden langsung pun bisa, gitu. Kalau memang niatnya baik, tetapi jangan sampai jadi bumerang."
Bahaya yang mengintai satwa liar bukan hanya masalah pelestarian lingkungan saja. Ancaman lainnya adalah pemeliharaan satwa liar yang mendorong perburuan satwa di hutan.
Berbagai lembaga konservasi telah melaporkan sejumlah kasus perburuan hewan. Perburuan ini disebabkan adanya permintaan pasar untuk satwa liar tertentu untuk dipelihara. Kerap, perburuan satwa liar mengancam keberlangsungan konservasi, karena yang diburu adalah anakan, tetapi juga membunuh induk yang membela diri.
Rheza Maulana, dalam makalah tahun 2022 berjudul "Paradoks kepemilikan satwa liar, di tengah pandemi yang ditularkan oleh satwa liar" mengungkapkan, beberapa pejabat memelihara satwa liar.
Pada 2016, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memamerkan awetan harimau dan macan dalam televisi. Ada pun yang sempat ramai diperbincangkan pada 2022, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang menggunakan kulit harimau sebagai taplak meja. Hal ini menunjukkan dapat dengan mudahnya para pejabat mendapatkan akses pembelian hasil perburuan satwa liar.
"Itu baru di Jakarta. Bagaimana kalau di sana (Kalimantan)?" tutur Rheza. "Jangan sampai ada interaksi dengan satwa. Jadi enggak bisa kita mindset-nya seperti di Jakarta yang enggak ada satwa liar".
Belum lagi konsep kota yang berdekatan dengan hutan memungkinkan interkasi penduduk kota baru dengan satwa liar. "Siapa tahu ada yang hobinya berburu? Itu kan berarti orang masuk [ke habitat satwa]."
Konsep forest city yang harus diawasi
Pemerintah mengusung IKN dengan konsep forest city--kota berbasis hutan. Konsep ini sebenarnya sudah dikembangkan oleh pihak swasta di tempat lain, seperti Bumi Serpong Damai (BSD) di Banten.
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah akan merancang kota yang dilengkapi dengan transportasi umum ramah lingkungan dan teknologi industri dari energi terbarukan. Dengan demikian, diharapkan ibu kota Indonesia yang baru itu bisa menjaga kelestarian lingkungan.
Namun, Rheza berpendapat rencana perkotaan forest city harus diawasi. Walau terkesan ramah lingkungan, dampak pembangunan kota dan aktivitas manusia bisa meluas ke tempat satwa liar bernaung.
"Jangan sampai jadi bumerang. Banyak pemikiran konservasi yang keliru, justru jadi eksploitasi. Ini yang harus digembok benar-benar nih kalau memang niatnya sustainable city--forest city, Semuanya sampai ke konservasi juga sustainable," jelasnya.
Pembangunan harus memperhitungkan satwa liar yang sudah sejak lama tinggal di hutan, sekalipun kawasan tersebut adalah hutan industri.
"Koridor satwa liar, misalkan di jalan raya dan jalan tol itu wajib ada. Kemudian, kalau misalkan ada interaksi (manusia dan satwa liar) itu bagaimana persiapan pemerintah setempat kalau ada satwa masuk," lanjut Rheza.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR