Teori Penyebab Kematian Aleksander Agung
Namun dalam satu teori, seorang sarjana dan dokter praktik menyatakan bahwa Aleksander mungkin menderita kelainan neurologis Guillain-Barre Syndrome (GBS), yang menyebabkan kematiannya.
Dia juga berpendapat bahwa orang-orang mungkin tidak langsung menyadari tanda-tanda pembusukan pada tubuh karena satu alasan sederhana—karena Aleksander belum meninggal.
Sebagian besar teori lain tentang penyebab kematian Alexander berfokus pada demam dan sakit perut yang dideritanya pada hari-hari sebelum kematiannya.
"Faktanya, dia juga diketahui menderita kelumpuhan progresif, simetris, dan menaik selama sakitnya. Meskipun dia sakit parah, dia tetap compos mentis (sepenuhnya mengendalikan kemampuan mentalnya) sampai sebelum kematiannya," ujar Katherine Hall, dosen senior di Dunedin School of Medicine di Universitas Otago, Selandia Baru.
Hall berpendapat bahwa GBS, kelainan autoimun yang jarang namun serius di mana sistem kekebalan menyerang sel-sel sehat di sistem saraf. Kombinasi gejala mungkin terdengar lebih masuk akal dibandingkan teori lain yang dikemukakan mengenai kematian Aleksander.
Aleksander mungkin tertular kelainan tersebut dari infeksi Campylobacter pylori, bakteri umum pada saat itu.
Menurut Hall, Alexander kemungkinan besar menderita varian GBS yang menyebabkan kelumpuhan tanpa menyebabkan kebingungan atau ketidaksadaran.
Kematian Aleksander Agung
Meskipun para sejarawan telah lama berspekulasi tentang apa yang sebenarnya membunuh Aleksander Agung, Hall berpendapat bahwa dia mungkin tidak mati ketika orang-orang mengira dia meninggal.
Dia berpendapat bahwa semakin parahnya kelumpuhan yang diderita Alexander, serta fakta bahwa tubuhnya membutuhkan lebih sedikit oksigen saat mati, berarti pernapasannya menjadi kurang terlihat.
Karena pada zaman dahulu, dokter mengandalkan ada tidaknya napas, bukan denyut nadi, untuk menentukan apakah seorang pasien masih hidup atau mati.
Hall yakin Aleksander mungkin telah dinyatakan meninggal sebelum dia benar-benar meninggal.
“Saya ingin merangsang perdebatan dan diskusi baru dan mungkin menulis ulang buku sejarah dengan berargumen bahwa kematian Aleksander yang sebenarnya terjadi enam hari lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya,” kata Hall dalam sebuah pernyataan dari Universitas Otago.
“Kematiannya mungkin merupakan kasus paling terkenal dari kematian Aleksander, pseudothanatos atau diagnosis kematian yang salah, pernah tercatat dalam sejarah dunia kuno.” ujarnya dikutip History.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR