Nationalgeographic.co.id—Babur adalah pendiri Kekaisaran Mughal di India. Dia membangun kerajaan yang bertahan lama meliputi sebagian besar wilayah India hingga tahun 1868, dan terus membentuk budaya India hingga hari ini.
Babur sendiri berdarah bangsawan. Dari pihak ayahnya, Emir Ferghana, seorang Timurid, Turki Persia. Sementara itu, dari pihak ibunya, Qutlaq Nigar Khanum adalah putri Raja Moghuli Yunus Khan keturunan Jenghis Khan.
Zahir-ud-din Muhammad, dijuluki 'Babur' atau 'Singa', lahir dalam keluarga kerajaan Timurid di Andijan, sekarang di Uzbekistan pada tanggal 14 Februari 1483.
Pada saat Babur lahir, keturunan Mongol yang tersisa di Asia Tengah bagian barat telah menikah dengan bangsa Turki dan Persia dan berasimilasi dengan budaya lokal.
Mereka sangat dipengaruhi oleh Persia (menggunakan bahasa Farsi sebagai bahasa resmi istana), dan mereka telah masuk Islam. Sebagian besar menyukai gaya Islam Sunni yang mengandung unsur tasawuf mistik.
Mengambil Takhta
Pada tahun 1494, Emir Ferghana meninggal mendadak dan Babur yang berusia 11 tahun naik takhta. Namun kursinya sama sekali tidak aman karena banyak paman dan sepupu yang berencana menggantikannya.
Sadar bahwa serangan yang baik adalah pertahanan, emir muda ini mulai memperluas kepemilikannya. Pada tahun 1497, ia telah menaklukkan kota oasis Jalur Sutra yang terkenal, Samarkand.
Namun, ketika dia bertunangan, pamannya dan bangsawan lainnya memberontak di Andijan. Ketika Babur berbalik untuk mempertahankan markasnya, dia kehilangan kendali atas Samarkand.
Emir muda yang penuh tekad ini telah merebut kembali kedua kota tersebut pada tahun 1501, namun penguasa Uzbekistan Shaibani Khan menantangnya atas Samarkand dan menyebabkan kekalahan telak bagi pasukan Babur. Hal ini menandai berakhirnya kekuasaan Babur di wilayah yang sekarang disebut Uzbekistan.
Pengasingan di Afghanistan
Selama tiga tahun, pangeran tunawisma itu mengembara di Asia Tengah, mencoba menarik pengikut untuk membantunya merebut kembali takhta ayahnya.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR