Nationalgeographic.co.id—Kanker menjadi penyebab kematian kedua tertinggi di dunia. Menurut Agensi Internasional untuk Riset Kanker (IARC WHO), sekitar 9,95 juta jiwa orang meninggal akibat kanker pada tahun 2020. Yang mengenaskan, kanker paru merupakan jenis kanker dengan angka kematian tertinggi yakni mencapai 1,79 Juta jiwa.Kanker paru merupakan jenis kanker dengan angka kematian tertinggi akibat kanker di dunia, yakni mencapai 1,79 Juta jiwa per tahun.
Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi (PRTPR) dan Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri (PRTRRB), melakukan Riset Pengembangan Nanopartikel Hidroksiapatit-Zirkonium (Zr Dopped HAp) Berbasis Bahan Lokal Indonesia untuk Terapi Fotodinamik Kanker Paru.
Salah satu tim periset PRTRRB BRIN, Muhamad Basit Febrian, menjelaskan bahwa photodynamic therapy (PDT) sebagai terapi kanker memanfaatkan cytotoxic ROS untuk menghancurkan sel kanker. “Cancer specific photosensitizer (PS) akan terakumulasi pada organ yang terdapat sel kanker. Setelah akumulasi terjadi, penyinaran dilakukan untuk memicu munculnya ROS yang akan menghancurkan sel kanker,” jelasnya.
Pengembangan metode terapi kanker paru dengan teknik fotodinamik menggunakan material hidroksiapatit dan zirkonium dapat dikembangkan dari bahan baku berupa zirkonium yang melimpah di Indonesia.
“Zirkon yang tersebar di Indonesia khususnya yang berada di Kepulauan Bangka-Belitung dan Kalimantan belum banyak digunakan untuk bahan maju bernilai tinggi,” ungkap peneliti ahli utama PRTPR BRIN, Dani Gustaman Syarif, dalam Evaluasi RISPRO Invitasi oleh tim LPDP Kementerian Keuangan di BRIN Kawasan Kerja Bersama (KKB Tamansari), Senin (18/03).
Sementara itu ketersediaan hidroksiapatit juga melimpah di alam, terutama pada biomassa dari tulang hewan. Hidroksiapatit nanopartikel (HAp-N) sebagai material host sangat cocok digunakan untuk doping logam sebagai drug deliver. Penggunaan teknik PDT dengan menggunakan HAp-N dan logam hafnium telah dilakukan pada hewan model kanker paru.
“Hewan model kanker tersebut kemudian diberikan penyinaran dengan sinar gamma pada fasilitas radioterapi. Metode PDT ini terbukti menghambat laju pertumbuhan dan menghancurkan sel tumor paru lebih cepat. Selain hafnium, alternatif material lain yang dapat digunakan adalah zirkonium (Zr),” ungkap Isa yang juga periset PRTRRB saat menjelaskan terkait proses pembuatan hewan model kanker.
Isa menyebutkan, kombinasi antara zirkonium-hidroksiapatit nanopartikel (Zr-HAp nanopartikel) dan radiasi gamma, diharapkan mampu menjadi salah satu metode alternatif pada terapi sel kanker paru yang efektif.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa metode PDT banyak digunakan pada terapi kanker yang terletak sekitar lapisan kulit, dengan limitasi daya tembus cahaya tampak yang pendek. Penggunaan sinar berdaya tembus tinggi seperti sinar-X atau gamma banyak digunakan pada radioterapi, karena dapat menjangkau organ dalam. Sinar berdaya tembus tinggi mampu memicu efek fotodinamik pada PDT, terutama kanker paru.
“Pemanfaatan logam zirkonium sebagai substitusi hafnium merupakan golongan unsur yang sama dengan hafnium sehingga memiliki sifat kimia yang mirip. Biokompatibilitasnya yang baik diharapkan memiliki efek terapi yang lebih baik terhadap kanker paru. Penggunaan HAp-Zr bertanda radioaktif untuk studi biodistribusi pada hewan normal dan hewan model kanker dengan teknik nuklir dapat mempercepat pengembangan obat,” jelas Isa.
Dani menambahkan bahwa pada tahun ketiga pengembangan ini didapatkan hasil HApZr yang terbukti memiliki potensi sebagai fotosensitizer untuk terapi fotodinamik pada kanker paru secara in-vitro dan in-vivo.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR