Nationalgeographic.co.id—Kasus Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau yang biasa dikenal dengan istilah Demam Berdarah Dengue (DBD) sedang meningkat di Indonesia. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang paling banyak menyerang anak-anak.
Merujuk data Kementerian Kesehatan, terdapat hampir 16 ribu kasus demam berdarah di Indonesia dalam dua bulan awal di 2024 dan diikuti lonjakan yang tinggi di periode yang sama pada tahun 2023. Kasus akan meningkat ketika musim hujan tiba.
Dokter Spesialis Anak Konsultan RSUP Dr. Sardjito, Diagnostic Team Leader World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, sekaligus pengajar di FK-KMK UGM, Eggi Arguni, menyebutkan bahwa populasi nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor (hewan perantara) infeksi DBD, akan meningkat ketika musim hujan. Pada musim hujan, telur nyamuk terkena air hujan sehingga membuatnya menetas.
Pada musim hujan juga akan banyak breeding site (tempat perkembangbiakan) nyamuk akibat air yang tertampung di gelas-gelas plastik, kaleng-kaleng bekas, ban-ban bekas, talang air yang tidak lancar, dan tempat-tempat lain. Adanya kemungkinan peningkatan transmisi virus ke manusia perlu diwaspadai oleh masyarakat di musim ini.
“Terdapat empat stereotip virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4," ujar Eggi di Kampus UGM seperti dilansir web UGM.
"Secara teori, apabila pada infeksi kedua (infeksi sekunder) kita terinfeksi jenis serotipe virus dengue yang berbeda dari yang pertama, maka ada kemungkinan manifestasi klinisnya akan lebih berat, seperti mengalami kebocoran plasma, hingga shock, bahkan sampai meninggal.”
Laporan Kementerian Kesehatan terkait DBD per 1 Maret 2024 menunjukkan adanya kasus DBD di 213 Kabupaten/Kota di Indonesia dengan 124 kematian. Eggi mengatakan bahwa jumlah orang yang terinfeksi dapat lebih besar dari pelaporan yang tercatat.
Hal ini disebabkan karena banyak orang yang asymptomatic atau mereka yang sudah terkena virus tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun. Biasanya, mereka hanya mengalami demam yang ringan dan memilih untuk meminum obat penurun panas saja tanpa ada pikiran bahwa dirinya terkena virus demam berdarah.
Orang tua harus menjadi garda terdepan untuk melakukan upaya preventif supaya anak yang terkena virus demam berdarah segera dapat tertangani dan tidak menjadi berat. Mengenali gejala yang timbul pada anak menjadi salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan.
“Pada anak yang symptomatic atau menunjukkan gejala, kita harus mencurigai virus dengue terutama ketika terdapat demam tinggi yang mendadak dan sifatnya kontinu atau terus-menerus," ujar Eggi.
"Ketika mereka diberikan obat penurun panas, biasanya panas tidak akan turun di bawah 38 derajat Celsius. Gejala lainnya yaitu disertai tanda-tanda mual, muntah, badan yang lemas, bintik-bintik perdarahan di kulit, serta anak yang tidak terlihat ceria,” paparnya.
Menurut Eggi, orang dewasa juga harus sadar perbedaan respons dari gejala yang timbul pada dirinya dan anak-anak. Ketika orang dewasa dapat mengeluhkan nyeri sendi dan otot, anak-anak tidak karena mereka belum memiliki kemampuan untuk dapat mengkomunikasikan sakit yang dirasakan.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR