Nationalgeographic.co.id—Sepanjang sejarahnya yang kaya dan beragam, Kekaisaran Tiongkok berkembang pesat di masa pemerintahan Dinasti Ming. Era pemerintahan Dinasti Ming berlangsung dari tahun 1368 hingga 1644.
Selama 276 tahun pemerintahannya, perubahan besar terjadi di Kekaisaran Tiongkok. Mulai dari pelayaran Cheng Ho dengan Armada Naga yang terkenal hingga perkembangan sistem pendidikan Kekaisaran Tiongkok.
Ada beberapa tokoh penting yang berjasa selama masa pemerintahan Dinasti Ming. “Harus diakui, para tokoh itu turut membentuk sejarah Kekaisaran Tiongkok,” tulis Chester Ollivier di laman The Collector. Siapa sajakah mereka?
Kaisar Yongle: era ekspansi dan eksplorasi di Dinasti Ming
Kaisar Yongle (nama pribadi Zhu Di, lahir 2 Mei 1360) adalah putra keempat Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma. Kakak laki-lakinya, Zhu Biao, dimaksudkan untuk menggantikan Kaisar Hongwu, namun kematiannya yang terlalu dini menyebabkan terjadinya krisis suksesi. Mahkota Kekaisaran Tiongkok pun jatuh ke tangan putra Zhu Biao, yang mengambil gelar Kaisar Jianwen.
Setelah Kaisar Jianwen mulai mengeksekusi pamannya dan anggota keluarga senior lainnya, Zhu Di memberontak. Sang pangeran melawan Kaisar Jianwen, menggulingkannya, dan menjadi Kaisar Yongle pada tahun 1404. Ia sering dianggap sebagai salah satu kaisar terbaik Dinasti Ming dan bahkan dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok.
Salah satu perubahan terpenting yang dilakukannya pada Dinasti Ming adalah mengubah ibu kota kekaisaran dari Nanjing menjadi Beijing. Perubahan itu masih bertahan hingga saat ini.
Hal ini juga membuka ribuan lapangan kerja bagi masyarakat setempat karena pembangunan istana untuk Kaisar. Sebuah tempat tinggal baru, yang dikenal sebagai Kota Terlarang, dibangun selama 15 tahun. Kota Terlarang pun menjadi jantung distrik pemerintahan.
Prestasi lain pada masa pemerintahan Kaisar Yongle adalah pembangunan Kanal Besar. Kanal Besar adalah keajaiban teknik yang dibangun menggunakan kunci pon (kunci yang sama yang digunakan untuk membangun kanal hingga hari ini).
Teknik itu menjadikan Kanal Besar mencapai ketinggian tertinggi yaitu 42m. Perpanjangan ini memungkinkan ibu kota baru Beijing mendapatkan suplai gandum.
Selain itu, warisan terbesar Kaisar Yongle adalah kesediaannya untuk melihat ekspansi Kekaisaran Tiongkok ke Samudra “Barat” (Hindia). Kaisar Yongle juga memiliki keinginan untuk membangun sistem perdagangan maritim di sekitar negara-negara Asia hingga ke selatan Tiongkok.
Sang kaisar berhasil mengawasi hal ini, setelah mengirim Zheng He dan armadanya dalam beberapa pelayaran berbeda sepanjang masa pemerintahannya.
Zheng He: laksamana armada Harta Karun di era Dinasti Ming
Ketika tokoh-tokoh penting dari masa Dinasti Ming disebutkan, orang pertama yang terlintas dalam pikiran banyak orang adalah Zheng He.
Lahir sebagai Ma He pada tahun 1371 di Yunnan, ia dibesarkan sebagai seorang Muslim. Ma He ditangkap oleh tentara Ming yang menyerang pada usia 10 tahun. Beberapa saat sebelum dia berusia 14 tahun, Ma He dikebiri dan menjadi seorang kasim.
“Ia dikirim untuk mengabdi di bawah Zhu Di, yang kelak menjadi Kaisar Yongle,” ujar Ollivier. Selama periode hidupnya inilah ia mempelajari banyak sekali pengetahuan militer.
Ia menempuh pendidikan di Beijing. Ma He bahkan mempertahankan kota tersebut setelah pemberontakan Kaisar Jianwen. Dia mendirikan pertahanan waduk Zhenglunba, dari situlah dia mendapatkan nama “Zheng”.
Pada tahun 1403, Kaisar Yongle memerintahkan pembangunan armada Harta Karun. Armada ini merupakan armada angkatan laut yang sangat besar dengan tujuan memperluas pengetahuan Dinasti Ming tentang dunia luar. Zheng He diangkat menjadi laksamana armada Harta Karun.
Secara total, Zheng He melakukan tujuh pelayaran dengan armadanya dan mengunjungi berbagai budaya berbeda. Pada pelayaran pertamanya, ia melintasi Samudra “Barat” (Hindia). Ia pun mengunjungi wilayah yang sekarang menjadi bagian dari negara-negara modern seperti Vietnam, Malaysia, Indonesia, Sri Lanka dan India.
Pada pelayaran keduanya ia mengunjungi sebagian Thailand dan India. Sang laksamana menjalin hubungan perdagangan yang kuat antara India dan Kekaisaran Tiongkok. Ia bahkan dikenang dengan loh batu di Kalikut.
Pelayaran ketiga mengakibatkan Cheng Ho terlibat dalam urusan militer dan menumpas pemberontakan di Sri Lanka pada tahun 1410. Armada Harta Karun tidak pernah lagi mengalami permusuhan dalam perjalanan mereka ke Sri Lanka setelah ini.
Pelayaran keempat membawa armada Harta Karun lebih jauh ke barat dibandingkan sebelumnya. Mereka mencapai Ormus di Semenanjung Arab dan juga Maladewa. Mungkin elemen paling menarik dari pelayaran berikutnya adalah armada Harta Karun mencapai pantai timur Afrika, mengunjungi Somalia dan Kenya.
Satwa liar Afrika dibawa kembali ke Tiongkok untuk Kaisar Yongle. “Termasuk jerapah, yang jelas belum pernah terlihat di Kekaisaran Tiongkok sebelumnya,” Ollivier menambahkan lagi.
Pelayaran keenam membawa armada Harta Karun berada relatif dekat dengan pantai Tiongkok. sedangkan pelayaran ketujuh dan terakhir mencapai wilayah barat sejauh Makkah.
Setelah kematian Zheng He antara tahun 1433 dan 1435, armada Harta Karun dihentikan secara permanen. Kapal-kapalnya dibiarkan hancur di pelabuhan. Setelah itu, Kekaisaran Tiongkok pun menutup pintunya selama tiga abad berikutnya. Kekaisaran percaya bahwa mereka sudah mengetahui segala hal yang perlu mereka ketahui tentang dunia.
Matteo Ricci
Matteo Ricci adalah satu-satunya tokoh non-Tionghoa yang masuk dalam daftar ini, namun ia sama pentingnya dengan karakter lainnya. Lahir di Macerata pada tanggal 6 Oktober 1552, ia melanjutkan studi klasik dan hukum di Roma. Ricci memasuki Serikat Yesus pada tahun 1571.
Setelah 6 tahun, ia mengajukan ekspedisi misionaris ke Timur Jauh dan berlayar dari Lisbon pada tahun 1578. Ricci mendarat di Goa (sebuah koloni Portugis di pantai barat daya India) pada bulan September 1579. Ia tinggal di Goa sampai Prapaskah 1582 ketika ia dipanggil ke Macao untuk melanjutkan ajaran Jesuitnya di sana.
Setibanya di Macao, terlihat jelas bahwa semua pekerjaan misionaris di Kekaisaran Tiongkok berpusat di sekitar kota tersebut. Seberapa rakyat Kekaisaran Tiongkok telah berpindah agama menjadi Katolik. Ricci mengambil inisiatif untuk mempelajari bahasa dan adat istiadat di sana.
Saat berada di Macao, ia mengembangkan edisi pertama peta dunianya, yang diberi judul The Great Map of Ten Thousand Countries.
Pada tahun 1588, Ricci mendapat izin untuk melakukan perjalanan ke Shaoguan dan menjalankan kembali misinya di sana. Dia mengajar matematika di Kekaisaran Tiongkok. Kemungkinan besar ini adalah pertama kalinya gagasan matematika Eropa dan Tiongkok saling terkait.
Ricci berusaha mengunjungi Beijing pada tahun 1595 tetapi mendapati bahwa kota itu tertutup bagi orang asing. Alih-alih Beijing, dia malah diterima di Nanjing, tempat dia melanjutkan pendidikan dan mengajar. Namun, pada tahun 1601 ia diundang menjadi penasihat kekaisaran Kaisar Wanli.
Ricci menjadi orang barat pertama yang diundang ke Kota Terlarang. Undangan ini merupakan suatu kehormatan. Pasalnya, pengetahuan matematika dan kemampuannya memprediksi gerhana matahari sangat penting bagi budaya Tiongkok pada saat itu.
Ricci meninggal pada tanggal 11 Mei 1610, dalam usia 57 tahun. Berdasarkan hukum Dinasti Ming, orang asing yang meninggal di Kekaisaran Tiongkok harus dimakamkan di Macao. Akan tetapi, Diego de Pantoja (seorang misionaris Jesuit Spanyol) mengajukan tuntutan terhadap Kaisar Wanli agar Ricci harus dimakamkan di Beijing.
Atas kontribusinya terhadap Kekaisaran Tiongkok, Kaisar Wanli mengabulkan permintaan ini. Dan, tempat peristirahatan terakhir Ricci masih di Beijing hingga kini.
Permaisuri Ma Xiaocigao
Tokoh penting lainnya pada tahun-tahun awal Dinasti Ming adalah Permaisuri Xiaocigao. Ia merupakan permaisuri Dinasti Ming, menikah dengan Kaisar Hongwu.
Yang menarik dari dirinya adalah ia dilahirkan dalam keluarga miskin. Sang permaisuri bukan anggota keluarga bangsawan. Ia dilahirkan dengan nama sederhana Ma, pada tanggal 18 Juli 1332 di Suzhou, Tiongkok Timur.
Karena bukan dari kalangan bangsawan, dia tidak memiliki kaki terikat seperti kebanyakan wanita Tionghoa kelas atas pada saat itu. Satu-satunya hal yang kita ketahui tentang kehidupan awal Ma adalah ibunya meninggal ketika dia masih kecil. Dia melarikan diri bersama ayahnya ke Dingyuan setelah ayahnya melakukan pembunuhan.
Selama masa jabatan mereka di Dingyuan, ayah Ma berteman dengan pendiri Tentara Turban Merah, Guo Zixing. Organisasi itu memiliki pengaruh di istana. Dia mengadopsi Ma setelah ayahnya meninggal dan menikahkannya dengan salah satu perwiranya bernama Zhu Yuanzhang. Perwira itu kelak menjadi Kaisar Hongwu.
Ketika Zhu menjadi kaisar pada tahun 1368, dia mengangkat Ma sebagai permaisurinya. Namun meskipun status sosialnya meningkat, ia tetap rendah hati dan adil, meneruskan pendidikan. Meski begitu, dia tidak lemah atau bodoh.
Permaisuri Ma adalah penasihat politik utama suaminya dan juga memegang kendali atas dokumen negara. Bahkan dikabarkan bahwa dia kadang-kadang melarang suaminya bertindak kurang ajar. Seperti ketika dia bersiap untuk mengeksekusi seorang akademisi bernama Song Lian.
Permaisuri Ma juga menyadari ketidakadilan sosial dan merasakan simpati yang mendalam terhadap rakyat jelata. Dia mendorong pengurangan pajak dan berkampanye untuk mengurangi beban beban kerja yang berat.
Ia juga mendorong suaminya untuk membangun lumbung di Nanjing. Tujuannya adalah menyediakan makanan bagi para pelajar dan keluarganya yang belajar di kota tersebut.
Namun, terlepas dari upaya amalnya, Kaisar Hongwu tidak suka jika permaisurinya memiliki begitu banyak kendali. Ia menetapkan peraturan yang melarang permaisuri dan selir terlibat dalam urusan kekaisaran. Kaisar Hongwu juga melarang perempuan yang berpangkat di bawah permaisuri meninggalkan istana tanpa pengawasan.
Permaisuri Ma hanya membalasnya dengan mengatakan, “Jika kaisar adalah bapak rakyat, maka permaisuri adalah ibu mereka. Lalu bagaimana mungkin Ibu mereka berhenti memperhatikan kenyamanan anak-anaknya?”
Permaisuri Ma terus hidup beramal. Ia bahkan menyediakan selimut bagi masyarakat miskin yang tidak mampu. Sementara itu, ia terus memakai pakaian bekas. Ia meninggal pada tanggal 23 September 1382, dalam usia 50 tahun. Tanpa pengaruhnya, kemungkinan besar Kaisar Hongwu akan menjadi jauh lebih radikal. Dan perubahan sosial pada awal periode Ming tidak akan terjadi.
Kaisar Chongzhen: kaisar terakhir Dinasti Ming
Kaisar Chongzhen muncul dalam daftar ini karena ia adalah kaisar terakhir dari 17 Kaisar Ming. Kematiannya (karena bunuh diri) mengawali era Dinasti Qing, yang memerintah Tiongkok dari tahun 1644 hingga 1912.
Ia dilahirkan sebagai Zhu Youjian pada tanggal 6 Februari 1611 dan merupakan adik dari pendahulunya, Kaisar Tianqui. Ia merupakan putra Kaisar Taichang. Sayangnya bagi Zhu, kedua pendahulunya telah menyaksikan kemunduran Dinasti Ming yang terus-menerus. Pemberontakan di utara dan krisis ekonomi, pada akhirnya membuat kaisar terakhir Dinasti Ming ini berada dalam posisi yang sulit.
Setelah kakak laki-lakinya meninggal dalam ledakan misterius di Beijing, Zhu naik takhta sebagai Kaisar Chongzhen pada tanggal 2 Oktober 1627. Saat itu ia berusia 16 tahun.
Ia berusaha memperlambat kemerosotan Dinasti Ming yang tak terhindarkan. Namun perbendaharaan yang kosong tidak membantu ketika mereka harus mencari menteri-menteri pemerintah yang cocok dan berpengalaman.
Kaisar Chongzhen juga dilaporkan curiga terhadap bawahannya, dan mengeksekusi puluhan komandan lapangan. Termasuk Jenderal Yuan Chonghuan yang berhasil memimpin pertempuran pertahanan melawan Manchu.
Kaisar Chongzhen juga harus menghadapi pemberontakan petani karena buruknya panen yang mengakibatkan kelaparan penduduk. Sepanjang tahun 1630-an pemberontakan ini meningkat. Kebencian terhadap Kaisar Chongzhen semakin meningkat, yang berpuncak pada kekuatan pemberontak dari utara yang semakin mendekati Beijing.
Para pembela Beijing sebagian besar adalah tentara tua dan lemah. Mereka mengalami kekurangan gizi parah karena para kasim yang mengawasi penyediaan makanan mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Pada bulan Februari dan Maret 1644, Kaisar Chongzhen menolak proposal untuk memindahkan ibu kota Ming kembali ke selatan ke Nanjing. Pada tanggal 23 April 1644, Beijing mendapat kabar bahwa para pemberontak hampir merebut kota tersebut. Dan 2 hari kemudian Kaisar Chongzhen melakukan bunuh diri.
Ada Dinasti Shun yang berumur sangat pendek dan mengambil alih kekuasaan dalam waktu singkat setelah itu. Namun mereka segera disingkirkan oleh pemberontak Manchu setahun kemudian, yang kemudian menjadi Dinasti Qing.
Karena penolakan Kaisar Chongzhen untuk memindahkan ibu kota ke selatan, Qing memiliki ibu kota yang sebagian besar masih utuh dan menjalankan pemerintahan mereka. Pada akhirnya, ini adalah akhir yang menyedihkan bagi Dinasti Ming yang berusia 276 tahun.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR