Nationalgeographic.co.id—Pernikahan merupakan momen sakral bagi setiap pasangan, tak terkecuali bagi masyarakat Bali.
Dalam tradisi pernikahan adat Bali, terdapat dua ritual penting yang wajib dilalui, yaitu mepamit dan dharma suaka.
Bagi Anda yang belum familiar dengan tradisi ini, artikel ini akan mengupas tuntas tentang apa itu mepamit dan dharma suaka, beserta maknanya dalam pernikahan adat Bali.
Kedua tradisi ini memiliki makna dan tujuan yang berbeda, namun saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain.
Mepamit dan dharma suaka menjadi bukti kekayaan budaya dan tradisi Bali yang masih lestari hingga saat ini.
Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kedua tradisi tersebut, termasuk makna simbolis, prosesi pelaksanaan, dan perannya dalam menjaga keharmonisan pernikahan adat Bali.
Mepamit: Tradisi Pamitan Pengantin Wanita Bali Menuju Rumah Baru
Dalam prosesi pernikahan adat Bali, terdapat tradisi unik bernama mepamit atau mejauma.
Tradisi ini merupakan momen bagi pengantin wanita untuk berpamitan kepada leluhur dan keluarganya, karena setelah menikah, ia akan menjadi tanggung jawab keluarga sang suami.
Lebih dari sekadar pamitan, mepamit memiliki makna mendalam bagi umat Hindu Bali.
Hal tersebut seperti diuraikan dalam skripsi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Tinjauan Urf Terhadap Tradisi Mepamit Bagi Muallaf Hindu Menjelang Prosesi Perkawinan Islam (2023) karya Rizal Azwan, seperti dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Merajut Harmoni Luhur Antara Alam dan Manusia dari Subak Bali
Bagi mempelai wanita yang keluar dari agama Hindu untuk menikah dengan pasangan Muslim, mepamit menjadi wajib sebelum prosesi pernikahan Islam dilangsungkan.
Hal ini menunjukkan penghormatan terhadap leluhur dan tradisi leluhur.
Upacara mepamit, seperti dilansir dari penilitian berjudul "Upacara Pawiwahan dalam Agama Hindu" karya Luh Sukma Ningsih dan O Wayan Suwendra yang diterbitkan dalam Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu pada 2020, biasanya diadakan di kediaman pengantin wanita.
Pihak keluarga pengantin pria datang membawa berbagai seserahan, seperti makanan khas Bali, buah-buahan, dan perlengkapan upacara.
Prosesi mepamit diawali dengan sambutan dari perwakilan keluarga, tokoh adat, dan tokoh agama.
Kemudian, dilanjutkan dengan persiapan berbagai peralatan upacara, seperti dupa, bunga, dan perlengkapan sembahyang.
Puncak acara mepamit adalah prosesi pamitan itu sendiri, di mana pengantin wanita secara simbolis memohon restu dan pamit kepada leluhur dan keluarganya.
Upacara diakhiri dengan memanjatkan doa di pura sesuai keyakinan.
Bagi pasangan Hindu yang bercerai, tradisi mepamit juga dilakukan setelah putusan cerai resmi keluar. Upacara ini dikenal dengan matur piuning atau mepamit cerai.
Melalui mepamit cerai, pasangan yang bercerai secara resmi berpamitan kepada leluhur dan keluarga, menandakan berakhirnya pernikahan mereka secara adat Bali.
Tradisi mepamit, baik dalam pernikahan maupun perceraian, merupakan wujud penghormatan terhadap leluhur dan tradisi, serta menjadi pengingat akan tanggung jawab dan komitmen dalam kehidupan berkeluarga.
Baca Juga: Cok Sawitri, Dia yang Bercerita Itu Telah Pergi
Dharma Suaka: Tradisi Meminang Calon Istri dalam Pernikahan Hindu Bali
Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, pasangan pengantin Bali memiliki tradisi unik bernama dharma suaka atau pinangan.
Dalam tradisi ini, calon pengantin pria secara resmi meminang calon pengantin wanita.
Lebih dari sekadar prosesi lamaran, dharma suaka memiliki makna mendalam dalam pernikahan Hindu Bali.
Tradisi ini bertujuan untuk memperjelas tujuan pernikahan, meminimalisir kesalahpahaman, dan membangun komunikasi yang efektif antara kedua mempelai.
Proses dharma suaka biasanya dipandu oleh seorang penyuluh agama Hindu.
Beliau memberikan pemahaman mendalam tentang pernikahan Hindu, termasuk hak dan kewajiban suami istri, serta tips membangun keluarga yang harmonis.
Kedua mempelai akan mendapatkan petuah berharga tentang bagaimana menciptakan pernikahan yang sukinah bhawantu, yaitu pernikahan yang bahagia dan langgeng.
Dharma suaka menjadi penanda dimulainya perjalanan suci pernikahan dalam tradisi Hindu Bali.
Dengan pemahaman dan komitmen yang kuat, diharapkan pasangan pengantin mampu membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh kebahagiaan.
Memahami apa itu mepamit dan dharma suaka tidak hanya penting bagi pasangan yang akan menikah dengan tradisi adat Bali, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mengenal lebih dalam kekayaan budaya dan tradisi Bali.
Kedua tradisi ini merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga maknanya, sebagai penanda perjalanan suci pernikahan dalam tradisi Hindu Bali.
Dengan memahami makna dan prosesi mepamit dan dharma suaka, diharapkan pasangan pengantin dapat melangkah ke jenjang pernikahan dengan penuh kesadaran dan komitmen, serta siap membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh kebahagiaan.
KOMENTAR