Apa yang dibidik Belanda di Hindia Belanda terlihat dari kutipan mencolok pada masa pemerintahan sementara Inggris (1810-1816). Pensiunan profesor sosiologi komparatif, Jan Breman menyebutkan hal itu dalam bukunya 'Kolonialisme en racisme (2023).'
Penguasa Inggris di Hindia Belanda, Thomas Raffles, mempunyai penasihat utama Belanda: Herman Muntinghe. Muntinghe pernah menulis secara blak-blakan kepada Raffles: "…setiap Koloni ada atau seharusnya ada demi kepentingan Ibu Pertiwi (Belanda)."
Di Den Haag, pejabat tinggi kolonial Jean Chrétien Baud dengan sepenuh hati menyetujui hal ini. Breman mengutip apa yang dicatat Baud pada tahun 1826, beberapa tahun sebelum diperkenalkannya cultuurstelsel:
"Mereka sama sekali tidak mendukung emansipasi dan peradaban penduduk asli yang sembrono, yang terlihat jelas di beberapa sistem; Sebaliknya, saya percaya bahwa mereka harus tetap berada dalam masa pertumbuhan selama mungkin, agar pengaruh pihak ayah dapat dengan mudah diterapkan pada mereka."
Setelahnya, Baud menulis kepada Gubernur Jenderal, van den Bosch di Batavia: "Cepat atau lambat kita akan kehilangan koloni, baik karena pemberontakan internal atau serangan asing; Oleh karena itu, seseorang tidak boleh lagi membelanjakan apa pun untuk hal tersebut dan hanya memperoleh apa yang dapat diperolehnya dari hal tersebut."
Semata-mata koloni Belanda yang ditancapkan dengan kukuh di tanah Hindia, berorientasi pada keuntungan finansial bagi Belanda. Dengan kata lain, pertahankan biaya di Hindia serendah mungkin dan peras dana sebanyak mungkin.
Maka demi merealisasi tujuan ini, van den Bosch memperkenalkan cultuurstel. Alhasil, dari penerapan cultuurstelsel, pada tahun 1850-an, program ini telah menyumbang 52% pendapatan pajak Belanda dan sekitar 4% produk domestik bruto.
Perdebatan internasional mengenai keuntungan finansial dari koloni menjadi cukup ramai dalam beberapa tahun terakhir. Para ilmuwan terutama berfokus pada abad ke-20, terkadang juga pada akhir abad ke-19.
Para peneliti di tahun 2015, Frans Buelens (University of Antwerp) dan Ewout Frankema (Wageningen University & Research) menghasilkan kumpulan data yang benar-benar baru untuk Belanda.
Mereka menarik kesimpulan tentang keuntungan investasi di Hindia Belanda tahun 1919-1938. Temuan utama dari riset mereka menyebut bahwa investasi di Hindia telah menghasilkan keuntungan 2,5 kali lebih besar dibandingkan investasi di Belanda!
"Berinvestasi di Belanda menghasilkan keuntungan sebesar 2,1% pada tahun 1920-1939, sedangkan di Hindia menghasilkan keuntungan tahunan rata-rata sebesar 5,4% pada periode 1919-1938," imbuh Ronald.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR