Dalam laporan NHRCK tahun 2019, 56.8% responden imigran menyatakan bahwa mereka didiskriminasi berdasarkan negara asal mereka, dan 36.9% merasa didiskriminasi berdasarkan tingkat ekonomi mereka.
Seorang pejabat NHRCK menyatakan bahwa perlakuan terhadap orang asing di Korea sangat bervariasi, sering kali dimulai dari penilaian atas warna kulit, diikuti oleh asal negara mereka.
Laporan NHRCK juga menyoroti bahwa imigran dan orang asing sering merasakan diskriminasi dari institusi publik. Dalam survei NHRCK tahun 2019, 41% responden merasa didiskriminasi di pengadilan, dan 35.2% di kantor imigrasi.
Kesadaran akan diskriminasi ini juga diakui oleh beberapa warga Korea. Berdasarkan Survei Kesadaran Hak Asasi Manusia NHRCK tahun 2022, hanya 41% dari 16,148 responden Korea yang percaya bahwa hak asasi manusia imigran di Korea dihormati setara dengan warga Korea sendiri.
Pengaruh Kolonialisme Jepang
Peran kolonialisme Jepang dalam membentuk identitas nasional Korea sangat signifikan. Dikelilingi oleh negara-negara besar seperti Cina, Jepang, dan Rusia, Korea Selatan masih merasakan pengaruh dan ancaman dari masa lalu.
Meskipun terpisah menjadi Korea Utara dan Selatan, ada rasa persatuan etnik yang mendalam di antara orang Korea. Mereka percaya bahwa mereka adalah satu bangsa, etnis, dan ras, yang turun dari Dangun, leluhur mitologis dan pendiri bangsa Korea.
Sosok Dangun inilah yang dianggap telah mendorong munculnya ideologi superioritas darah murni Korea. Ideologi yang, di sisi lain, memandang ras-ras lain yang ada di muka Bumi hanyalah ras inferior. Rendahan.
Pembagian Semenanjung Korea, seperti dilansir dari The Freeman Spogli Institute for International Studies di Universitas Standford, dianggap tidak permanen dan ada harapan untuk reunifikasi di masa depan.
Korea adalah negara yang homogen dengan sekitar lima persen penduduknya bukan etnis Korea. Ironisnya, globalisasi telah memperkuat identitas etnik ini, dengan Korea Selatan aktif mempromosikan budayanya di kancah internasional—dari kesuksesan global BTS hingga film pemenang Oscar, Parasite.
Kebanggaan ini juga tercermin dalam upaya untuk mengintegrasikan diaspora Korea ke dalam identitas nasional yang lebih luas, memanfaatkan mereka sebagai duta budaya di tempat mereka tinggal. Semua aspek ini bersama-sama membentuk identitas nasional Korea yang kompleks dan dinamis.
Dalam menghadapi bayang-bayang kolonialisme dan konsep darah murni, Korea Selatan terus berjuang dengan isu rasisme yang kompleks. Upaya untuk mengatasi masalah ini akan menjadi langkah penting dalam perjalanan negara menuju inklusivitas dan keberagaman yang lebih besar.
KOMENTAR