Pembantaian St. Brice's Day
Tahun 1002 Masehi menandai titik balik dalam hubungan antara Viking dan Inggris. Raja Ethelred II, yang merasa terancam oleh pengaruh Viking yang semakin kuat, membuat keputusan yang akan berakibat fatal.
Didorong oleh rasa takut dan ketidakpercayaan, ia memerintahkan pembantaian massal terhadap penduduk Viking di Inggris.
Peristiwa ini, yang dikenal sebagai Pembantaian St. Brice, terjadi pada hari raya St. Brice, 13 November, dan menjadi tragedi yang mengerikan.
Para wanita dan anak-anak turut menjadi target serang brutal ini. Mereka dibunuh tanpa ampun di gereja, rumah, maupun di jalanan.
Kisah-kisah mengerikan tentang pembantaian ini tercatat dalam sejarah, menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang Inggris. Salah satu kisah yang paling terkenal adalah tentang Gunnhild, istri Raja Sweyn Forkbeard, yang dibunuh bersama putranya di Winchester.
"Pembantaian St. Brice adalah peristiwa yang menandai berakhirnya era dominasi Viking di Inggris," kata Lise. "Peristiwa ini memicu kemarahan dan balas dendam dari Viking, yang dipimpin oleh Cnut the Great."
Cnut memimpin serangan besar-besaran ke Inggris, yang berlangsung selama bertahun-tahun. Serangan-serangan ini menghancurkan Inggris, menghancurkan kota-kota, dan memperlemah ekonomi.
Pembantaian St. Brice, yang awalnya dimaksudkan untuk melemahkan Viking, justru memperkuat tekad mereka untuk menaklukkan Inggris.
Pembantaian ini juga menghancurkan kepercayaan antara Viking dan Inggris. Hubungan yang sudah tegang menjadi semakin buruk, dan jalan menuju perdamaian menjadi semakin sulit.
Puncak Kejayaan: Kerajaan Denmark di Bawah Cnut the Great
Meskipun Pembantaian St. Brice's Day menjadi pukulan telak bagi komunitas Viking di Inggris, ambisi mereka untuk menguasai tanah Inggris tidak padam.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR