Bangunan pertahanan ini kondisinya tampak sangat baik dan memiliki arsitektur yang baik pula, demikian menurut catatan Gramberg. Tangsi Siak dibangun jauh lebih kokoh dengan perlengkapan yang lebih baik daripada banteng di Bengkalis, imbuhnya, karena lokasinya berada di tanah gambut. Perihal material yang digunakan untuk membangun tangsi KNIL ini, Gramberg mencatat, dipasok dari Singapura.
Nadia menggunakan pendekatan peta-peta lama untuk menapak jejak perkembangan kota Siak, termasuk tangsi ini. Pada peta Siak bertahun 1920, ia menunjukkan perkembangan tangsi militer di seberang sungai itu.
Namun, "pada peta ini terlihat bangunan pertahanan sudah lebih besar," tulisnya, "terdiri dari beberapa massa bangunan yang dikelilingi oleh pagar tembok." Masa berikutnya, Komando Militer dan Konsul Dagang menempatinya sampai Hindia Belanda tamat. Peta bertahun 1930 menunjukkan fungsi bangunan itu secara detail sebagai "Military Barracks" dan "Military Club".
Ketika Jepang mewarisi kuasa atas Hindia Belanda, bangunan ini menjadi tangsi serdadu dan balai kesehatan untuk tentara Jepang. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, bekas tangsi ini digunakan sebagai sekolah, kantor kecamatan dan terminal agen perjalanan. Sederet foto yang dipajang di ruang pamer museum juga membuktikan bahwa tangsi ini memang pernah digunakan sebagai sekolah pada awal kemerdekaan.
Kondisi bangunan tangsi ini pernah terabaikan dan rusak selama bertahun-tahun. Sampai upaya konservasi yang memulihkan bangunan mulai menyentuhnya pada 1996. Setiap bangunan tua memiliki jiwa kota yang bersamayam dalam relung-relung arsitekturnya.
Mengapa tangsi KNIL ini penting bagi sejarah Riau? Nadia mengungkapkan bahwa tangsi ini menjadi "salah satu dari sedikit bangunan Neo Klasik peninggalan Belanda di Siak," tulisnya. "Bangunan ini mencerminkan posisi strategis dan kekuatan Kesultanan Siak dalam jalur perdagangan internasional di Selat Malaka."
—Kisah ini merupakan bagian "Kabar dari Selat Malaka", laporan jurnalistik National Geographic Indonesia dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024, Kemendikbudristek.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR