Nationalgeographic.co.id—Para sejarawan umumnya menyebut tahun 476 M sebagai tahun jatuhnya Kekaisaran Romawi. Namun Kekaisaran Romawi bagian barat perlahan-lahan runtuh selama berabad-abad sebelum itu.
Kekaisaran Romawi bagian timur bertahan selama satu milenium berikutnya. Apa penyebab kejatuhan kekaisaran yang sangat tangguh di zamannya itu?
Beberapa waktu sebelum kematiannya pada tahun 19 SM, penyair Albius Tibullus menggambarkan Kota Roma sebagai “Kota Abadi”. Dan selama ratusan tahun, ungkapan itu — Roma urbs aeternus est — terbukti kebenarannya.
Meskipun asal-usulnya sederhana, Roma berkembang selama berabad-abad dari sebuah desa kecil di Italia tengah menjadi Kekaisaran Romawi yang kuat. Kekaisaran ini tersebar di sebagian besar Eropa dan menjangkau wilayah-wilayah yang jauh di Inggris, Asia, dan Afrika Utara. Kemudian, pada tahun 476 M, Kekaisaran Romawi pun runtuh.
Namun kejatuhan Kekaisaran Romawi tidak terjadi dalam sekejap – meskipun bisa dibilang, hal itu bisa dikaitkan dengan penaklukan Kota Roma pada tahun itu. Sebaliknya, faktor-faktor yang menyebabkan jatuhnya kekaisaran Romawi terakumulasi secara perlahan.
Kesuksesan besar kekaisaran ini tidak hanya menjadi beban berat, namun kekaisaran tersebut benar-benar terpecah antara barat dan timur. Ketidakstabilan politik menghancurkan kepemimpinannya. Selain itu, Kota Roma menghadapi ancaman yang semakin besar dari suku-suku Jermanik.
Perkembangan Kekaisaran Romawi
“Kejatuhan Kekaisaran Romawi terjadi seperti jam yang terus berdetak, abad demi abad,” tulis Kaleena Fraga di laman All That’s Interesting. Legenda menyatakan bahwa Roma didirikan pada tahun 753 SM oleh Romulus dan Remus, putra Mars, dewa perang. Dari sana, Roma berkembang menjadi monarki dan kemudian menjadi Republik Romawi, yang bertahan selama sekitar 500 tahun.
Julius Caesar dibunuh oleh Brutus dan senator Romawi lainnya pada tahun 44 SM. Pewaris Caesar, Augustus, mengambil alih kekuasaan pada tahun 27 SM. Mengakhiri tradisi pembagian kekuasaan yang telah lama menjadi ciri pemerintahan Romawi, Augustus menjadi kaisar Romawi pertama. Kekaisaran Romawi pun dimulai. Namun benih kehancurannya telah ditaburkan sejak dini.
Bahkan sebelum Augustus mengambil alih kekuasaan, Republik Romawi sudah mulai berkembang. Selama Perang Punisia dengan Kartago pada tahun 264 SM sampai tahun 146 SM, Romawi telah melahap wilayah Kartago di Mediterania, Spanyol, dan Afrika bagian utara.
Pada tahun 60-an SM, wilayah ini meluas ke Timur Tengah. Lantas, di bawah pemerintahan Caesar, Republik ini meluas hingga ke Eropa.
Baca Juga: Kisah Kepala Suku Inggris Kuno Caratacus Melawan Invasi Kekaisaran Romawi
Pada tahun 117 M, Kekaisaran telah berkembang hingga ke Inggris. Ekspansi ini menghasilkan budak dan harta yang tak terhitung bagi Kekaisaran Romawi. Pada sekitar waktu ini, Kekaisaran Romawi juga menikmati masa tenang di era kepemimpinan “Lima Kaisar yang Baik”.
Namun tahun-tahun emas “Pax Romana” ini berakhir pada tahun 180 M, dengan naiknya Commodus yang diktator sebagai kaisar. Kejatuhan Kekaisaran Romawi bisa dikatakan dimulai pada abad berikutnya, ketika kekaisaran mulai menghadapi masalah politik dan ekonomi yang serius.
Kekaisaran ini mulai bertransformasi, tulis sejarawan Cassius Dio, “dari kerajaan emas menjadi kerajaan besi dan karat.”
Awal kejatuhan Kekaisaran Romawi pada abad kedua dan ketiga
Mengapa Kekaisaran Romawi jatuh? Runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat disebabkan oleh sejumlah faktor, yang banyak di antaranya terjadi pada abad kedua dan ketiga Masehi.
Setelah pembunuhan Commodus pada tahun 192 M, ketidakstabilan politik melanda Kekaisaran Romawi. “Tahun Lima Kaisar” menjadi saksi lima tokoh yang mengeklaim takhta, pembunuhan, dan perang saudara.
Selama 75 tahun pada abad kedua dan ketiga, lebih dari 20 kaisar memerintah Kekaisaran Romawi. Dan sebagian besar kaisar menghadapi kematian yang menyedihkan.
Ekspansi, yang pernah menjadi kebanggaan kekaisaran Romawi, juga menjadi beban. Kemajuan Romawi yang pesat telah menghasilkan kekayaan dan kerja paksa bagi kekaisaran. Namun berakhirnya ekspansi berarti hilangnya sumber daya tersebut.
Ekspansi juga berarti bahwa Romawi mempunyai lebih banyak wilayah untuk dipertahankan. Maka kekaisaran pun terpaksa mengarahkan lebih banyak dananya untuk pemeliharaan militer. Ditambah lagi, Kekaisaran Romawi yang luas hampir mustahil untuk diperintah.
Kaisar Diocletian merancang solusi terhadap masalah ini ketika ia membagi kekaisaran Romawi menjadi timur dan barat sekitar tahun 285. Kekaisaran Romawi Barat berkedudukan di Roma. Sedangkan Kekaisaran Romawi Timur berpusat di Konstantinopel.
Pada saat itu, kedua kekuasaan tersebut disebut sebagai “Kekaisaran Romawi”. Bangsa Romawi tidak akan menggunakan istilah “Kekaisaran Romawi Barat” atau “Kekaisaran Romawi Timur”. Untuk sementara waktu, solusi ini tampaknya berhasil. “Wilayah Kekaisaran Romawi yang luas menjadi lebih mudah dikelola,” tambah Fraga.
Namun seiring berjalannya waktu, Kekaisaran Romawi Barat dan Timur mulai terpecah. Kekaisaran Timur menggunakan bahasa Yunani sebagai bahasa resminya dan berkembang. Sementara kekaisaran berbahasa Latin terus perlahan-lahan runtuh. Dan tantangan yang dihadapi Kekaisaran Romawi Barat semakin meningkat pada abad keempat dan kelima.
Baca Juga: Zirah, Simbol Kehebatan Militer dan Teknik Kekaisaran Romawi
Masalah-masalah ini menyebabkan jatuhnya Roma pada tahun 476 M.
Agama baru dan invasi mendorong Kekaisaran Romawi menuju jurang kehancuran
Pada abad keempat dan kelima, Kekaisaran Romawi menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu yang telah berkembang selama berabad-abad: Kekristenan.
Sejarawan seperti Edward Gibbon berpendapat bahwa meningkatnya penerimaan umat Kristen pada akhirnya menghancurkan Kekaisaran Romawi. Banyak sejarawan yang mengabaikan klaimnya. Tapi Gibbon berpendapat bahwa agama Kristen menimbulkan perpecahan di antara orang-orang Romawi dan mengurangi antusiasme mereka untuk berperang.
Jika demikian, ini adalah saat yang buruk bagi bangsa Romawi untuk kehilangan minat dalam perang. Mulai abad keempat, Kekaisaran Romawi mulai menghadapi ancaman yang semakin meningkat dari suku-suku Jermanik seperti Goth.
Invasi Suku Hun ke Eropa pun mendorong suku-suku Jermanik lebih dekat ke perbatasan Romawi. Hal ini menyebabkan Pertempuran Adrianople pada tahun 378 M antara pasukan Romawi Timur dan bangsa Goth. Yang mengejutkan banyak warga Romawi, bangsa Goth tidak hanya menang tetapi juga menghabisi dua pertiga tentara Romawi — termasuk kaisar, Valens.
Meskipun kedua belah pihak berdamai dan menjalin hubungan dagang, ketegangan terus berlanjut. Dan pada tahun 410 M, Raja Alaric I menjarah Kota Roma.
Sebagai seorang Kristen, Alaric tidak “menyentuh” basilika St. Paul dan St. Peter. Namun dia membakar gedung-gedung di seluruh kota, menjarah rumah-rumah kaya, dan menghancurkan kuil-kuil. Kaisar Romawi, Honorius, tidak banyak membantu. Meskipun ia mengirimkan 6.000 tentara untuk membantu Roma, mereka dengan cepat dikalahkan oleh pasukan Alaric.
Bertekuk lutut, Kota Roma tampak menjadi sasaran empuk bagi penjajah lainnya. Pada tahun 455 M, suku Jerman lainnya yang disebut Vandal menjarah Roma. Mereka juga menguasai wilayah yang sebelumnya dikuasai Romawi di Afrika utara, termasuk Kartago. Sementara itu, suku-suku lain telah menggerogoti wilayah Kekaisaran Romawi di Gaul dan Inggris.
Kemudian, pada tahun 476 M, pemimpin Jerman, Odoacer, menjarah Roma. Bagi banyak sejarawan, invasi ini menandai jatuhnya Kekaisaran Romawi. Odoacer berhasil menggulingkan Kaisar Romulus Augustulus dan tidak ada lagi kaisar Romawi yang akan memerintah dari Italia lagi.
Meskipun Kekaisaran Romawi Barat telah jatuh, Kekaisaran Romawi Timur akan bertahan selama berabad-abad.
Jatuhnya Kekaisaran Romawi Timur
Baca Juga: Frigia, Topi Kontroversial di Era Romawi yang Jadi Maskot Olimpiade Paris
Karena penjarahan Roma oleh Odoacer dan pengasingan Romulus Augustulus, banyak sejarawan mengakui tahun 476 M sebagai jatuhnya kekaisaran Romawi. Namun Kekaisaran Romawi Timur bertahan hingga abad ke-15.
Disebut Kekaisaran Bizantium, kejatuhannya mencerminkan Kekaisaran Romawi Barat dalam beberapa hal. Kekaisaran Bizantium berkembang di bawah pemerintahan Yustinianus I pada abad keenam. Namun kemudian berjuang untuk mempertahankan wilayah yang telah ditaklukkannya.
Kekaisaran Bizantium juga mulai bergulat dengan kekuatan Islam. Kekuatan-kekuatan ini akan segera merebut sebagian besar wilayah di Timur Tengah dan Afrika.
Dan pada tahun 1453, pemimpin Ottoman Mehmed II menyerang Konstantinopel. Serangan itu menyebabkan penaklukan Konstantinopel tersebut dan runtuhnya Kekaisaran Bizantium. Pada titik ini, kita dapat mengatakan secara pasti bahwa Kekaisaran Romawi telah jatuh.
Saat ini, Kota Roma masih dikenal sebagai “Kota Abadi”. Namun Kekaisaran Romawi itu sendiri sudah lama hilang. Kekaisaran Romawi perlahan-lahan runtuh selama berabad-abad sebelum jatuh pada tahun 476 M (di barat) dan pada tahun 1453 (di timur).
Lalu mengapa Kekaisaran Romawi jatuh? Tidak ada alasan tunggal. Ekspansi berlebihan, agama, dan perang semuanya berperan dalam hal ini. Kejayaan Kekaisaran Roma kini tinggal puing-puing berdebu, sebuah simbol yang meresahkan tentang betapa kekuasaan bisa cepat berlalu.
Source | : | All Thats Interesting |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR