Nationalgeographic.co.id–Ketika cuaca panas, kita bisa berlindung di rumah dan menikmati kipas angin atau pendingin udara. Namun bagaimana dengan mereka yang hidup di masa lalu? Misalnya pada era Kekaisaran Tiongkok.
Sebelum ada kipas angin dan pendingin udara, masyarakat Tiongkok juga menghadapi cuaca panas yang bisa berakibat fatal.
Dokumentasi Kekaisaran Tiongkok menunjukkan bahwa 11.400 orang tewas di Beijing pada musim panas tahun 1743. Saat itu suhu melonjak hingga lebih dari 44 derajat Celcius selama puluhan hari pada akhir musim panas tersebut. Sementara pada masa Dinasti Tang (618 – 907), penyair Wang Wei menulis Harsh Summer. Ia mengeluh tentang musim panas, “Rumput dan pepohonan hangus; sungai dan danau kering.”
Mengingat bahaya suhu panas, orang Tiongkok kuno berpendapat bahwa yang terbaik adalah beristirahat selama hari-hari terpanas. Salah satu pepatah lama menyatakan, “Pria sejati tidak pernah menghasilkan uang di bulan keenam yang terik.”
Bahkan penjahat yang dijatuhi hukuman mati diberi penangguhan hukuman sampai setelah bulan-bulan musim panas sampai “eksekusi musim gugur” dimulai. Tetap tenang saat cuaca panas merupakan masalah serius di Kekaisaran Tiongkok. Tapi untungnya mereka punya beberapa cara cerdik untuk menghindari panas terburuk.
Menikmati minuman dan kudapan dingin
Seperti banyak orang saat ini, orang Tionghoa selama berabad-abad telah menikmati es krim dan minuman dingin. Tujuannya agar tetap sejuk di tengah teriknya musim panas.
Namun pada masa Dinasti Zhou (1046 – 256 SM), es adalah barang mewah yang dimiliki secara eksklusif oleh istana Kekaisaran Tiongkok. Menurut Confucian classic Rites of Zhou, istana Zhou membentuk departemen pemerintah khusus yang disebut bingzheng (administrasi es). Sekitar 80 pegawai yang dikenal sebagai lingren (manusia es) bertanggung jawab atas gudang es milik pemerintah.
Setiap bulan Desember, bingzheng akan mengatur pengumpulan balok es dari sungai sebelum menyimpannya di “gudang es” bawah tanah atau lingyin. Gudang es itu terisolasi dari panas di atas tanah. Hanya pejabat paling bergengsi dan senior yang diberi kemewahan es.
Kaisar akan menghadiahkan es batu kepada mereka yang dianggap layak. Hal ini dianggap sebagai suatu kehormatan besar bagi penerimanya. Si penerima akan menggunakan es tersebut untuk mendinginkan rumah mereka dan mengawetkan atau mendinginkan makanan.
Praktik tersebut berlangsung hingga akhir zaman Dinasti Tang ketika para pejabat menemukan suatu zat (saltpeter). Zat itu dapat digunakan untuk mendinginkan air dengan cepat dan membentuk es. Sejak itu, es buatan menjadi mungkin dilakukan bahkan di musim panas
Baca Juga: Benarkah Mural Makam dari Kekaisaran Tiongkok Ini Lukiskan Sosok Asing?
Juga pada masa Dinasti Tang, sushan menjadi sangat populer. Produk susu beku ini diperkenalkan oleh suku nomaden di utara Tiongkok. Sushan adalah minuman dingin yang dibuat dengan mencampurkan susu kerbau rebus dengan gula atau madu. Kemudian campuran tersebut dituang ke dalam wadah berbentuk gunung. Cairan itu disimpan di dalam lingyin hingga membeku.
Pada masa Dinasti Song (960 – 1279), minuman dingin yang terbuat dari buah-buahan segar bermunculan di seluruh negeri. Salah satu yang paling populer, air krim leci, masih bisa ditemui sampai sekarang. Terbuat dari buah leci dan plum yang dicampur dengan kayu manis dan cengkeh untuk rasa yang menyegarkan.
Berpakaian sesuai cuaca
Bahan yang tipis dan tembus pandang menjadi pilihan untuk mengurangi rasa panas. Hal ini dapat dilihat pada lukisan dari abad ke-6 berjudul Proofreading in the Northern Qi Dynasty karya seniman Yang Zihua. Lukisan itu menunjukkan para juru tulis mengenakan jubah longgar dengan gaun di bawahnya saat mereka bekerja.
Pada tahun 1972, para arkeolog menemukan jubah sutra dengan berat hanya 95 gram dari era Dinasti Han Barat (206 SM – 25 M). Jubah itu ditemukan di makam Mawangdui Han di Changsha, Provinsi Hunan. Gaun tipis namun tahan lama ini dikenal sebagai susha danyi atau “jubah tunggal sutra polos”. Pakaian ini diberi nama demikian karena warnanya yang polos. Selain itu, pakaian tersebut dapat dikenakan dalam satu lapisan tanpa pakaian lain.
Namun, jubah sutra para cendekiawan dan pejabat tidak terjangkau oleh kebanyakan orang awam. Sebaliknya, mereka mungkin memakai zhuyi (baju bambu). Baju ini membantu pemakainya menghindari keringat dan tidak menempel di kulit. Selain itu, wanita terkadang mengenakan jingyi, yaitu celana panjang dengan selangkangan terbuka. Pemakainya juga akan mengenakan rok panjang yang disebut chang untuk menutupi kelamin mereka.
Arsitektur yang menyejukkan
Menjaga kesejukan terkadang membutuhkan perencanaan arsitektur yang cermat. Pada zaman kuno, tempat tinggal sering kali dibangun di sekitar danau dan waduk buatan. “Bunga serta tanaman ditambahkan untuk meningkatkan kelembapan udara dan memberikan keteduhan,” tulis Yang Tingting di laman World of Chinese.
Selama Dinasti Song Selatan (1127 – 1279), kaisar sering menghabiskan musim panas di “istana hijau dingin”. Di istana itu, bambu, bunga teratai, dan tanaman lainnya dibudidayakan. Ada air terjun besar buatan mengalir untuk mengurangi panas dan kering. Lusinan baskom emas diisi dengan es dari gudang es Kekaisaran Tiongkok.
Baskom berisi es itu ditempatkan di istana dan kamar tidur kaisar. Strukturnya sangat efektif sehingga Hong Mai, seorang sarjana, tampaknya merasa sangat dingin di istana kekaisaran pada musim panas. Melihat hal itu, Kaisar Xiaozong menyuruh para pelayan mengambilkannya mantel, menurut catatan Song.
Ada cara yang lebih aneh lagi untuk tetap nyaman di saat cuaca panas. Menurut Miscellany from Youyang, Kaisar Xuanzong pernah mendinginkan dua ekor ular hidup. Ular itu dikirim ke sepupunya, Raja Shen, yang tidak tahan panas. di musim panas. Raja Shen menempatkan ular di pinggangnya sebagai sabuk pendingin.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR