Nationalgeographic.co.id—Selama Festival Pertengahan Musim Gugur (Mid-Autumn Festival), warga Tionghoa di seluruh dunia menyantap kue spesial. Mereka menikmati kue sambil mendoakan kemakmuran dan kebahagiaan keluarga.
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa kudapan Tiongkok bukanlah yang paling lezat di dunia. Orang-orang mungkin akan memilih kue cokelat nan lezat alih-alih pangsit kacang merah.
Namun, jangan lewatkan untuk menyantap tang yuan, zongzi, atau kue bulan jika ada kesempatan. Bukan sekadar kudapan manis, ada kisah menarik terkait asal-usul kue bulan dalam budaya Tionghoa.
Festival Pertengahan Musim Gugur atau Festival Bulan dirayakan oleh warga Tionghoa di seluruh dunia pada hari ke-15 bulan ke-8 kalender lunar. Selama perayaan, kue bulan disantap dalam jumlah yang sangat banyak.
Satu bulan menjelang perayaan, supermarket, toko kelontong, toko kue, dan bahkan hotel mewah mulai menjual kue bulan.
Keluarga berkumpul bersama untuk makan dan menyalakan lentera. Mereka duduk sambil memandang bulan dan menyantap yue bing atau kue bulan. Festival ini dirayakan dengan melambungkan harapan akan kebahagiaan dan kemakmuran.
Kue seukuran telapak tangan ini ini biasanya dibuat dengan lapisan kue tipis yang membungkus isian padat. Isiannya bisa berupa kacang merah manis, melon, atau campuran kacang. “Tergantung di mana Anda membelinya di Asia,” tulis Michelle Tchea di laman Smithsonian Magazine.
Berakar di Tiongkok, kue bulan tidak hanya terbatas di daratan utama. Di Korea Selatan, kue bulan disebut songpyeon dan dinikmati saat perayaan Chuseok, festival pertengahan musim gugur.
Demikian pula di Vietnam, banh trung thu dinikmati pada Tet Trung Thu, dan di Jepang, dango yang lengket dan kenyal dikonsumsi pada Tsukimi. Tsukimi adalah festival musim gugur yang secara harfiah berarti "melihat bulan".
“Meskipun nama kue bulan berbeda-beda di seluruh Asia, nilainya bersifat universial,” kata Yuki Kugota, koki di restoran Megu di Gstaad, Swiss.
“Festival ini menjadi kesempatan bagi keluarga untuk berkumpul bersama, mengagumi bulan, dan menikmati kue bulan,” katanya. “Bulan berada pada titik terpenuhnya. Dan orang-orang dapat berdoa kepada dewa bulan untuk panen musim gugur yang baik.”
Baca Juga: Alih-alih Satukan Tiongkok, Cao Cao Malah Kalah Sebelum Bertempur
Menurut Xiaohuan Zhao, sarjana sastra dan teater Tiongkok di Universitas Sydney, kue bulan merupakan simbol kebersamaan. “Kue bulan melambangkan persatuan, kesatuan, dan keharmonisan,” katanya.
“Selama Festival Pertengahan Musim Gugur, anggota keluarga berkumpul bersama untuk mencicipi kue bulan sebagai simbol reuni keluarga. Bentuknya yang bulat melambangkan kehidupan yang penuh, kesempurnaan, dan keberuntungan.”
Sejarah Festival Pertengahan Musim Gugur dan kue bulan
Festival ini, yang sudah ada sejak lebih dari 3.000 tahun lalu, bertepatan dengan berakhirnya panen musim gugur. Awalnya, festival ini dianggap sebagai waktu bagi para petani untuk berdoa dan berterima kasih kepada para dewa atas tahun yang berlimpah dan makmur. Kini, orang-orang di seluruh Sinosfer (lingkungan kebudayaan Asia Timur) ikut serta dalam berbagai perayaan.
Kegiatan ini termasuk membuat persembahan kurban untuk leluhur, penguasa tanah dan bumi, serta dewi bulan,” kata Zhao. “Keluarga juga berkumpul untuk makan malam reuni, menikmati kue bulan, dan sering memanggang, khususnya di Taiwan. Buah berbentuk bulat seperti persik, jeruk, dan kesemek merupakan hal yang umum."
Perayaan juga dapat menampilkan pertunjukan tradisional seperti barongsai dan tari naga, dengan Hong Kong yang terkenal dengan tari naga apinya.
Banyak cerita yang mendukung sejarah dan relevansi Festival Pertengahan Musim Gugur. Salah satu kisah berpusat pada seorang wanita bangsawan dari istana Tiongkok, Chang’e. Ia melakukan tindakan tanpa pamrih untuk menyelamatkan negeri.
Mitos Chang’e bermula pada masa Dinasti Tang (618-907 M). Saat itu Kekaisaran Tiongkok dilanda panas ekstrem dan kondisi buruk. Bencana itu menyebabkan tanaman mengering dan penduduk desa tewas di bawah terik matahari.
Hou Yi, seorang pemanah yang sangat terampil, dipanggil oleh istana kekaisaran. Ia diminta untuk menembak jatuh sembilan dari sepuluh matahari terik yang mengelilingi Bumi.
Yi berhasil dan menyelamatkan manusia. Sebagai ucapan terima kasih kepada sang pahlawan, para dewa bulan memberikan pemanah itu dua ramuan yang memberinya kehidupan abadi.
Sayangnya, ketenaran menguasai Yi, dan ia menjadi seorang tiran. Chang'e, istri Yi, melihat perubahan dalam kepribadian suaminya. Ia khawatir jika mengonsumsi ramuan itu, suaminya akan menjadi tidak terkendali. Sebagai pengorbanan, Chang'e menelan dua ramuan itu dan para dewa bulan membawanya ke bulan sebagai hadiah atas ketidakegoisannya.
Baca Juga: Tiongkok Denda Perusak Lingkungan dengan Kredit 'Blue Carbon', Efektifkah?
Chang'e-lah yang dihormati orang Tiongkok selama Festival Bulan. “Mitos pelarian Chang’e ke bulan dapat ditelusuri kembali ke Huainanzi, sebuah buku filsafat dari Dinasti Han Barat,” kata Zhao.
Tiga kisah lain seputar asal-usul kue bulan dianggap sebagai kisah anekdot, bukan mitos, tambah Zhao.
Dua peristiwa pertama terjadi di Dinasti Tang. Konon kaisar menghadiahkan kue bulan kepada orang-orang pada hari ke-15 bulan lunar kedelapan.
Dalam versi pertama, Kaisar Taizong, yang memerintah dari tahun 626 hingga 649, memberikan kue bulan kepada menteri istana. Pemberian itu bertujuan untuk merayakan kemenangan pertempuran melawan Turki.
Sedangkan dalam versi kedua, Kaisar Xizong, yang memerintah dari tahun 873 hingga 888, meberikan kue berbentuk bundar. Kue itu diberikan kepada kandidat yang berhasil dalam ujian dinas kekaisaran atas kerja keras mereka.
Kisah ketiga dan paling terkenal menunjukkan bahwa kue bulan berperan dalam pembebasan Tiongkok dari bangsa Mongol pada abad ke-14. Dengan adanya larangan terhadap pertemuan besar, orang-orang Han menyembunyikan pesan rahasia di dalam kue. Pesan itu berkaitan dengan pemberontakan terhadap bangsa Mongol.
Kue bulan digunakan untuk menyembunyikan potongan kertas, yang bertuliskan, 'Pemberontakan pada malam ke-15 bulan kedelapan’
Penjualan dan konsumsi kue bulan secara massal memicu pemberontakan yang dipimpin oleh pemimpin pemberontak Zhu Yuanzhang. Hal ini menyebabkan runtuhnya bangsa Mongol dan Dinasti Yuan serta memungkinkan Dinasti Ming mengambil alih kekuasaan pada 1368.
Mitos dan legenda yang terkait dengan Festival Pertengahan Musim Gugur dan kue bulan memainkan peran penting dalam melestarikan warisan budaya. Kisah-kisah ini terus menyatukan orang-orang dengan menghubungkan mereka dengan sejarah dan tradisi bersama. Pada akhirnya, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR