Menurut Xiaohuan Zhao, sarjana sastra dan teater Tiongkok di Universitas Sydney, kue bulan merupakan simbol kebersamaan. “Kue bulan melambangkan persatuan, kesatuan, dan keharmonisan,” katanya.
“Selama Festival Pertengahan Musim Gugur, anggota keluarga berkumpul bersama untuk mencicipi kue bulan sebagai simbol reuni keluarga. Bentuknya yang bulat melambangkan kehidupan yang penuh, kesempurnaan, dan keberuntungan.”
Sejarah Festival Pertengahan Musim Gugur dan kue bulan
Festival ini, yang sudah ada sejak lebih dari 3.000 tahun lalu, bertepatan dengan berakhirnya panen musim gugur. Awalnya, festival ini dianggap sebagai waktu bagi para petani untuk berdoa dan berterima kasih kepada para dewa atas tahun yang berlimpah dan makmur. Kini, orang-orang di seluruh Sinosfer (lingkungan kebudayaan Asia Timur) ikut serta dalam berbagai perayaan.
Kegiatan ini termasuk membuat persembahan kurban untuk leluhur, penguasa tanah dan bumi, serta dewi bulan,” kata Zhao. “Keluarga juga berkumpul untuk makan malam reuni, menikmati kue bulan, dan sering memanggang, khususnya di Taiwan. Buah berbentuk bulat seperti persik, jeruk, dan kesemek merupakan hal yang umum."
Perayaan juga dapat menampilkan pertunjukan tradisional seperti barongsai dan tari naga, dengan Hong Kong yang terkenal dengan tari naga apinya.
Banyak cerita yang mendukung sejarah dan relevansi Festival Pertengahan Musim Gugur. Salah satu kisah berpusat pada seorang wanita bangsawan dari istana Tiongkok, Chang’e. Ia melakukan tindakan tanpa pamrih untuk menyelamatkan negeri.
Mitos Chang’e bermula pada masa Dinasti Tang (618-907 M). Saat itu Kekaisaran Tiongkok dilanda panas ekstrem dan kondisi buruk. Bencana itu menyebabkan tanaman mengering dan penduduk desa tewas di bawah terik matahari.
Hou Yi, seorang pemanah yang sangat terampil, dipanggil oleh istana kekaisaran. Ia diminta untuk menembak jatuh sembilan dari sepuluh matahari terik yang mengelilingi Bumi.
Yi berhasil dan menyelamatkan manusia. Sebagai ucapan terima kasih kepada sang pahlawan, para dewa bulan memberikan pemanah itu dua ramuan yang memberinya kehidupan abadi.
Sayangnya, ketenaran menguasai Yi, dan ia menjadi seorang tiran. Chang'e, istri Yi, melihat perubahan dalam kepribadian suaminya. Ia khawatir jika mengonsumsi ramuan itu, suaminya akan menjadi tidak terkendali. Sebagai pengorbanan, Chang'e menelan dua ramuan itu dan para dewa bulan membawanya ke bulan sebagai hadiah atas ketidakegoisannya.
Baca Juga: Tiongkok Denda Perusak Lingkungan dengan Kredit 'Blue Carbon', Efektifkah?
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR