Tidak cukup melalui fenomena eksperimen, para peneliti mencari tahu apa yang menyebabkan nyamuk jantan tidak bisa bergerak. Tidak berfungsinya indra pendengaran ini diselidiki para peneliti pada neuron serangga tersebut.
Neuron pendengaran nyamuk berada di dasar antena, tepatnya dalam organ Johnston. Dalam kehidupan serangga, antena adalah organ penting sebagai sensor yang memiliki banyak peran, mulai dari penciuman sampai suhu inframerah. Kemampuan ini pula yang membuat nyamuk bisa mengetahui suhu tubuh mangsa yang bisa diisap darahnya.
Mengenai pendengaran, tim berfokus pada saluran sensorik yang disebut TRPVa dan gen terkaitnya. Mereka mencoba melumpuhkan gen tersebut melalui kode TRPVa pada nyamuk Aedes aegypti menggunakan CRISPR-Cas9, bioteknologi untuk memodifikasi DNA dalam genom dengan cepat dan detail.
Hasil pelumpuhan gen ini menyebabkan nyamuk tidak bereaksi terhadap suara. Ketika suara dibuat, organ Johnston yang biasanya menangkap rangsangan, tidak menunjukkan aktivitas listrik. Dari sinilah, para peneliti langsung berpendapat bahwa suara adalah kunci dari perkawinan nyamuk.
Mengontrol populasi nyamuk
Aedes aegypti sering membawa patogen mematikan kepada manusia. Setiap tahunnya, spesies ini bisa menyebabkan 100 juta orang per tahunnya terserang penyakit berbahaya seperti demam berdarah, zika, dan demam kuning.
Awalnya, adalah hal yang sulit untuk mengendalikan populasi nyamuk. Setiap negara punya imbauan dengan menutup genangan air, mengurangi sampah, dan menguras bak air.
Cara alternatif lainnya adalah dengan teknik sterilisasi serangga yang banyak dilakukan para ahli di berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena betina hanya melalukan satu kali perkawinan, sekalinya kawin dengan jantan yang telah disterilisasi, pembuahan kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Namun, para peneliti mengkritisi teknik tersebut karena dibatasi oleh daya saing nyamuk betina. Agar tidak mendapatkan keturunan, nyamuk jantan masih harus mendekati nyamuk betina. Metode ini dianggap tidak cukup menekan populasi nyamuk untuk menurunkan jumlah keturunan.
Oleh karena itu, para peneliti berharap, metode genetik dengan mematikan indra pendengaran nyamuk jantan diharapkan dapat jadi pertimbangan alternatif dalam pengendalian populasi nyamuk.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR