Nationalgeographic.co.id— Tahukah Anda bahwa Kekaisaran Ottoman memiliki sebuah korps elite militer yang dibentuk pada akhir abad ke-14 bernama Janissari dan mereka punya hubungan erat dengan tarekat sufi Bektashi?
Antara Bektashi dan Janissari saling terkait dan melindungi, sehingga saat tiba masanya korps militer itu dibubarkan, maka tamatlah juga riwayat para penganut Bektashi.
Misionaris sekaligus orientalis John Kinsley Birge, sebagaimana dikutip oleh Ozkan Karabulut dalam The Rehabilitation Of The Bektashi Order (1826-1876), mengatakan bahwa Janissari memang berafiliasi dengan tarekat Bektashi.
Meskipun informasi tentang akar sejarah keterkaitan ini masih kurang, yang jelas bahwa hubungan timbal balik Bektashi-Janissari berlangsung selama berabad-abad dan Bektashi menjadi tarekat dominan di Kekaisaran Ottoman dengan dukungan Janissari.
Pengamat sejarah Ottoman, Irene Melikoff, menjelaskan hubungan ini berawal dari ketenaran Hacı Bektash Veli yang dinobatkan sebagai pir (pemimpin spiritual) Janissari pada abad ke-14 oleh sultan Ottoman.
Meskipun sejarawan seperti Esad Efendi dan Cevdet Pasha mengaitkan akar sejarah hubungan ini dengan pemberkatan Hajı Bektash Veli terhadap para prajurit baru Sultan Orhan Gazi, sangat mungkin bahwa Hacı Bektash tidak pernah bertemu dengan Orhan Gazi.
Sebaliknya, koneksi Bektashi tampaknya berkembang melalui tokoh spiritual Abdal Musa, yang ikut serta dalam kampanye Orhan. Simbol-simbol tertentu dari tarekat Bektashi, seperti topi kepala elif-i tac, mulai digunakan oleh Janissari selama masa Abdal Musa, dan ini menunjukkan adanya hubungan erat antara kedua kelompok tersebut.
Selain elif-i tac dan penobatan Hacı Bektaş sebagai pir, dipercaya bahwa Janissari memiliki kuali suci milik Hacı Bektash, yang kemudian menjadi simbol dalam banyak pemberontakan. Praktik lain yang memperkuat hubungan Bektashi-Janissari adalah deklarasi Janissari tentang pengabdian mereka kepada Hajı Bektash melalui sumpah mereka yang disebut gülbeng.
Selain itu, seorang baba Bektashi (pemimpin spiritual) tinggal di orta ke-99 (salah satu unit pasukan Janissari) bersama delapan darwis (pengikut spiritual) dengan menggunakan gelar miralay (setingkat kolonel), dan berlangsung hingga abad ke-19.
Meskipun ada hubungan antara Janissari dan Bektashi, apakah Bektashi bersekutu dengan Janissari dalam pemberontakan melawan Ottoman masih bisa diperdebatkan.
Baca Juga: Kaligrafi dan Kecantikan Seni Kekaisaran Ottoman yang Legendaris
Namun, Bektashi digambarkan sebagai aktor dalam konspirasi di balik pemberontakan Janissari tersebut dalam berbagai teks propaganda. Sebagai contoh, dalam Üss-i Zafer, Esad Efendi menyebut Bektashi memprovokasi Janissari melawan kesultanan Ottoman.
Bektashi menyelinap di antara para prajurit selama kampanye dan melemahkan semangat mereka dengan berkata, "Kalian bodoh! Mengapa kalian mengorbankan hidup kalian sia-sia? Tidak ada kebajikan dalam perang suci atau mati syahid, sementara sultan Ottoman hidup dalam kenikmatan di istananya, begitu juga dengan raja Efrenc (Franks) di kerajaannya."
Menurut teks propaganda lain, Gülzar-ı Fütühat, Şirvanlı Fatih Efendi menggambarkan Tarekat Bektashi sebagai cabang konspirasi dari Korps Janissari dan mengklaim bahwa Bektashi menawarkan kepada orang-orang Yunani untuk "menghancurkan Ottoman ini dengan membuat aliansi bersama" selama pemberontakan di Mora.
Contoh umum lain yang sering diberikan oleh sejarawan adalah Haydar Baba, yang dikaitkan dengan insiden Alemdar. Haydar Baba tinggal di barak Janissari ke-99 dan dituduh sebagai mata-mata Iran yang memprovokasi Janissari untuk memulai pemberontakan.
Ottoman kemudian mengasingkan Haydar Baba ke Erzurum. Namun, ia meninggal di tengah perjalanan. Kematian Haydar Baba membuat Janissari curiga sehingga mereka mengancam Aga Janissary dengan membakar Istanbul dan membantai orang-orang non-Muslim, mirip dengan peristiwa tahun 1821.
Hubungan Tarekat Bektashi-Korps Militer Janissari
Berbeda dengan yang dituduhkan sebagai mata-mata, Haydar Baba merupakan pemimpin spiritual tarekat Bektashi yang dihormati oleh Janissari, sehingga jenazahnya dikuburkan dengan upacara pemakaman di Merdivenköy.
Dengan menyingkirkan pemimpin spiritual Janissari, Ottoman mungkin ingin melemahkan solidaritas Janissari dan menanti seperti apa reaksi selanjutnya.
Selain kasus Haydar Baba, Bektashi juga diduga berpartisipasi dalam Vakay-i Hayriyye (Peristiwa yang Menguntungkan) bersama Janissari. Cevdet Pasha mengisyaratkan bahwa Bektashi memotivasi Janissari dengan konsep "kebangkitan Hacı Bektash Ocağ." Baba Bektashi diklaim memainkan taber di Et Meydanı dan berusaha memobilisasi Janissari di seluruh Istanbul untuk melakukan pemberontakan pada hari itu.
Baik dokumen arsip maupun kronik mendefinisikan Bektashi sebagai fesad (konspirasi) di balik pemberontakan Janissari dan mengaitkan kedua peristiwa tahun 1826 satu sama lain.
Selain itu, anggapan bahwa Janissari menjadi penyebab dilarangnya Tarekat Bektashi, para sejarawan mengaitkan peristiwa pembubaran Korps Janissari dan pembubaran Tarekat Bektashi sebagai bagian dari reformasi Mahmud.
Baca Juga: Prasasti Behistun: Pesan Darius I bagi Kekaisaran Persia dan Dunia
Oleh karena itu, telah menjadi kecenderungan umum di kalangan sejarawan Ottoman abad ke-19 untuk tidak membuat perbedaan yang jelas antara kedua peristiwa ini.
Menghubungkan kedua peristiwa pembubaran pada tahun 1826 sebagai bagian dari Vakay-i Hayriyye (Peristiwa yang Menguntungkan) dan menganggapnya sebagai upaya modernisasi negara mungkin menghasilkan asumsi sejarah yang tidak konsisten.
Dalam konteks ini, seseorang mungkin berpikir bahwa Tarekat Bektashi adalah penghalang reformasi dan menganggap mereka tidak punya semangat kemajuan. Padahal, bukan berarti Bektashi menentang modernisasi.
Sebaliknya, Beşiktaş Cemiyet-i Ilmiyesi (Komunitas Ilmu Pengetahuan Beşiktaş), yang anggotanya dituduh sebagai penganut Bektashisme, didirikan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi Ottoman.
Beberapa anggotanya, yaitu Ismail Ferruh Efendi, memberikan kuliah sastra. Sementara itu Şanizade Ataullah Efendi memberikan kuliah ilmu pengetahuan dalam komunitas tersebut.
Meskipun Cevdet Pasha menyatakan bahwa anggota komunitas ini tidak terkait dengan Bektashisme, sejarawan Lütfi Efendi bersikeras bahwa orang-orang ini yang dikenal sebagai mezhebsiz (orang-orang yang tidak berasal dari madzhab Sunni).
Akibat dari tuduhan Bektashisme, tiga anggota komunitas diasingkan. Ini berarti bahwa meskipun mereka adalah modernis, mereka tetap dihukum jika mereka anggota Bektashi.
Oleh karena itu, melihat semua Bektashi sebagai penghalang terhadap upaya modernisasi negara mungkin merupakan pendekatan yang kurang tepat.
Tampaknya sultan melihat pembubaran ini sebagai cara untuk memperkuat otoritasnya dan penghancuran Korps Janissari menjadi pencapaian penting tersendiri bagi Ottoman.
Pemberontakan terakhir Janissari dihentikan dengan pemboman selama setengah jam yang mengakibatkan terbantainya ratusan Janissari.
Para sarjana menyoroti ketakutan negara terhadap pemberontakan balasan, yang mungkin dilakukan oleh mantan anggota Janissari atau simpatisannya.
Baca Juga: Bayangan 'Raja Kafir' Buat Melayu-Nusantara Menggandeng Ottoman
Oleh karena itu, sultan menjadikan Bektashi sebagai target operasi karena afiliasi mereka dengan Janissari dan memprovokasi protes terhadap Ottoman setelah Janissari dibubarkan.
Dalam proses pembubaran tarekat ini, tiga tokoh Bektashi ditangkap dengan tuduhan menyebarkan gagasan untuk membangkitkan kembali Janissary ocak (unit militer Janissari).
Bahkan jika Bektashi cenderung melindungi mantan anggota Janissari, hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk sepenuhnya menghapuskan Tarekat Bektashi.
Namun, pembubaran Janissari secara otomatis meningkatkan kekuasaan sultan. Pemerintahan Sultan Mahmud II kemudian membersihkan pemerintahannya dari sisa-sisa Janissari untuk kekuasaan absolutnya.
Sebagai penguasa absolut, ia juga menghancurkan Bektashi dan anggota komunitas ilmu pengetahuan Beşiktaş yang diafiliasikan sebagai simpatisan Bektashi.
Selain itu, ia juga bisa menargetkan tarekat Sunni lainnya karena otoritarianismenya, termasuk Naqshbandi sendiri. Tampaknya Tarekat Bektashi dihapuskan karena perebutan kekuasaan antara Mahmud II dan Korps Janissari.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR