Orang akan mendapatkan kesan yang jelas bahwa fitur-fitur rumah tangga komunal ritual berpadu dengan mulus satu sama lain.
Ketika masyarakat nomaden berpindah-pindah di lanskap dari musim ke musim, mereka akan mengeksploitasi tanaman alami yang mereka temukan. Tanaman ini termasuk rumput yang mereka gunakan untuk memanen benih untuk biji-bijian.
Setiap panen, orang perlu mengolah biji-bijian yang mereka panen. Pengolahan ini membutuhkan barang-barang seperti alu dan lumpang, mangkuk batu besar dan batu penggiling.
Semua barang tersebut terlalu berat untuk dibawa dan terlalu berat untuk dicuri. Jadi, masyarakat di Kalahan Tepe meninggalkan barang-barang itu ketika berpindah. Benih juga ditinggalkan untuk digunakan ketika kelompok itu kembali ke lokasi ini.
Maka secara bertahap permukiman sementara itu menjadi permanen. Lalu kemudian menghasilkan simbologi kompleks yang terwakili dalam batu yang tumbuh di sekitar benda-benda domestik ini.
Penduduk setempat menyebut tegakan gandum liar ini “Gandum Pengembara”. Mereka masih dapat ditemukan di wilayah tersebut hingga saat ini.
Karahan Tepe dan Gobekli Tepe
Karahan Tepe tampak memiliki budaya yang sama dengan Gobekli Tepe. Tapi ada beberapa perbedaan yang mencolok. Relief-relief di Gobekli Tepe tampak jauh lebih formal, realistis, dan digambarkan dengan halus. Sementara di Karahan Tepe, meskipun agak ritualistik dan digambarkan dengan kurang halus, reliefnya tampak jauh lebih dinamis.
Dalam hal ini, Karahan Tepe tampaknya memiliki lebih banyak kesamaan dalam hal ekspresi dan eksekusi dengan Sayburc. Sayburc merupakan situs lain pada periode ini, yang kini muncul dari tanah di sebelah barat Şanlıurfa.
Karahan Tepe akan dibuka untuk wisatawan
Menurut menteri kebudayaan Mehmet Nuri Ersoy, pemerintah berencana untuk membuka situs ini untuk wisatawan. Pemerintah akhirnya berharap dapat menarik lima juta pengunjung per tahun ke Gobekli Tepe dan serangkaian situs Neolitikum, yang dijuluki Tas Tepeler (Bukit Batu).
Di akhir era Karahan Tepe, penduduknya dengan susah payah mengubur kuil mereka. “Seperti mengubur orang yang telah meninggal,” kata Karul. Ia mengakui adanya risiko membuka kembali situs tersebut sekarang bagi jutaan orang. Namun pemimpin penelitian tersebut, “Setiap orang memiliki hak untuk mengakses situs arkeologi ini.”
Source | : | Heritage Daily,Art Newspaper |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR