Musik tabuik terdiri dari satu buah tasa dan enam buah gendang. Pada gendang tasa itulah terletaknya kekuatan sakti yang membuat para anak tabuik setiap kali bertemu dengan anak tabuik yang lain pasti berkelahi. Hal ini dikenal dengan istilah gendang berbunyi cakak (perkelahian) dan setelah gendang berhenti perkelahian pun berhenti.
Perkelahian yang terjadi pada musim tabuik tidak membawa efek sampingan artinya tidak terjadi dendam /permusuhan yang berlarut-larut, hanya sebatas disaat itu saja. Selesai upacara tabuik mereka berteman seperti biasa lagi, seolah-olah tidak ada terjadi apa-apa.
Pengambilan tanah dilakukan oleh pawang dengan menyelam ke dasar sungai dan dibantu oleh 4 orang anggota. Tiga orang diantaranya sebagai saksi dan berada di dekat tempat pawang menyelam, sedangkan satu orang lagi berdiri di tepi sungai memegang belanga untuk menampung tanah yang telah diambil dari dasar sungai.
Sebelum pawang terjun ke sungai mengambil tanah, terlebih dahulu dia membakar kemenyan dan membaca mantra-mantra. Dalam perjalanan pulang rombongan tabuik akan bertemu dengan rombongan tabuik yang lain di tengah-tengah perbatasan wilayah.
Pada pertemuan itulah terjadinya “cakak” (perkelahian) antara kedua rombongan tersebut dengan saling melempari batu yang terkadang mengakibatkan luka-luka.
Tanah yang telah di ambil sesampainya di daraga diletakkan pada suatu tempat yang disebut dengan pusara, yang diibaratkan seolah-olah makam Imam Husein. Setelah pengambilan tanah, dilanjutkan dengan pekerjaan fisik yaitu pembuatan kerangka tabuik.
Kemudian mengambil batang pisang, dilakukan pada tanggal 5 dan 6 Muharam. Tanggal 5 Muharram dilakukan penanaman batang pisang secara simbolis pada malam hari dan pada tanggal 6 Muharam keesokan harinya baru dilakukan pengambilan sekaligus pemancungan batang pisang yang pelaksanaannya pada sore hari.
Maatam, dilakukan pada tanggal 7 Muharam dilanjutkan dengan Maarak panja/jari-jari dan Maarak sorban, dilakukan pada waktu malam hari tanggal 8 Muharam.
Tabuik naik pangkat, dilakukan dinihari menjelang subuh pada tanggal 10 Muharam, siangnya mulai Ma-oyak tabuik dan berlangsung sampai menjelang tabuik dibuang ke laut. Membuang tabuik, dilakukan sore menjelang magrib sekitar jam 18.00 pada tanggal 10 Muharram.
Hari terakhir tanggal 10 Muharram merupakan acara puncak dari rangkaian upacara tabuik yang ditandai dengan kegiatan maoyak tabuik.
Baca Juga: Cerita Sekerat Rendang: Benarkah Adaptasi Cara Memasak Portugis?
Mitologi Dayak Kalimantan: Orangutan Sebagai Spesies Istimewa Bagi Masyarakat Adat
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR