Pelaksanaan tradisi atau upacara tabuik ini di Pariaman dimulai pada tahun 1824 Masehi dan menjadi permainan anak nagari (masyarakat). Perayaan tabuik ini didukung oleh Belanda yang pada intinya memanfaatkan untuk kepentingan politiknya mengadu domba masyarakat, mengingat dalam upacara ini terjadi cakak (perkelahian) sesama peserta tabuik.
Dahulu jumlah tabuik yang ditampilkan mencapai 8 buah namun sekarang hanya 2, bahkan setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan tabuik tidak lagi secara rutin diselenggarakan, bahkan pada tahun 1969 sampai 1980 perayaan tabuik sempat terhenti hingga akhirnya terlaksana kembali.
Pelaksana Teknis Upacara Tabuik
"Penyelenggaraan upacara tabuik dilakukan setiap awal bulan Muharam (tahun baru Islam) pada tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam atau selama 10 hari," jelas Refisrul. Lima hari merupakan kegiatan inti (upacara) sedangkan 5 harinya lagi merupakan kegiatan fisik (pembuatan tabuik).
Pembuatan fisik (keranda) tabuik pada hakikatnya telah dimulai beberapa hari sebelum tanggal 1 Muharam yakni dengan membuat daraga. Sedangkan pembuatan kerangka tabuik memerlukan waktu berhari-hari yang harus siap menjelang tabuik naik pangkat pada tanggal 10 Muharam.
Sebelum memulai pekerjaan terlebih dahulu bahan-bahan pembuatan kerangka tabuik didarahi (diberi darah) dengan maksud supaya orang yang mengerjakan tidak mendapat musibah.
Biasanya, pembuatan kerangka tabuik dilakukan setelah pengambilan tanah sampai dengan tabuik siap untuk naik pangkat, yang berlangsung dari tanggal 2 hingga 9 Muharam.
"Pemimpin atau penyelenggara teknis upacara tabuik pada masa dahulu adalah orang bangsa Cipei dan keturunannya, tapi sekarang sudah tidak ada lagi atau sudah berbaur dengan masyarakat Pariaman."
Secara teknis, penyelenggaraan setiap tahapan upacara tabuik dilaksanakan oleh pawang tabuik dan orang orang siak (alim). Pawang adalah orang yang ahli dan banyak mengetahui tentang tatacara penyelenggaraan upacara, sedangkan orang siak merupakan orang yang ahli atau banyak mengetahui tentang ajaran agama Islam.
Prosesinya dimulai dengan mengambil tanah, dilakukan pada tanggal 1 Muharam. Pengambilan tanah yang dimulai dan diakhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh orang siak. Keberangkatan rombongan dari rumah tabuik menuju lokasi pengambilan tanah diiringi dengan musik tabuik dan dimeriahkan dengan atraksi tabuik lenong.
Baca Juga: Bangsa Penjelajah 'Minangkabau' dengan Falsafah Merantau yang Mendarah
Mitologi Dayak Kalimantan: Orangutan Sebagai Spesies Istimewa Bagi Masyarakat Adat
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR