Nationalgeographic.co.id—Meski menjijikkan, kotoran adalah makanan normal bagi banyak hewan. Memakan kotoran merupakan salah satu stragegi hewan untuk bisa bertahan hidup. Strategi kelangsungan hidup alami ini, yang dikenal sebagai coprophagy, mengungkap bagaimana satwa liar memanfaatkan setiap sumber daya yang tersedia.
Para ilmuwan mengamati rusa mengemil kotoran gajah Asia, anjing dan lemur memakan kotoran manusia. “Sedangkan salamander memakan kotoran kelelawar,” ungkap Katarina Zimmer di laman National Geographic.
Di Pegunungan Sierra de Guara di Spanyol, kambing betina mengemil guano burung. Guano merupakan pupuk organik yang terbuat dari kotoran kelelawar, burung laut, atau anjing laut yang terkumpul dan mengendap di dalam gua
Sedangkan di Hutan Atlantik di Brasil, tikus dan posum mengunjungi jamban berang-berang untuk mengonsumsi kotoran.Penelitian mengungkapkan bahwa burung nasar lebih tertarik pada kotoran singa yang kaya protein dibandingkan dengan bangkai segar.
Lantas mengapa tindakan memakan kotoran yang disebut coprophagy begitu penting bagi hewan? Ternyata kotoran bukan sekadar bahan limbah yang tidak berguna. Kotoran atau feses sering kali mengandung kalori dan nutrisi berharga yang tidak diserap oleh hewan inangnya.
Coprophagy dapat membantu hewan mendapatkan kalori ekstra ketika sumber makanan mereka terbatas. Bahkan, hewan bisa memperoleh nutrisi yang sulit didapat dari makanan biasa mereka. Kotoran mungkin juga mengandung bakteri usus yang meningkatkan sistem pencernaan, seperti probiotik liar.
“Kotoran memiliki banyak peran berbeda bagi satwa liar,” kata Hannah Rempel, ahli ekologi di University of Texas di Austin.“Meskipun perilaku ini mungkin tampak menjijikkan bagi manusia, jelas ini adalah hal yang sangat penting bagi mereka.”
Peningkatan nutrisi dari kotoran
Coprophagy juga bisa berarti memakan kotorannya sendiri. Berbagai spesies kelinci mencerna kotorannya untuk mengekstrak nutrisi lebih lanjut. Nutrisi itu tidak terserap oleh proses pencernaan cepat mereka pada awalnya.
Ketika makanan langka, beberapa spesies, seperti rusa kutub di Svalbard, memakan kotoran angsa selama musim panas yang singkat. Di musim dingin, pika dataran tinggi di Tibet memakan kotoran yak domestik.
Kemungkinan karena alasan yang sama, rubah merah di Taman Nasional Cairngorms sering memakan kotoran anjing di daerah tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya DNA anjing di kotoran rubah, ungkap ahli ekologi Xavier Lambin dari Universitas Aberdeen di Inggris. Penelitian Lambin menunjukkan bahwa DNA anjing ditemukan berlimpah pada kotoran rubah pada tahun-tahun ketika mangsa rubah, yaitu tikus, langka.
Baca Juga: Empedu hingga Kotoran Kuda dalam Seni Kaligrafi Ottoman, untuk Apa?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR