Nationalgeographic.co.id—Jalur Sutra adalah jaringan jalur perdagangan yang menghubungkan Asia dengan Eropa. Arteri penting ini membentuk dunia kuno, memfasilitasi perdagangan dan pertukaran gagasan.
Nama “Jalur Sutra” mengingatkan pada gambaran karavan unta yang membawa muatan berharga, sutra, dan rempah-rempah. Karavan-karavan tersebut melakukan perjalanan melintasi negeri-negeri berbahaya dan eksotik, oasis gurun pasir, dan kota-kota kaya. Mereka melewati kerajaan nan perkasa dan suku-suku nomaden yang ganas yang berjuang untuk menguasai rute terkenal itu.
Jalur Sutra memang merupakan salah satu jalur perdagangan terpenting dalam sejarah dunia. Jalur ini menghubungkan “peradaban besar” Eurasia selama lebih dari dua ribu tahun. Faktanya, Jalur lebih kompleks dari gambaran di atas.
Pertama-tama, istilah “Jalur Sutra” adalah penemuan modern. Jalur Sutra merupakan konstruksi dari sejarawan Jerman Ferdinand von Richthofen pada saat Eropa terpikat oleh Timur yang eksotis.
“Jalur Sutra” sebenarnya adalah beberapa “Jalan Sutra”. Bukan hanya satu jalan, tapi banyak jalan. Jalur Sutra merupakan jaringan kompleks jalur darat dan laut yang memfasilitasi pertukaran barang, budaya, dan gagasan.
Dengan demikian, Jalur Sutra merupakan wahana globalisasi. Jalur ini memainkan peran penting dalam membentuk dunia kuno. Selain itu juga meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada masyarakat yang terhubung lewat jalur itu. “Mulai dari Persia dan India hingga Tiongkok dan Romawi,” tulis Vedran Bileta di laman The Collector.
Permulaan Jalur Sutra di zaman kuno: Jalan Kerajaan Persia
Dataran subur Mesopotamia menjadi basis bagi kota-kota pertama dan negara-negara terorganisir pertama. Dataran itu dilintasi oleh sungai besar Tigris dan Efrat.
Dalam ribuan tahun berikutnya, wilayah antara Laut Mediterania dan Teluk Persia melahirkan puluhan kerajaan. Yang terbesar adalah Kekaisaran Persia atau Achaemenid.
Setelah berdirinya pada abad keenam SM, Kekaisaran Persia berkembang pesat. Mereka menaklukkan tetangga-tetangganya, menguasai Asia Kecil dan Mesir. Kekaisaran Persia bahkan mencapai Himalaya di timur.
Salah satu keberhasilannya yang luar biasa adalah kesediaan raja-raja Achaemenid untuk mengadopsi gagasan dan praktik rakyat yang mereka taklukkan. Hal ini memungkinkan Persia dengan cepat menggabungkan wilayah taklukan ke dalam wilayah mereka.
Baca Juga: Tragedi Budaya: Selisik Penghancuran Situs-Situs Penting Sejarah Dunia
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Persia menciptakan pendahulu Jalur Sutra. Dikenal sebagai Jalan Kerajaan, jaringan jalan raya Persia menghubungkan pantai Mediterania dengan Babilonia, Susa, dan Persepolis. Jaringan tersebut memungkinkan para pengelana menempuh jarak lebih dari 2.500 kilometer dalam seminggu.
Selain meningkatkan efektivitas administrasi kekaisaran yang luas, Jalan Kerajaan memfasilitasi perdagangan, memberikan pendapatan besar. Pendapatan tersebut memungkinkan Raja Achaemenid mendanai serangan militer dan terlibat dalam proyek konstruksi besar. Para raja juga menikmati kehidupan mewah di salah satu dari banyak istana.
Menghubungkan Eropa dan Asia: dunia Helenistik
Jalan Kerajaan (Royal Road) memainkan peran penting dalam menjadikan Kekaisaran Persia sebagai mercusuar stabilitas dan multikulturalisme di dunia kuno. Meski begitu, tentara Persia yang perkasa pun tidak dapat mengalahkan ancaman di perbatasan utaranya. Ancaman tersebut datang dari para pengembara yang ganas dan menunggang kuda di dunia padang rumput.
Salah satu Raja Achaemenid yang paling terkenal, Cyrus Agung, terbunuh selama pertempuran melawan kaum nomaden Scythians. Di Barat, Persia juga berhadapan dengan bangsa Yunani yang bermasalah, yang melawan tentara kerajaan. Pada akhirnya, Yunani kuno menggulingkan Kekaisaran Persia yang dulunya perkasa.
Ironisnya, Jalan Kerajaan memainkan peran penting dalam penaklukan Aleksander Agung, memfasilitasi kemajuan pesat tentara Makedonia-Yunani ke arah timur. Jaringan komunikasi yang efisien juga mempercepat munculnya Kerajaan Helenistik, yang dipimpin oleh penerus Aleksander – diadochi.
Jalan Kerajaan sekarang menghubungkan ibu kota Persia kuno dengan kota-kota Yunani di sekitar Mediterania. Serta kota-kota baru yang didirikan oleh Aleksander Agung dan penerusnya.
Wilayah yang terbentang dari Mesir dan Italia Selatan hingga Lembah Indus, disatukan oleh satu bahasa, satu budaya, dan satu mata uang. Meskipun budaya Yunani tetap mendominasi, para penguasa Helenistik terus mempromosikan kebijakan multikultural pendahulunya di Achaemenid.
Hasilnya adalah perpaduan unik antara ide dan tradisi – Dunia Helenistik. Selama masa ini, Eropa dan Asia menjalin hubungan kuat yang akan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah dunia. “Hubungan tersebut menciptakan Jalur Sutra,” tambah Bileta.
Rute menuju India
Semangat pertukaran budaya melalui Jalur Sutra sungguh menakjubkan, yang mengarah pada inovasi, peminjaman, dan asimilasi. Patung dewa Yunani, seperti Apollo, dan patung miniatur gading yang menggambarkan Aleksander Agung, ditemukan di India dan Tajikistan modern. Penemuan tersebut mengungkap besarnya pengaruh Barat.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Fakta Praktik Menciutkan Kepala di Pasifik dan Amazon
Sebaliknya, patung Buddha Gandara, ditemukan di Afghanistan modern, di wilayah yang diduduki oleh kerajaan Helenistik paling timur, Baktria. Temuan itu juga menunjukkan masuknya gagasan-gagasan Timur ke dalam Dunia Helenistik. Lebih penting lagi, patung-patung tersebut adalah representasi visual pertama dari Sang Buddha.
“Hal itu merupakan reaksi langsung dari umat Buddha terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh patung Apollo,” ujar Bileta.
Demikian pula Jalur Sutra memfasilitasi transmisi pengetahuan antar benua. Orang-orang Yunani terkenal di India karena keterampilan ilmiah mereka, seperti astronomi dan matematika. Bahasa Yunani dipelajari di lembah Indus.
“Ada kemungkinan bahwa Mahabharata — epos Sansekerta — dipengaruhi oleh Iliad dan Odyssey,” jelas Bileta. Aeneid karya Virgil di sisi lain - sebuah mahakarya Romawi - mungkin dipengaruhi oleh teks-teks India.
Selama berabad-abad, para pengelana, peziarah, dan pedagang melakukan perjalanan melintasi cabang selatan Jalur Sutra. Mereka membawa serta ide, gambaran, dan konsep baru.
Selama Periode Helenistik, khususnya sejak abad pertama Masehi, Eropa dan Asia terhubung melalui jalur perdagangan maritim yang menguntungkan. Jalur perdagangan maritim tersebut menghubungkan Mesir ke India yang secara signifikan mengubah masyarakat yang terlibat.
Pasukan Romawi melihat keindahan sutra Tiongkok
India berperan dalam pertukaran di Jalur Sutra. Namun kekuatan kuno lainnya juga mengubah Jalur Sutra menjadi salah satu jalur perdagangan paling terkenal di dunia kuno. Penguasa Persia dan Helenistik gagal menetralisir pengembara stepa. Tidak seperti mereka, Kaisar Han Tiongkok berhasil memperluas perbatasan mereka lebih jauh ke barat, mencapai wilayah Xinjiang modern.
Rahasia kesuksesan Kekaisaran Tiongkok terletak pada kavaleri mereka yang kuat. Kavaleri Tiongkok memanfaatkan kuda “surgawi” berharga yang dibesarkan di wilayah Ferghana (Uzbekistan modern).
Sekitar tahun 110 SM, tentara Kekaisaran Tiongkok mengalahkan suku nomaden Xiongnu dan mengamankan akses ke koridor penting Gansu. Hal ini membuka jalan menuju pegunungan Pamir, dan di luarnya, rute lintas benua menuju Barat — Jalur Sutra.
Setengah abad berlalu, di belahan dunia lain, kekuatan lain yang berkembang pesat bertemu dengan kuda-kuda terkenal ini. Bentrokan antara Romawi dan Parthia di Carrhae pada tahun 53 SM berakhir dengan bencana bagi Romawi. Pertempuran itu menyebabkan kematian Marcus Licinius Crassus. Legiun tidak bereaksi terhadap hujan panah mematikan yang dilancarkan oleh penunggang kuda Parthia.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Benarkah Nyamuk Menyelamatkan Eropa dari Invasi Mongol?
Bencana memalukan itu juga merupakan kali pertama bangsa Romawi menemukan komoditas yang menjadi asal muasal nama Jalur Sutra. Ketika kavaleri Parthia maju, mereka membentangkan spanduk berwarna berkilauan yang terbuat dari kain aneh seperti kain kasa. Spanduk itu berkibar tertiup angin. Itulah kali pertama bangsa Romawi melihat sutra Tiongkok.
Pada dekade-dekade berikutnya, masyarakat Romawi menjadi tergila-gila terhadap sericum. Bahkan Senat mencoba, namun gagal, untuk melarang penggunaan kain sutra.
Namun, Kekaisaran Parthia akan tetap menjadi penghalang kuat dalam menjalin kontak langsung dengan Kekaisaran Tiongkok. Alhasil, Romawi mencari cara lain dengan memperluas Jalur Sutra melalui laut.
“Ikatan sutra” antara Romawi dan Kekaisaran Tiongkok
Beberapa dekade setelah bencana di Carrhae, Romawi mencaplok kerajaan Helenistik terakhir. Romawi pun memperoleh kendali atas wilayah kaya di Mesir kunodan Mediterania Timur. Romawi telah menjadi Kekaisaran, negara adidaya dunia kuno.
Tidak mengherankan, periode stabilitas dan kemakmuran yang panjang – Pax Romana – memenuhi kas kekaisaran. Kekayaan Romawi pun merangsang permintaan akan barang-barang mewah, termasuk sutra.
Untuk menghindari perantara Parthia, Kaisar Augustus mendorong pembentukan jalur perdagangan maritim yang menguntungkan ke India. Pada abad-abad berikutnya, India menjadi pengekspor utama barang-barang mewah, termasuk sutra Tiongkok.
Perdagangan Samudra Hindia akan tetap menjadi jalur komunikasi utama antara Romawi, India, dan Tiongkok. Hal ini berlangsung hingga hilangnya Mesir Romawi pada pertengahan abad ketujuh Masehi.
Jalur Sutra dan kontak langsung dengan Kekaisaran Tiongkok (Seres, “negeri sutra” bagi orang Romawi) tetap berada di luar jangkauan kekaisaran. Namun, perdagangan terus berlanjut selama masa Kekaisaran Romawi.
Karavan yang membawa barang-barang akan meninggalkan ibu kota besar Han (dan kemudian Tang) di Chang'an (Xi'an modern) dan Luoyang. Karavan-karavan melakukan perjalanan ke tepi paling barat kekaisaran, Gerbang Giok yang terkenal.
Yang terjadi selanjutnya adalah perjalanan panjang dari satu oasis ke oasis berikutnya, dengan karavan melewati Gurun Taklamakan yang berbahaya. Mereka juga mengambil rute selatan, melewati pegunungan Tian Shan atau Pamir.
Selain medan yang sulit, para pedagang harus menghadapi suhu ekstrem. “Mulai dari gurun yang panas hingga suhu di bawah nol derajat di pegunungan,” tutur Bileta. Unta Baktria, yang beradaptasi dengan lingkungan yang keras, membuat pengangkutan barang melalui darat di Jalur Sutra dapat dilakukan.
Situasi membaik setelah karavan memasuki wilayah Parthia (dan kemudian Sassanid). Di sini, Jalur Sutra menggunakan bagian dari Jalan Kerajaan lama. Jalan Kerajaan menghubungkan kota kuno Ecbatana dan Merv.
Persia lebih dari sekadar perantara. Mereka juga berdagang dengan Kekaisaran Tiongkok. Para pedagang menukarkan barang-barang yang terbuat dari emas dan perak dengan rempah-rempah, sutra, dan batu giok. Namun batu giok rupanya tidak pernah sampai ke Romawi.
Dari Persia, sering kali dipimpin oleh pedagang lokal, karavan melanjutkan perjalanan ke barat. Perhentian berikutnya adalah Palmyra. Kebanyakan karavan akan berhenti di sini.
Namun, ada pula yang memasuki wilayah kekaisaran dan mencapai tujuan akhir mereka – Antiokhia. Antiokhia merupakan kota metropolitan Romawi di pantai Mediterania Timur.
Alih-alih orang Tiongkok, para pedagang tersebut merupakan orang-orang dari Asia Tengah, terutama Sogdiana. Mereka memperdagangkan barang-barang eksotik antar kekaisaran.
Selain itu, Kekaisaran Parthia dan Sassanid tetap menjadi hambatan yang tidak dapat diatasi bagi Romawi. Karena itu, Romawi tidak mampu menjalin kontak langsung dengan Tiongkok. Kedua kekaisaran itu saling bertukar duta besar pada beberapa kesempatan.
Meski demikian, keduanya hanya samar-samar menyadari satu sama lain karena jarak yang sangat jauh. Selain itu, ada kerajaan-kerajaan yang bermusuhan tepat di tengah-tengah Jalur Sutra.
Jalur Sutra dan akhir zaman kuno
Jalur Sutra adalah rute yang efektif untuk mentransfer barang, ide, dan budaya melintasi wilayah Eurasia yang luas. Namun, hal ini juga menawarkan akses kepada “pengelana” yang lebih berbahaya. Pandemi kuno yang melanda dunia kuno, termasuk Wabah Justinianus yang terkenal, menyebar dengan cepat melalui jaringan Jalur Sutra.
Jalur Sutra juga berfungsi sebagai saluran yang efektif untuk menggerakkan pasukan dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi. Selama berabad-abad, namun tidak berhasil, Kaisar Romawi mencoba menghilangkan hambatan Persia dan membuka rute ke Timur. Yang terkenal, Kaisar Julian kehilangan nyawanya dalam satu upaya tersebut.
Sekitar waktu yang sama ketika Wabah Yustinianus melumpuhkan kekaisaran, Romawi melakukan kudeta besar-besaran. Mereka menyelundupkan telur ulat sutra ke Konstantinopel, sehingga menciptakan monopoli sutra di Eropa.
Kemudian, pada pertengahan abad ketujuh, Kekaisaran Romawi akhirnya berhasil mengalahkan Persia. Namun mereka kehilangan wilayah timurnya yang berharga, termasuk Mesopotamia dan Mesir.
Persia sudah tidak ada lagi. Bangsa Romawi, yang terpaksa berjuang demi kelangsungan hidup mereka, tidak dapat menggulingkan kekhalifahan yang berkuasa atau mengakses Jalur Sutra. Di saat yang sama, Kekaisaran Tiongkok juga mengalami krisis, meskipun Dinasti Tang akhirnya memulihkan kendalinya.
Zaman kuno berlalu, digantikan oleh Abad Pertengahan. Kekhalifahan menyatukan wilayah luas yang terbentang dari pantai Atlantik hingga perbatasan Tiongkok dan Samudra Pasifik. Era Keemasan baru segera dimulai, di mana Jalur Sutra memainkan peran sentralnya.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR