Nationalgeographic.co.id—Pada hari Sabtu, tanggal 10 Maret 1906, Wilhem Johan de Bordes menjatuhkan diri di depan kereta api di Batavia. Dia berusia 35 tahun. Kereta berhenti menderu-deru. Hari itu, karirnya di Hindia yang menjanjikan berakhir.
“Kassian, De Bordes sudah mati,” kata orang-orang. Keluarganya di Belanda menerima telegram. Mereka sangat terpukul. Bagaimana bisa sampai seperti ini?
Kisah ini digubah oleh Vilan van de Loo kepada Historiek dalam artikelnya berjudul “Ga niet naar Indië, als er zielsziekten in uw familie zijn” yang diterbitkan pada 27 November 2023.
Wilhelm Johan de Bordes meninggalkan Belanda pada hari Sabtu, 25 September 1896, dengan kapal uap Van Diemen. Pada saat bertolak, usianya kira-kira 25 tahun, saat itu usia pria dewasa.
Dia memiliki beberapa kerabat di koloni Hindia Belanda: ibunya bernama Van Polanen Petel, nama yang terkenal di Batavia. Kedatangannya ke Hindia Belanda sudah diatur dan direncanakan dengan baik.
De Bordes datang ke Hindia untuk bekerja di Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) atau Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda. Pada prinsipnya, masa depan yang baik menantinya di sana. Jalur kereta api di India sedang berkembang.
Pada tahun 1898, dalam waktu dua tahun, De Bordes dengan cepat dipromosikan dari wakil insinyur di kampung halamannya di Surabaya menjadi wakil kepala di Djocja (baca: Yogyakarta).
Ini adalah posisi sementara, namun perannya cukup penting. Jika dia melakukannya dengan baik, dia bisa dipromosikan secara permanen.
Selama ini dia juga menikah. Sebuah iklan menyebut istrinya dengan: “HCC de Bordes-van Tienhoven van den Bogaard”. Sayangnya nama depannya tidak diketahui.
Banyak yang membayangkan jika kondisi De Bordes di Hindia akan sangat nyaman jika dilihat dari jenjang karirnya. Ia menjadi bendahara Asosiasi Pembinaan Korps Relawan Jawa Tengah. Ini mungkin menyangkut korps yang harus mendukung KNIL.
Pria yang sudah menikah, berjejaring baik, dan juga ambisius. Pada akhir Desember 1900, ia pindah ke Batavia dan mulai bekerja di sana sebagai administrator di Perusahaan Trem Hindia Belanda. Kualitas kerja yang baik membuatnya tersohor.
Baca Juga: Menilik Kembali Catatan Histori Gempa Bumi di Hindia Belanda
De Bordes pasti menikmati kesohoran atas namanya yang semakin meningkat. Berkali-kali pengumuman layanan muncul di surat kabar yang beredar di Hindia, termasuk namanya di headline surat kabar yang tercetak besar: WJ de Bordes.
Berita dan pesan di surat kabarnya berganti, namun nama De Bordes tetap dan selalu muncul. Bahkan, sekalipun dia sedang cuti, namanya terus dimuat di surat kabar dari waktu ke waktu.
Sempat menghadiri beberapa rapat penting di Belanda pada tahunn 1904, pada tahun 1905 De Bordes kembali ke Hindia dan terus bekerja dengan rajin. Pekerjaan asosiasi nyatanya sangat menyita waktunya.
Ia terpilih menjadi anggota dewan Nederlandsch Verbond. Dengan 300 anggota, tentu bukan organisasi kecil. Semuanya berjalan baik dan De Bordes bahkan menjadi seorang ayah dalam organisasi tersebut.
Pada tanggal 28 September 1905, Ny. De Bordes meninggalkan Hindia Belanda dengan kapal uap Oranje Indië, bersama dengan anak-anaknya, menurut daftar penumpang.De Bordes tetap di Hindia karena masih memiliki banyak pekerjaan.
Ny. J. Kloppenburg-Versteegh, seorang ahli herbal Hindia, menerbitkan artikel berjudul The Life of the European Woman in the Indies (1913), sebuah buku pegangan yang berisi banyak peringatan umum.
Ia menulis dalam bukunya: "Tidak semua orang cocok hidup di Hindia; selain tubuh yang sehat juga diperlukan kemauan yang kuat; itu harus dilatih dan tidak dilunakkan. Matahari tropis tidak akan menyukai sifat-sifat yang lembut, namun sebaliknya, ia akan menghanguskannya."
Saat mevrouw Kloppenburg-Versteegh menulis artikel ini, dia sudah terlalu sering melihat apa yang dilakukan daerah tropis terhadap orang-orang Belanda pada khususnya.
Baginya "terik matahari Hindia melelahkan, ada pengalaman tanpa henti tanpa pergantian musim dan rasa kesepian yang bisa menyebabkan penyakit jiwa." Kata "penyakit jiwa" menggema dalam tulisan peringatannya.
Apakah Wilhelm Johan de Bordes juga demikian? Istri dan anak telah tiada, kembali ke Belanda meninggalkannya di rumah kos, sehingga de Bordes mengetahui betul apa yang tidak lagi dia miliki.
Baca Juga: Otomobil Elit Jawa: Tatkala Mobil Pertama Muncul di Hindia Belanda
Pada bulan Januari 1906 ia menjadi ayah dari seorang putra, anak laki-laki tersebut lahir di Amsterdam. Jadi Madame de Bordes sedang hamil ketika dia pergi. Selama bulan-bulan pertama setelah kelahiran, sepertinya tidak ada yang salah.
Pada minggu yang sama, pada hari Jumat tanggal 9 Maret, TH Stoll, inspektur sektor uap, datang untuk memeriksa trem di Batavia. Stoll menolak lima lokomotif, yang lainnya dia tunjuk untuk diperbaiki dan oleh karenanya beberapa loko dikeluarkan dari peredaran.
De Bordes tahu: layanan trem di Batavia dan Buitenzorg yang dikendalikannya kini dikurangi setengahnya. Kehandalan namanya hilang, pamornya turun drastis. Citra baik yang ia bangun rusak begitu saja.
Ditambah lagi, ia tidak menemukan lagi keluarganya yang telah kembali ke Belanda. Tekanan organisasi dan lingkungan Hindia yang panas menyengat membuat tubuh dan jiwanya lelah.
Siapa yang disalahkan? Apakah dia harus kembali ke Belanda dengan pamor seperti itu? Pada malam Jumat hingga Sabtu, dia menemukan jawabannya: Pada hari Sabtu, 10 Maret, dia melemparkan dirinya ke depan kereta yang melintas.
Beberapa laporan singkat keluarga muncul di surat kabar yang berbicara tentang keterkejutan dan kematian mendadak. Ini menjadi salah satu petite histoire—sejarah kecil—dari sejarah sakit jiwa di Hindia Belanda.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR