Kekuatan-kekuatan Eropa mulai membangun koloni di seluruh dunia, terutama di Afrika. Saat itu, ada keinginan yang tumbuh untuk memamerkan orang-orang yang ditaklukkan. Konon orang-orang taklukan ini dianggap kurang beradab daripada mereka sendiri.
Pemerintah Eropa lebih dari siap untuk memuaskan permintaan ini. Bahkan desa-desa asli ditampilkan di sebagian besar pameran yang diadakan selama periode tersebut.
Namun, pameran orang asing yang ‘biadab’ di kebun binatang manusia tidak terbatas di Eropa saja. Di Amerika Serikat, misalnya, Pameran Dunia St. Louis yang diadakan pada tahun 1904 memamerkan sejumlah 'pameran hidup'. Termasuk lebih dari 1.000 orang Filipina dari belasan suku yang ditempatkan di desa-desa yang direka ulang.
Di Jepang, sebuah pameran orang Korea, yang digambarkan sebagai kanibal, diselenggarakan pada tahun 1903. “7 tahun sebelum penjajahan Jepang di Korea,” ungkap Mingren.
Kebun binatang manusia mulai kehilangan popularitasnya seiring berjalannya abad ke-20. Salah satu contoh terakhir dari fenomena ini terjadi pada tahun 1958, di Pameran Dunia di Brussels. Di pameran tersebut Desa Kongo ditampilkan.
Menjelang akhir keberadaannya, kebun binatang manusia dikritik sebagai sesuatu yang merendahkan martabat, rasis, dan tidak etis. Namun, kritik-kritik ini tampaknya tidak membuat fenomena ini kehilangan daya tariknya. Sebaliknya, kemunculan film-film menarik massa menjauh dari kebun binatang ini untuk kemudian beralih ke bioskop.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR