Hanya saja dia kehilangan keduanya saat terjadi penyerbuan bajak laut, meninggalkan armada, suku anak-anak (keluarga yang beranggotakan sepuluh orang, termasuk tiga anak angkat), dan kekayaan.
Jiwa melautnya berang ketika kehilangan besar itu melanda hidupnya. Lantas, ia membangun mitra di beberapa kapal dan membangun lebih banyak kapal sendiri, termasuk Agamemnon yang melegenda, dengan 18 meriam, kapal Yunani terbesar yang bertempur dalam Revolusi.
Pada awal tahun 1821, dua belas hari sebelum Revolusi dideklarasikan secara resmi, dialah yang pertama kali mengibarkan bendera Revolusi, bendera Yunani yang dimodifikasi, dari tiang kapal Agamemnon.
Bouboulina kemudian berlayar dengan delapan kapal untuk melancarkan blokade laut terhadap Nauplion dan memulai legendanya—seorang wanita yang dengan jiwa kepemimpinan dan keberaniannya mengobarkan perang revolusi.
Dengan bantuan putra-putra dan saudara-saudaranya, ia memimpin armada kecil yang menonjol dalam banyak kesempatan, termasuk blokade laut Monemvasia dan Nauplia.
Ia akan berlayar ke tempat yang dibutuhkan, termasuk pada pengepungan Tripolis. Bouboulina membawa kapal-kapalnya untuk membantu pemberontak Yunani yang terkepung.
Setelah pertempuran sengit berakhir, dia adalah orang pertama dari pasukan pembebasan yang memasuki kota yang dibebaskan, melakukannya dengan cara yang dramatis di atas kuda. Faktanya, dia adalah sosok yang gagah berani.
Memang, bukan hal yang aneh jika antusiasme dan keberaniannya memotivasi dia untuk meninggalkan kapal induknya untuk sementara waktu dan pergi ke darat. Untungnya, para letnannya mampu menjaga disiplin dan mengikuti perintahnya saat dia meninggalkan kapalnya.
Selama pertempuran Argos, putra sulungnya terbunuh dalam pertempuran dan setelah jatuhnya kota itu ke tangan Yunani, ia mengirim pesan kembali ke Spetses yang isinya sederhana: “Putraku sudah tewas, tetapi Argos milik kita.”
Meski penaklukan dapat dilakukan atas Turki, sebagai seorang janda dan ibu setengah baya, Bouboulina tetaplah wanita yang memiliki belas kasih. Ia menyebut para pasukannya sebagai 'anak-anakku'.
Ia meminta kepada pasukannya juga untuk tidak membalas dendam, apalagi membunuh para harem Turki yang tak berdosa meski anaknya sendiri telah tewas di tangan para tentara Turki.
Source | : | Neo Magazine |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR